"Lo pikir lucu?"
Nata berhenti melangkah. Lebih tepatnya terpaksa terhenti karena posisi Ayla yang kini berhasil berdiri menghadangnya, dengan tatapan yang kurang bersahabat.
Lelaki itu menghela napas. "Kenapa lagi?"
Ayla menyipit. Kali ini ia sungguh tidak dapat bersabar lagi. "Berapa kali gue harus bilang? Gue nggak suka lo terlalu ikut campur."
Nata diam, menyadari bahwa gadis yang tengah berdiri di hadapannya itu bukan tengah berpura-pura kesal.
"Lo pikir sikap lo yang suka seenaknya itu ngebantu gue?"
"Siapa juga yang bilang kalo gue niat bantu?" balas Nata bertanya balik. Rautnya datar, tanpa ekspresi, menatap Ayla biasa, seolah tak ada hal apapun yang terjadi. "Gue cuman muak sama tingkah konyol dua cowok lo."
"Emang lo nggak risih?" tanyanya.
"Risih," jawab Ayla segera. "Lo juga sadar kan kalo lo pun buat gue risih?"
Nata lantas menarik napas dalam. "Okay," jawab Nata mengalah. "Sorry kalo misal gue bikin lo nggak nyaman. Udah?"
Bibir Ayla terkatup, menahan kesal. Percuma saja pikirnya. Lelaki itu bahkan sama sekali tak terlihat merasa bersalah akan tindakannya. Sungguh, Ayla pun malas memperpanjang. Tapi ia harus tegas menyikapi sikap Nata yang menurutnya semakin merepotkan. Di sisi lain, ia pun tak ingin gedhe rasa dengan berpikir bahwa Nata selalu berusaha menolong dan peduli padanya.
Setelah mengumpulkan beberapa kalimat di benaknya, Ayla melengos. Berusaha menelan kembali kata-kata yang hendak terlontar menyahuti. Daripada berakhir menjadi tontonan beberapa siswa yang berlalu lalang, mungkin akan lebih baik jika ia tak memperpanjang masalah dengan menampakkan diri bersama Nata di koridor.
Tanpa sepatah kata pun, Ayla lantas berbalik, berlalu meninggalkan Nata yang hanya menatap kepergiannya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Nata tak lagi berbuat. Seraya menatap punggung gadis yang perlahan menjauh, isi kepalanya mulai berisik. Tak salah jika gadis itu kesal dan bersikap demikian. Sesungguhnya ia pun sadar, dirinya telah melampaui batas. Bahkan ia pun seolah mengabaikan batas yang sejak awal telah ia ciptakan. Bukan Ayla yang menerobos masuk, tapi memang dirinyalah yang berusaha untuk menerobos keluar, menembus batas yang tak seharusnya ia lalui.
Di tengah lamunannya, ponselnya singkat bergetar. Setelah menarik napas pelan, ia lantas membaca sebuah pesan yang baru saja masuk.
____________________________________________
Maura
Aku sakit
Bisa kita ketemu?
_____________________________________________Tak selang lama, sebuah panggilan masuk. Muncullah nama gadis yang beberapa hari terakhir tak terlihat di layar ponselnya. Lelaki itu hanya bergeming. Sama sekali tak ada tanda ia akan menjawab panggilan tersebut. Sampai pada akhirnya panggilan tersebut berakhir dan sebuah pesan kembali masuk.
_____________________________________________
Maura
Angkat, please
Aku bener-bener pengen denger suara kamu
_____________________________________________Nata mendengkus. Sejujurnya ia sedang tidak ada waktu jika harus meladeni kelabilan Maura hari ini. Ia sungguh mengerti dan mampu membaca apa yang akan dilakukan Maura setelah ini jika ia tak segera kembali menghubunginya. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk balik menelepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Before Fallen
RomanceAyla, tanpa sengaja harus terlibat dalam hubungan yang rumit dengan Nata, seorang siswa pindahan yang seringkali terjebak dalam situasi yang kian membuatnya penasaran. Tetapi siapa sangka jika rasa penasaran yang ia miliki justru berubah menjadi ras...