Bab 31 : Bangun

15.6K 1.5K 138
                                    

Kilau cahaya putih berpendar di ruang perawatan Kiran. Cahaya lembut namun menyilaukan itu membuat kamar yang Kiran tempati menjadi terang selama beberapa saat. Seorang pria yang menemani Kiran saat itu menyipitkan mata sebelum menundukkan wajah guna mengurangi efek silau di matanya. Hanya beberapa detik cahaya itu bersinar, hingga akhirnya menghilang.

Bersamaan dengan itu jemari Kiran yang semua diam tak bergerak mulai bergerak perlahan. Hal itu tak luput dari pandangan lelaki itu, lalu ia menyentuh pelan jemari Kiran yang bergerak perlahan.

Dia belum berani menyentuh tombol untuk memanggil perawat atau dokter jaga, karena beberapa hari lalu Kiran pernah bereaksi seperti ini namun setelah itu tak terjadi apa-apa lagi. Wanita itu masih setia dalam lelapnya.

Namun kali ini gerakan tangan Kiran diikuti oleh gerakan kedua bola matanya yang masih tertutup. Lelaki itu masih terus memandangi seraya melihat apa yang akan terjadi pada wanita yang tertidur cukup lama itu.

Bola mata Kiran bergerak pelan sebelum akhirnya kelopak matanya membuka perlahan. Rasa berat, kabur, pusing, dan silau langsung menyapa indera nya. Kiran mengerjapkan  matanya perlahan beberapa kali, memfokuskan pandangan yang kabur setelah membuka mata tadi. Sementara lelaki itu langsung memencet tombol, hatinya terasa lega dan bahagia menyambut kesadaran Kiran.

"Syukurlah kamu sudah sadar dek?"

Sapaan itu terdengar familiar ditelinga nya sayang otot tubuh Kiran terasa kaku hingga sulit untuk langsung bereaksi menanggapi ucapan dari seseorang yang menyakitinya itu. Tak lama dokter dan perawat datang. Memeriksa kondisi Kiran sembari mengucap syukur atas kesadaran nya.

"Bu Kiran, gimana perasaannya? Saya senang ibu akhirnya sadar. Untuk sementara otot tubuh ibu akan terasa sakit dan kaku untuk di gerakkan tapi ibu bisa latih dengan bicara pelan dan menggerakkan anggota tubuh ibu. Pelan saja, biar otot tubuh ibu menyesuaikan. Untuk yang selanjutnya akan ada seorang fisioterapis yang akan akan membantu ibu mengembalikan fungsi otot dan tulang ibu yang selama hampir dua bulan ini tak digunakan. Mohon bapak dijaga ya istrinya, karena ibu masih sulit untuk menggerakkan tubuhnya, ajak ibu ngomong biar otot wajah ibu bisa menyesuaikan. Sekali lagi selamat ya pak, Bu." Rombongan dokter dan perawat lalu meninggalkan ruang itu.

Zaky segera menelpon orang tua serta mertuanya guna memberi tahu kabar bahagia ini. Mertuanya yang hari ini sedang mengurus rumah makan milik mereka setelah kemarin menjaga putrinya. Sedang orangtua nya segera bersiap menuju rumah sakit, melihat menantu kesayangan mereka yang sadar.

"Makasih sudah sadar sayang. Kamu mau minum atau mau apa? Biar mas ambilkan."

Ucapan Zaky membuat Kiran mendengkus pelan, walaupun tubuhnya terasa nyeri dan kepala yang agak sakit, dia menoleh ke arah Zaky sambil berusaha melawan sakit guna menjawab ucapan lelaki itu.

"Ternyata takdir aku masih sama kamu juga ya." Gumam Kiran pelan, suaranya samar namun masih terdengar jelas di telinga Zaky.

"Adek istirahat saja lagi, kepalanya masih pusing kan, mas naikin dikit ya sandaran tempat tidur nya, biar lebih enak."

Kiran mengangguk, iya kepala wanita itu terasa pusing. Obat yang disuntikkan dokter lewat lubang infus mengurangi rasa sakit akibat tidur panjangnya. Tubuhnya terasa pegal namun tenaganya tak cukup untuk berbaring menyamping sebelum akhirnya kembali terlelap.

Cahaya lampu sudah mulai berpendar saat Kiran membuka matanya. Suasana kamar yang agak berisik membuatnya mau tak mau membuka mata. Melirik ke samping tampak mertua, orang tuanya dan Zaky sedang membahas sesuatu yang terlihat penting, sehingga mereka tak sadar bahwa Kiran telah bangun dari tidurnya.

"Kamu sudah bangun nak." Ibu Kiran  yang pertama melihat langsung bergerak menuju brangkar menghampiri.

"Syukurlah." Ucap ayah Kiran.

Sang ayah juga ikutan bergerak menghampirinya. Tampak wajah lega, haru bercampur sedih terlukis di wajah mereka. Ibu langsung memeluk erat Kiran, sedang ayah merengkuh mereka berdua. Menyalurkan rasa syukur dan bahagia serta memberi kekuatan dan semangat. Sedang Zaky dan orang tuanya hanya mampu melihat. Mereka ingin mendekat tapi sungkan, mereka masih merasa malu dan tak nyaman karena apa yang Kiran alami itu akibat perilaku putra nya.

"Ibu.. Ayah.. Maafin Kiran.. Maafin Kiran.." Pinta Kiran dengan suara pelan saat pelukan mereka renggang masih dengan air mata yang mengalir.

"Sudah lama kami maafkan nak, jangan pikirkan lagi, sekarang yang penting kamu harus segera sehat." Ujar ibu sambil menghapus air mata di pipi Kiran.

Sang ayah mengelus kepala anaknya dengan sabar, sampai akhirnya Kiran meringis. Membuat pelukan mereka terlepas. Kiran memberitahu mereka bahwa tubuhnya terasa kaku dan sakit akibat terlalu lama tertidur.

"Ehm.. syukurlah kamu sudah sadar nak." Ucap mamah Zaky tiba-tiba.

Orang tua Zaky sudah tak sabar ingin ikut merasakan kebahagiaan besannya, jadi mereka tak bisa menahan diri lagi melupakan rasa sungkan yang tadi mendera ditambah melihat suasana haru dan bahagia di depan mata mereka.

"Mamah.. Papah.. Makasih udah menjenguk Kiran." Ucap Kiran pelan sambil tersenyum.

Orang tua Zaky mendekat dan memeluk pelan tubuh menantunya itu.

"Jangan bicara begitu, kamu juga putri kami nak." Kali ini papah Zaky yang berbicara.

Ibu Kiran dan mamah Zaky memutuskan untuk duduk di dekat brangkar mengobrol sambil membantu Kiran agar otot tubuhnya mulai menyesuaikan. Sesuai dengan anjuran dokter yang memeriksanya saat Kiran masih terlelap tadi.

Sedang ayah Kiran dan papah Zaky terlihat keluar dari kamar untuk mengobrol memberi ruang kepada para wanita melepas rindu. Zaky sendiri terlihat bingung ingin melakukan apa, karena merasa tak nyaman dengan tatapan intimidasi mertuanya sejak mereka mengobrol tadi. Obrolan tentang kelangsungan pernikahan mereka.

Zaky pasrah, disatu sisi dia masih ingin mempertahankan Kiran, memperbaiki pernikahan mereka karena memang Zaky belum mendaftarkan gugatan cerainya. Tapi ia sadar, luka yang ia torehkan untuk Kiran sudah terlalu dalam hingga ia merasa tak pantas berharap lebih.

Mertuanya hanya memberi kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan Kiran selama dua minggu masa terapi. Jika Kiran memilih untuk dilepas maka Zaky tak punya kesempatan apa-apa lagi.

Saat tahu kecelakaan itu, Zaky sedang terpekur merenungi nasib, dia sedang  berpikir untuk mengambil langkah apa sembari memperbaiki kesalahannya, baik di kantor maupun dengan kedua orangtua dan mertuanya. Nasehat dan amarah orang tuanya masih melekat kuat di ingatannya. Apalagi saat tahu Kiran ternyata sedang mengandung dan keguguran pasca kecelakaan itu. Dia tak sanggup menatap wajah terluka Kiran lagi.

Sedang Adelina, gadis yang membuat jatuh hati setengah mati hingga berani berpaling, melukai perasaan istrinya ternyata tak lebih dari seorang wanita murahan, simpanan seorang pengusaha tua. Beberapa hari setelah pertemuan mereka bertiga di kafe malam itu, Adel tertangkap basah sedang berbuat mesum di hotel dengan seorang pria tua kaya. Dan yang menangkap basah kejadian tersebut ternyata istri dan anak pria tersebut. Kejadian tersebut viral di media sosial, karena istri dan anak pria tersebut merekam dan mengunggah aksi mereka yang kepergok itu ke media sosial. Sayangnya wajah pria itu diburamkan, hanya wajah Adel yang terlihat jelas. Tak terbayang sebesar apa hujatan dan hinaan terlontar untuk wanita itu.

Rasa kecewa, malu dan emosi menyeruak di dadanya. Wanita yang ia anggap lebih baik dari Kiran, lemah lembut, dan sesuai dengan kriteria wanita idaman nya, ternyata tak lebih dari wanita rendahan. Beruntung hubungan mereka tidak sampai tahap hubungan badan, karena untuk hal itu Zaky masih tak berani, ia masih melampiaskan nafsu primitif nya kepada Kiran, istri sahnya.

Beruntung lagi Adel pun tak pernah menggodanya sampai sejauh itu. Kalau ciuman dan bermesraan tentu saja mereka sering melakukannya. Maka dari itu Zaky yakin jika Adel wanita baik-baik. Hingga kenyataan itu kuat menamparnya. Dia merasa geli dan jijik jika mengingat sikap bajingan nya bermain belakang setahun belakangan. Tak tahu malu rasanya jika meminta belas kasih Kiran yang sudah disakitinya sedemikian rupa, tapi tak ada salahnya mencoba bukan.
_______________________________

Akhirnya sadar juga Kiran, kok sadarnya pas mau tamat sih. Ckckck.


Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang