- 1 -

1.3K 182 847
                                    

Setiap lembar miliki cerita, kau harus sabar membacanya. Sedikit saja yang terlewat, mungkin saja yang kau rasakan pun juga akan berbeda.

Seperti itulah hidup.

🍁🍁🍁

Rintik hujan kembali membasahi kota sore itu. Tidak terlalu deras, namun cukup rapat, membuat seorang gadis remaja yang terlihat masih memakai seragam sekolah itu cukup berlarian sebelum akhirnya ia sampai pada sebuah kafe yang terletak tak jauh dari sekolahnya.

"Kasihan banget sih, jadi basah, kan?"

Entah sejak kapan sosok tinggi, tampan dengan tampang ramah jenaka itu berdiri di belakang Ayla, gadis yang saat ini terlihat berusaha menebas kecil seragamnya yang sedikit basah. Sedikit harap agar seragamnya dapat mengering meski sebenarnya hal tersebut sama sekali tak berdampak.

Gadis itu hanya diam, sengaja menuli lantaran malas menanggapi. Ia pun memutuskan untuk segera masuk ke dalam sebuah kafe yang telah lama menjadi tempat ia bekerja.

"Ayla, ya ampun. Kamu ke sini ujan-ujan ya pasti?"

Raut cemas seketika tergambar di wajah cantiknya. Nadin, rekan Ayla yang usianya sekitar dua tahun lebih tua itu memang sudah seperti kakaknya sendiri.

Gadis itu lantas terkekeh pelan, "Aku lupa mbak nggak bawa payung."

Puk

"Susah emang mbak kalo udah pikun begini," Seorang lelaki yang mengenakan seragam serupa menyahuti, bersamaan dengan handuk kecil yang tersampir apik di atas rambut gadis berseragam itu.

"Eh, Mas Raka." Nadin terlihat sedikit terkejut akan kehadiran putra dari pemilik tempat kerjanya itu yang begitu tiba-tiba.

"Mas Raka mau saya buatin apa?" tanya Nadin sopan sembari sesekali melirik Ayla yang secara terang-terangan memasang raut sebal sejak kehadiran lelaki tersebut.

"Matcha Green Tea Latte aja mbak kek biasa. Tapi aku minta Ayla aja yang buatin," jawab Raka sembari tersenyum, sesekali melirik gadis yang terlihat masih setia memunggunginya, "gapapa, kan?"

Nadin yang mendengar hal tersebut hanya dapat tersenyum ramah. Ia pun kembali menatap gadis yang sudah ia anggap seperti adiknya itu ragu.

Tentu saja gadis itu enggan. Terlihat dari bagaimana cara gadis itu menatap balik ke arah Nadin yang seolah berujar, "Kau saja!". Nadin mengerjapkan matanya beberapa kali, berlagak tak mengerti yang lantas membuat Ayla menghela napas kasar.

Jari mungilnya tergerak, menarik handuk kecil yang lebih mirip saputangan itu dari rambutnya yang sedikit basah. Sedikit meremas kuat, seolah melampiaskan kekesalan pada handuk tak berdosa.

"Gue tunggu ya." Raka berbisik, tepat di samping telinga Ayla. Bulunya meremang ketika hembusan napas dengan aroma mint itu menerpa kulitnya yang terasa dingin akibat hujan.

"Nggak waras!" desisnya kesal, tentu saja setelah Raka melangkahkan kakinya pergi menjauh dari tempat Ayla berdiri.

"Aylaa, udah sana, ganti seragam kamu dulu!"

🍁🍁🍁

"Nih!" Secangkir matcha green tea latte Ayla sodorkan pada Nadin. "Loh kok?"

"Ayolah mbak, mbak kan tau sendiri kalo aku paling males berurusan sama Raka, please ya mbak." Sedikit mengharap belas kasihan, gadis itu mulai memohon pada Nadin. Bagi Ayla, berhadapan dengan Raka hanya akan membuang habis tenaga yang ia punya. Bahkan ketenangan hidupnya serasa terancam setiap kali ia bertemu dengan Raka.

Stolen Before FallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang