Bab 22 : Apa selanjutnya

15.5K 1.4K 48
                                    

Happy Reading.

---------------------------------------------------------

"Ran, besok kamu jadi pergi ke pabriknya bareng pengawas kantor?"

Kiran menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Rizal. Dia sedang sibuk menyiapkan berkas-berkas yang harus dibawa untuk mengaudit keuangan di salah satu pabrik perusahaan sawit ini. Beruntung ia tidak di dikirim mengaudit keuangan perkebunannya, karena lokasi perkebunanannya berada jauh di pelosok hutan di Kalimantan.

Sekarang sudah hampir tiga bulan dia bekerja disini. Kiran mulai menikmati pekerjaannya di sini karena gajinya cukup besar untuk seorang fresh graduate seperti dirinya, tapi memang pekerjaannya juga tak main-main, sepadanlah dengan penghasilannya. Sikap Rizal yang dahulu saat wisuda menjauhinya, sekarang sudah berubah, lelaki itu mencoba untuk lebih dekat, namun tetap Kiran menjaga jarak. Ia tak ingin kembali bersikap canggung pada temannya itu jika mereka terlalu dekat.

Dan setelah pembicaraan nya dengan Rizal saat awal memasuki kantor ini, Rizal menunjukkan banyak perubahan. Salah satunya ia tak pernah lagi tebar pesona dengan menggoda karyawati di sini, tapi tetap menanggapi dengan ramah dan baik jika ada karyawati disini yang mengajaknya bicara, entahlah itu masih termasuk tebar pesona atau tidak, Kiran tak mau ambil pusing.

Namun sikap yang berbeda di tunjukan Rizal padanya, lelaki itu tetap menebar pesonanya pada Kiran dengan menjalankan tugasnya sebagai pembimbing dengan kelewat baik hingga saat ini. Hingga meskipun Kiran sudah paham akan tugas dan kewajibannya Rizal tetap membimbingnya atau merecoki, entahlah.

Seperti saat ini, Kiran mendapat dinas luar pertamanya ke pabrik pengolahan minyak goreng. Bersama tim pengawas, dia akan berangkat besok pagi, dinas ini akan memakan waktu tiga hari, namun karena lokasi pabrik cukup jauh memgharuskan dia dan tim pengawas menginap di hotel yang sudah disiapkan perusahaan.

Sudah berkali-kali Rizal bertanya soal perjalanan dinas ini, lelaki itu terlihat khawatir membiarkannya berangkat dengan dua orang tim pengawas yang kebetulan dua-duanya lelaki. Padahal Kiran biasa saja, karena tim pengawas tersebut dua-duanya sudah berkeluarga, jadi tak perlu juga khawatir berlebihan seperti ini.

"Kamu udah nanya itu berkali-kali Zal, dan udah aku jawab juga. Kenapa sih?" Tanya balik Kiran.

"Aku khawatir Ran, kamu cewek sendiri diantara mereka."

"Ehm.. ehm.."

Terdengar deheman yang dibuat-buat di sekitar mereka, maklum saja saat ini mereka berada di ruang divisi, jadi terdapat karyawan lain selain mereka yang mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Duh, gak enak bahas ini terus Zal, apalagi di dengar sama yang lain. Kesannya kayak ada 'sesuatu' diantara kita." Kali ini Kiran sedikit memelankan suaranya agar tak didengar yang lain.

Rizal yang duduk disampingnya langsung mendekatkan kursi mereka, pura-pura tak mendengar jelas suara Kiran yang agak pelan tadi, padahal ia mendengar nya.

"Kamu bilang apa tadi? Aku gak denger jelas." Rizal mendekatkan wajahnya ke wajah Kiran. Sengaja agak berbisik.

Kiran kaget saat merasakan ada tubuh dan hembusan nafas dekat disebelahnya. Lalu memalingkan wajah kearah suara. Sontak kondisi itu langsung membuatnya canggung dan tak nyaman, karena ternyata Rizal tengah menatapnya, dan jarak mereka sangat dekat, mereka sama-sama saling menatap dan terdiam. Hingga membuat apa yang ingin Kiran bicarakan langsung hilang dari kepalanya.

"Ehmmmm... Ini kantor ya anak muda, bukan kafe tempat untuk pacaran, pamer kemesraan dan sejenisnya." Teguran dari mas Beni menyadarkan mereka dari saling menatap beberapa detik tadi.

Sontak wajah Kiran memerah itu tak luput dari tatapan Rizal, dia masih setia curi-curi pandang ke arah gadis itu. Bahkan sejak awal mereka bertemu disini, Rizal terus memperhatikan nya.

Tak ingin munafik Rizal mengakui bahwa ia tertarik dengan Kiran awalnya yah karena wajahnya, wajah Kiran yang saat masih tomboy itu memang sudah terlihat menarik. Walau Kiran berusaha menutupi dengan gaya pakaian ala laki-lakinya. Karena itu Rizal mendekati nya perlahan, menawarkan pertemanan,karena memang saat itu Rizal hanya tertarik untuk mengenalnya saja, lagipula saat itu Kiran sedang dekat dengan Zaky dan benar saja tak lama akhirnya berita mereka pacaran tersebar.

Namun saat ia tak sengaja melihat Zaky sedang berjalan berdua dengan seorang perempuan yang ia tahu itu salah satu junior di kampus mereka, saat malam Minggu pula dan lagi saat itu ia tengah berpacaran dengan Kiran.  Membuat Rizal merasa marah. Ia paling anti dengan ketidaksetiaan, walaupun ia sering menggoda senior, junior bahkan dosen perempuan nya, tapi dia tidak pernah mengajak mereka pacaran. Bahkan ia tidak berpacaran dengan siapapun saat kuliah. Memang sikapnya tak bisa dibenarkan, karena tebar pesona itu salah juga, tapi ia merasa sikap itu menguntungkannya. Karena dari sikap jeleknya itu, ia berhasil menemukan aib seorang mahasiswa teladan yang selalu dipuji-puji karena sikap dan citra baiknya.

Secara sengaja Rizal mendekati junior wanita yang pernah ia lihat berdekatan dengan Zaky, sedikit merayu mereka dan voila para junior itu langsung menceritakan semua yang terjadi antara mereka dan Zaky tanpa dipaksa. Awalnya Rizal hanya ingin membongkar kebobrokan yang Zaky tutupi, tapi berakhir dengan rasa ingin melindungi Kiran, entah karena apa Rizal merasa tak tega melihat gadis polos keras kepala itu di manfaatkan.

Perubahan drastis Kiran saat setelah sidang kemarin, lebih mengejutkannya. Rizal akhirnya merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Ia tak tahu apakah ini akumulasi dari rasa peduli dan ingin melindungi sebelumnya, atau karena perubahan penampilannya atau karena keduanya, entahlah. Hingga Rizal mulai berusaha menarik perhatian gadis itu, menemaninya kesana-kemari bahkan mengantar jemput, hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.

Dan untuk pertama kalinya Rizal melakukan itu pada seorang gadis, ia memang senang menggoda, merayu bahkan meminta no hp mereka tapi hanya sebatas itu, Rizal bahkan tak pernah memulai SMS, menelpon duluan, mentraktir makan, berjalan berdua apalagi mengantar jemput mereka. Ia sadar orangtuanya bekerja sudah payah demi menghidupi nya disini, jadi ia tak ingin mengecewakan mereka. Tapi saat itu Kiran adalah pengecualian.

Hingga akhirnya kesempatan untuk mengungkap kan perasaannya datang, walaupun moment nya tidak tepat, tapi ia benar-benar tulus mengucapkan itu. Namun sayangnya niat tulusnya dianggap main-main oleh Kiran saat itu, Rizal sempat kecewa dan memilih menjauh. Walau akhirnya ia mengerti kenapa Kiran berpikir seperti itu.

Sekarang dia diberi kesempatan lagi untuk mendekati gadis ini, jadi dia tak boleh menyia-nyiakannya. Bahkan kini perasaan itu tumbuh lebih besar, Rizal perlahan berubah, ia tak ingin tak dipercaya Kiran. Dia sadar sikapnya yang suka terlalu baik, ramah dan akrab perempuan lain itu salah, dan yah dia berubah bukan hanya untuk Kiran tadi untuk kebaikan dirinya sendiri juga.

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang