Bab 29 : Ragu

13.2K 1.1K 37
                                    

"Ran, kamu kok bisa yakin gitu udah tahu masa depan kalian seperti apa. Aku tahu kamu bukan pembohong tapi ini aneh dan gak masuk akal."

"Dek, mas gak tahu harus bagaimana menyakinkan kamu, tapi mas bukan lelaki yang kamu sebutkan itu, percaya sama mas dek."

Ucapan dua lelaki itu beberapa hari lalu nyatanya cukup menganggu pikiran Kiran. Dia bahkan belum menjawab ungkapan perasaan Rizal karena tanpa sadar dia mengungkapkan keadaannya saat itu.

Kiran sangat bersyukur atas kesempatan baru yang dirasakannya saat ini, tapi nyatanya Zaky seolah tetap kembali berputar disekitar kehidupan nya, sejauh apapun ia ingin pergi dan menghindar. Kini ditambah adanya Rizal yang memberi warna baru di hidupnya yang sebelumnya hanya berporos pada Zaky.

Tak dipungkiri perasaan Kiran pada Rizal sudah mulai berkembang. Kiran tak bisa membohongi dirinya bahwa dia memang bahagia atas perlakuan spesial Rizal, tapi trauma pernikahan masih melekat kuat di otaknya. Dia takut, bagaimana jika suatu saat Rizal menjadi Zaky, mempermainkan perasaan lalu berselingkuh dibelakangnya.

Kiran tak siap, dan tak akan pernah siap. Disatu sisi dia merasa bahagia akan pencapaian baru dalam hidupnya, disisi lain Kiran takut melangkah. Entah ini bisa dikatakan dampak psikologis atau bukan yang pasti Kiran takut dengan yang namanya komitmen apalagi pernikahan.

"Kiran, Ran.."

Tepukan pelan di lengan Kiran menyadarkan dari pikirannya tadi. Dia sedang di kebun belakang rumah saat ini, membantu ibunya merawat tanaman.

"Eh.. i.. iya Bu."

"Melamun aja, tanaman ibu sampai habis daunnya kamu preteli? Ada masalah ditempat kerja? Tapi kemarin ibu lihat kamu happy happy aja selama bekerja." Pancing ibu.

"Umm Bu."

"Ada apa? Cerita sama ibu."

"Ada sesuatu yang ganggu pikiran Kiran. Bu, jika seseorang pernah mengalami kegagalan lalu dia takut melangkah karena takut gagal lagi itu gimana menurut ibu?"

"Gagal dalam hal apa dulu nak? Gagal ujian, gagal dapat kerja, atau apa? Karena kalau cuman gagal di kedua hal tadi, orangnya sediri yang rugi, gak mau mencoba lagi."

"Bukan Bu, ini lebih kompleks dari itu menurut Kiran. Misal ada yang menikah mereka bukan pasangan perjodohannya jadi memang sama-sama komitmen buat menikah. Si cewek memang udah jatuh cinta sama cowoknya tapi sikap si cowok masih abu-abu. Si cewek pikir seiring berjalannya waktu pernikahan si cowok bakalan jatuh hati padanya, apalagi setelah mereka menikah kan si cewek menyerahkan seluruh dirinya ke cowok, tapi sikap si cowok sama aja kayak masih waktu pacaran.  Si cewek pikir mungkin itu memang tabiat cowoknya, jadi dia gak masalah. Hingga akhirnya pernikahan mereka masuk tahun kelima, sikap si cowok mulai berubah, sering pulang malam, sok sibuk, tapi masih tetep minta jatah ke ceweknya, walau gak sesering sebelumnya. Hingga akhirnya si cewek tahu kalau cowoknya selingkuh. Lalu saat mereka bertiga berhadapan, si cewek, cowok dan selingkuhan nya, ehh cowoknya malah milih selingkuhan nya. Jadilah mereka pisah kan Bu. Lalu lama setelah menyembuhkan diri, si cewek bertemu dengan teman lelaki dari masa lalunya, teman lelaki itu ternyata jatuh cinta padanya, si cewek itu juga. Tapi karena gagal dimasa lalu, cewek ini jadi takut buat melangkah. Takut kalau nanti akhirnya akan di khianati lagi, takut kalau..."

"Ran.." Potong ibu.

"Itu kisah siapa? Kok kamu bisa lancar begitu ceritainnya ke ibu? Jadi ini yang buat kamu gak fokus dari tadi?" Tanya ibu penasaran.

Kiran kaget, ia tak menyangka akan mengungkap kisah hidupnya hampir secara detail ke sang ibu. Entah kenapa dia bisa se rileks itu berbicara perihal kehidupan nya tanpa berpikir bahwa kisah itu aneh untuk gadis seumuran dia yang biasanya hanya sibuk berpikir mencari uang, menikmati masa muda, mencari pacar dan bersenang senang.

"Emm.. i.. itu.. kisah yang Kiran baca di buku Bu. Kiran penasaran makanya tanya ke ibu." Elak Kiran.

"Masa sih. Kalau cerita di buku kan biasanya sudah ada penyelesaiannya, kenapa kamu jadi kepikiran begitu? Apa ada sesuatu?" Pancing ibu lagi.

"Eng..gak kok, gak ada apa-apa. Hehe.. Kiran hanya penasaran denger pendapat ibu." Kembali Kiran memberi alasan.

Ibu tersenyum lalu memandang wajah Kiran. Diajaknya anak gadisnya itu duduk di kursi taman agar tidak lelah berjongkok sambil bercerita.

"Firasat ibu ini ada hubungannya sama kamu, tapi gak mungkin kan, kamu nya aja belum nikah, masak udah takut nikah." Goda ibu sambil melihat reaksi Kiran.

Nyatanya tatapan kaget dan gugup Kiran membuat ibu kembali berfikir, ada apa dengan anak gadisnya? Sesuatu seperti apa yang sedang ia sembunyikan.

"Nak, dalam hidup kita bisa saja merencanakan yang terbaik. Tapi hidup tak akan semulus rencana kita. Selalu saja ada kerikil, ombak, batu atau apapun yang disebut cobaan datang menghampiri. Dalam rumah tangga ibu dan ayah, ibu bersyukur perempuan lain tak masuk dalam cobaan itu, cobaan kami hanya sebatas kesulitan uang saat awal berumah tangga dulu. Beruntung ayah tipe orang yang setia dan selalu menundukkan pandangannya, jadi godaan itu bisa ditepis sebelum berkembang.

Dari cerita kamu, ibu rasa si cowok tipe yang tak bisa menjaga pandangan ditambah dia tidak secinta itu dengan si cewek, makanya gampang tergoda, atau sengaja menggoda. Bisa sebenarnya jika si cowok mau dia mencintai dan menyayangi si cewek, karena perasaan itu bisa ditumbuh kan walau perlahan. Tapi si cowok sepertinya memang tak ingin menumbuhkan nya, pernikahan hanya sebatas formalitas dan legalitas atas semua yang dia ingin lakukan ke si cewek. Maka dari itu wajar jika hadirnya orang ketiga sangat rentan merusak pernikahan mereka. Kegagalan itu pasti sedikit banyak akan melahirkannya trauma bagi si cewek apalagi dia kan yang jatuh cinta." Ibu menarik nafas sebentar sambil melirik Kiran, melihat reaksi anak gadisnya itu.

Kiran hanya terpaku mendengar penuturan sang ibu sambil terus berpikir. Tanpa menyadari ibu sedang menatap, memperhatikan dan menilai. Yah ibu curiga cerita ini ada sangkut pautnya dengan Kiran, mengingat perubahan signifikan yang tiba-tiba dan total anak gadisnya itu. Tapi otak kecilnya ikut berkata bahwa itu tak mungkin,memangnya kapan anaknya menikah dan merasakan ini. Jadi yang bisa ibu lakukan hanya bisa menduga saja.

"Ibu gak bisa memberikan solusi yang baik seperti apa buat si cewek yang kamu ceritakan Ran, karena memang gak ada yang bisa menjamin bahwa kehidupan baru yang dijalani akan berbeda atau sama seperti sebelumnya. Tapi dengan mencoba pendekatan yang baik agar lebih mengenal, ditambah perjanjian sebelum nikah misalnya, mungkin akan bisa sedikit mengurangi rasa takut akan perselingkuhan yang di rasakan si cewek tadi. Itu bisa dibahas sama calon baru si cewek agar ceweknya merasa lebih tenang dan yakin untuk melangkah. Trauma itu pasti ada, tapi jangan berkubang sama trauma itu terus. Hidup itu melangkah ke depan, bukan ke belakang, jadi teruslah melangkah. Masa lalu jadikan pengalaman dan pelajaran."

"Yah perjanjian, ibu bener. Jadi biar calon barunya si cewek gak berani macem-macem." Ucap Kiran semangat.

Ibu tersenyum sambil terus memandangi putri nya.

"Semangat amat nak, ehh itu beneran bukan kamu kan yang ada dalam cerita?"

Kiran kaget mendapat pertanyaan yang sama dua kali dari sang ibu.
_____________________________

Maaf baru update, dunia nyata belakangan ini membutuhkan lebih banyak perhatian. 😁
Part depan, Kirannya udah sadar kok, dan cerita ini akan berakhir dalam 4 part lagi. 😊

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang