Gadis berambut hitam kecoklatan itu berlari memecah segelintir orang yang berlalu lalang. Napasnya berderu kencang. Menabrak satu demi persatu bahu yang menghalangi jejak orang itu.
“Maaf, saya tidak sengaja. Saya permisi, nona.”
Gadis itu menggerutu kesal. Sudah setengah jalan ia mengikuti orang berjubah hitam itu, takdir malah tak dapat diajak bernegosiasi.
Bahunya ditabrak oleh seorang wanita berjaket coklat. Mau tidak mau dia menghentikan kegiatannya tadi.
Korona. Gadis bernetra coklat. Berambut hitam kecoklatan. Tinggi semampai. Paras cantik. Dan pecinta buku.
Korona menarik nafas, lalu menghembuskannya setelah merasa siap. Ia akan pulang, menceritakan semuanya, dan kembali berkutat dengan buku kesayangannya.
Saat tubuh gadis itu berbalik, ia sempat tersentak karena tak sengaja menabrak tubuh seorang pria. Korona mendongak, mendapati iris merah pekat yang sangat mencekam.
Dirinya terlena. Menatapi ciptaan tuhan yang satu ini. Tanpa sadar-- bahwa itu orang berjubah hitam yang ia kejar tadi. Tanpa sadar-- bahwa wajah itu membuatnya degup jantungnya berpacu. Dan tanpa sadar bahwa pria bernetra merah itu menatapnya demikian.
Tangan pria itu menahan tubuh Korona dari punggungnya. Dingin. Dingin yang ia rasakan hingga menusuk ke raga. Mereka berdua tersadar, kembali ke dunia yang telah menggoreskan takdirnya.
“Apa kau kedinginan, tuan? Kau bisa memakai sarung tanganku.”
Korona merogoh tas kecil yang terselempang di bahu kanannya. Setelah mendapatinya, ia segera memberikannya kepada pria dihadapannya itu.
“Silahkan gunakan saja jika kau butuh. Saya pergi dulu. Maaf jika saya terlalu ceroboh. Saya permisi.”
Korona membungkukkan badan setelah pria itu menerima benda pemberiannya. Korona sempat tersenyum lalu berlalu meninggalkan pria itu.
****
Korona meletakkan tasnya di sofa rumahnya setelah sampai beberapa detik yang lalu. Ia menyusuri rumah menuju dapur, tapi tak kunjung mendapati siapapun disana.
Gadis itu bergidik acuh, membuka lemari pendingin dan mengambil sebotol kaleng soda.
“Sudah kubilang jangan terlalu sering minum soda, Korona.”
Korona menutup lemari pendingin dan berbalik badan.
“Sorry, aku lupa,” Korona menyengir lebar, “dimana Ailen?”
“Jangan bilang kalau kau mau menanyakan tentang jubah hitam, bunga lili putih, runtuhan bangunan, lumuran darah di jalan--eww, menjijikan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Blood
FantasíaKetiga gadis spesial yang menjadi target mutlak siapapun yang menginginkan keabadian. Tiga spesies gabungan terkuat yang memutuskan untuk kembali mencari orangtuanya yang telah lama hilang. Mereka dipaksa berjuang. Bertahan. Dan terus menetap. Lente...