"Makasih pak" alena memberikan uang lima puluh ribu lantas keluar dari mobil yang mengantarnya pulang.
"Mbak, mbak, ini kembalian-nya" bapak tersebut berlari berusaha mencapai tubuh penumpangnya, ia kalah telak dengan lift yang sudah menutup rapat membawa penumpangnya kelantai atas.
Selepas suara lift yang menandakan bahwa dirinya telah sampai dilantai yang ia tuju alena melangkah kan kakinya, membuka pintu apartementnya dengan mengetikan beberapa angka lalu memasuki apartementnya. Pandangan menatap sekeliling ruangan apartementnya lagi-lagi hembusan napas berat alena keluarkan.
Perlahan pertahanan yang ia buat sejak tadi runtuh seketika bahunya bergetar hebat, kedua tangan-nya menjabak rambut panjangnya, air berlomba-lomba keluar dari matanya sesekali bibirnya bergumam kata seandainya diiringi dengan rasa penyesalan yang mendalam.
Alena bangkit berjalan memasuki kamar mandi yang terletak didalam kamarnya menutup pintu dan mengunci pintu kamar mandi dari dalam tak membiarkan siapapun masuk kedalam kamar mandi itu.
Air keluar dari shower yang sengaja alena nyalakan, membiarkan air membasahi tubuhnya. Alena luruh dibawah kucuran air shower menatap nanar tubuhnya yang basah. Menertawakan kebodohan-nya yang diam saja tanpa perlawanan kala pria dewasa itu memperlakukan-nya layaknya jalang.
Tuhan semoga saja benihnya tidak tumbuh dengan begitu alena tidak akan perlu repot-repot memikirka kehidupan-nya selanjutkan karna selama kedua orang tuanya tak mengetahui keadaan-nya yang sebenarnya alena akan aman tapi tidak dengan perasaan-nya yang akan membunuhnya perlahan.
"Bunda maafin alena" gumam alena menatap nanar tubuhnya yang penuh bercak merah, bahkan pria itu meninggalkan kissmarknya diperut alena.
Selama ini alena tidak pernah merasakan sakit sesakit ini tidak pernah menangis sehebat ini tidak pernah menyesal se kesal ini. Dan yang paling terasa alena tidak pernah merasakan hatinya diremas kuat oleh tangan tak kasat mata.
Untuk kali ini saja biarkan alena menangisi penyesalan yang tak berujung ini dan menangisi kebodohan dirinya, alena bingung apa yang harus ia lakukan jika keluarganya mengetahui apa yang ia alami saat ini. Ia belum siap menerima tatapan menjijikan dari kedua orang tuanya.
Berkali-kali alena menancapkan cutter yang hampir saja memutuskan urat nadinya, darah menetes tanpa henti sepertinya pikiran alena sudah buntu dengan rasa penyesalan-nya. Ia tidak berharap membunuh dirinya tapi apa yang ia harapkan berbeda dengan tindakan yang sedang ia lakukan.
Perlahan penglihatan-nya memburam bibirnya membiru sempurna dan darah tak juga berhenti, dalam detik-detik penglihatan yang semakin meredup alena berharap ia tak-kan selamat dan semoga tuhan mewujutkan harapan-nya.
"Mbak... Mbak.. Mbak.. Bangun mbak" berkali-kali kedua pipi alena ditepuk kuat tapi tidak juga membuat kelopak mata alena terbuka bahkan hampir menutup sempurna.
"Masya allah darah" pekikan keterkejutan dari pria dengan umur hampir 50 itu menjadi kata terakhir yang alena dengar sebelum kesadaran-nya direnggut paksa.
Pria tersebut membawa perempuan yang sempat menjadi penumpang ojeknya, memasukan gadis dengan wajah pucat itu kedalam mobil tak memperdulikan pekikan atau panggilan dari beberapa karyawan apartemen's garden.
×××
"Dokter... Suster tolong" teriakan menggelegar membuat beberapa suster tergesa-gesa mengambil brankar untuk membawa gadis dalam gendongan rudin.
Suara sepatu yang beradu dengan lantai menjadi saksi bagaimana tergesanya para suster untuk membawa pasien-nya. Rudin menatap nanar pintu yang baru saja tertutup rapat sedangkan gadis yang ia tolong sudah dibawa oleh suster.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad girl and baby twins
RandomAlena selina abraham gadis nakal yang setiap harinya selalu membuat orang tuanya gemas dengan kelakuannya. Wanita imut nan manis yang selalu ikut balapan liar walaupun sudah dilarang oleh kedua orang tuanya. Walaupun nakal alena bukan gadis yang ma...