Makasih buat yang baca vote dan komen, maaf kadang gak dibalas. 😁.
Tapi selalu aku baca dan jadi penyemangat aku.
Semoga gak bosan nungguin dan baca ceritanya sampai tamat.
Selamat membaca.
….....................
"Hahaha. Jumat kemarin, puaskan lo ngatain gue, sekarang giliran gue dong yang ngatain, kasihan deh lo, memang enak diporotin." Kiran tertawa cekikikan.
Puas hatinya membalas temen yang kemarin berkata paling kencang saat mencemooh tampilannya.
"Eh tapi sumpah gue gak nyangka, kok lo bisa berubah drastis begini sih? Jangan-jangan weekend kemarin cuma lo habisin di kamar buat latihan jadi perempuan ya." Terka Rizal asal.
"Tapi sekeras apapun lo latihan, rasanya gak mungkin bisa seberbeda ini dalam waktu dua hari, lo pakai sesuatu ya atau jangan-jangan ini cuma mimpi atau ilusi." Lanjutnya.
"Lebay lo." Celetuk Kiran.
"Lebay?? Apaan tuh?" Tanyanya.
"Eh, berlebihan. Iya maksud gue lo berlebihan." Jawab Kiran sambil menyengir.
"Ini lagi sifat lo, beda banget. Gak gampang naik darah dan emosian kayak dulu. Jujur deh sama gue, lo operasi kepribadian kan, di mana?"
Kiran tertawa terbahak-bahak mendengar analisa asal Rizal, teman gilanya itu. Lalu memukul pelan lengan Rizal.
"Asal, otak lo lama-lama bisa geser kalau berpikiran aneh-aneh gini. Sudah nih makan sama-sama. Mumpung gue lagi baik, lagipula lo juga kan yang bayar."
Dengan senyum sumringah, Rizal mengambil sendok yang dipakai Kiran untuk menikmati makanan di depannya. Tapi sebelum berhasil, Kiran menepis tangannya.
"Ihh, apaan sih pakai sendok gue. Minta sendok lagi sana sama Mbak kantin yang sering kamu godain." Sungut Kiran.
Rizal menyengir lalu beranjak berdiri menghampiri Mbak penjaga kantin yang sering ia modusin. Kiran tertawa kecil melihat wajah malu-malu Mbak kantin itu. Awas saja kalau sampai Mbaknya baper, Rizal harus tanggung jawab.
Selesai makan makanan traktiran Rizal, mereka bersama-sama menuju percetakan yang terletak agak jauh dari kampus, untuk menjilid skripsi. Saat berangkat ke kampus Kiran diantar Mas Danu, jadi sekarang ia di bonceng Rizal kesana kemari untuk menyelesaikan urusan kampusnya.
Karena Kiran tak sekejam ibu tiri di sinetron-sinetron Indonesia, saat Rizal mengantarnya pulang tadi, Kiran berbaik hati menawarkan Rizal untuk singgah makan sore di rumahnya. Makanan yang dipesan Kiran saat di kantin tadi itu sisa separuh porsinya saat Rizal ikut makan. Tahulah dia porsi makan Rizal yang sebelas dua belas kuli, paling itu cuma mengisi sepersepuluh lambungnya.
Tak tega juga dia, melihat temannya hanya makan nasi dengan garam apalagi di tambah minyak bekas goreng ikan, wah kejam rasanya membiarkan temannya makan makanan untuk kucing liar.
"Masuk dulu yuk Zal, lo belum kenyang kan tadi, makan di sini aja dulu, masakan Ibu gue kayaknya masih banyak. Lagipula gak tega juga gue lihat lo terlantar dan kelaparan gara-gara traktir tadi." Ajak Kiran.
"Gak usah Ran, gue masih kenyang kok sehabis makan siang romantis kita tadi, sepiring berdua." Tolak Rizal sungkan tetap setengah menggoda.
Ini pertama kalinya ia ke rumah Kiran mengantarnya pulang, dan pertama kalinya juga Kiran membawa teman ke rumahnya, langsung ditawari makan pula.
"Gak usah pura-pura deh, malu-malu gak akan bikin perut lo kenyang. Sudah masuk aja." Kiran memaksa Rizal masuk ke rumah dengan menarik ujung lengan bajunya.
Rizal menundukkan wajahnya malu, bertamu ke rumah Kiran pertama kali langsung diajak makan pula, tapi benar kata Kiran, malu tak akan membuat perutnya kenyang. Sepanjang jalan saat mengantar Kiran tadi, ia berpikir keras mau meminjam uang dengan siapa untuk bertahan sampai kiriman orangtuanya tiba. Atau mencari kerja paruh sebagai tukang cuci piring di rumah makan demi sesuap nasi, halah.
Rumah Kiran tampak sepi saat mereka masuk, Kiran tanpa ragu langsung mengajak Rizal masuk menuju ruang makan. Ia melihat sayur dan lauk di dalam mangkok tertutup di atas meja makan.
"Ini serius lo langsung ngajak gue ke meja makan buat makan, gak ada basa-basi di ruang tamu dulu gitu." Tanya Rizal.
"Gak ada orang di rumah jam segini, jadi santai aja." Kiran mengambil piring dan gelas untuk Rizal dan mempersilahkannya mengambil sendiri.
"Lo makan aja ya, gue tinggal sebentar dulu ke kamar ganti baju." Kiran langsung beranjak pergi meninggalkannya.
Sontak Rizal gelagapan melihat sikap santai Kiran saat meninggalkannya sendirian di meja makan.
"Ya ampun Ran, gitu amat sama gue. Kalau orang rumah lo balik pas gue makan nanti gimana? Jangan sampai gue di anggap maling makanan ya. Bisa hancur nama baik gue di kampus. Mana dua bulan lagi wisuda, rusak nanti muka ganteng gue kalo gue sampai digebukin warga sini." Ujar Rizal sambil mengejar Kiran yang meninggalkannya lalu menarik lengan kiri gadis itu saat ia menaiki tangga.
"Aakhh..."
Karena terkejut dengan tarikan tiba-tiba Rizal, Kiran yang sedang menaiki tangga hampir jatuh karena kehilangan keseimbangan. Beruntung tangan kanannya memegang pinggir tangga sehingga ia tak jatuh menimpa Rizal. Kasian juga lelaki itu jika ia timpa, mana belum makan kenyang terkena musibah pula.
Namun posisi mereka saat ini juga tak cukup baik, tangan kiri Kiran yang ditarik Rizal memegang pundak lelaki itu, sedang tangan kanan Rizal refleks memegang pinggangnya, menahan agar tak jatuh dan tangan kirinya menangkup telapak tangan Kiran yang memegang pinggir tangga. Wajah mereka tampak saling berhadapan, karena terkejut mereka terdiam beberapa detik, hingga.
"Ehmm.."
Suara seorang wanita menyadarkan mereka dari posisi canggung itu, sontak mereka melepas posisi tangan masing-masing, Rizal menguatkan diri membalik tubuhnya sambil tersenyum malu.
'Siap-siap disemprot orang rumah Kiran ini,' Rizal membatin dengan wajah memelas.
"Ibu, sudah pulang?" Kiran mendekati Ibunya lalu mencium tangan.
"Iya, sudah cukup lama sampai melihat adegan di tangga tadi." Jawab ibu sambil memperhatikan lelaki yang memegang anaknya tadi.
"Itu siapa?" Tanya Ibu sambil menunjuk Rizal.
"Emm, ini teman sekampus Kiran Bu, namanya Rizal."
Rizal melangkah pelan, memberanikan diri mengulurkan tangan guna bersalaman dan mencium tangan Ibunya Kiran, biar bagaimanapun Rizal lelaki yang menjunjung tinggi sopan santun kepada orang tua walau sifatnya agak tengil.
'Semoga gue gak ditampar sama ibunya Kiran.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Kedua
RomanceTerbangun dan kembali ke masa lalu tak pernah ada di pikiran Kiran. Bagaimana bisa? Tapi mungkin inilah kesempatan yang Tuhan berikan untuknya. Kesempatan kedua untuk Ia mengubah jalan hidupnya. Tanpa ada Zaky, suami yang berselingkuh itu di dalam h...