Seorang lelaki terlihat berdiri di persimpangan lorong yang temaram. Hal ini karena salah satu lampu yang seharusnya menerangi sepanjang lorong luar studio itu tidak berfungsi. Lelaki itu masih terlihat setia dengan sebatang rokok yang terapit manis di sela jarinya. Entah sudah berapa lama ia bergeming di tempatnya berdiri, berusaha untuk tak muncul di depan sepasang remaja yang terdengar tengah memperdebatkan sesuatu tak jauh dari studio yang mereka tempati.
Ia bukan bersembunyi. Dia lah yang lebih dulu berada di sana dengan segala hal di pikirannya. Ia tak bermaksud untuk mendengar pembicaraan yang mungkin tak seharusnya ia dengar, ia hanya enggan untuk beranjak. Lagipula ia pun sama sekali tak berkeinginan untuk ikut campur dalam urusan keduanya.
Tapi nyatanya, telinga tak mampu berpura-pura tuli. Sesekali ia terlihat menyesap kuat dan menghembuskan asap rokonya pelan, sedikit harap akan setiap hal yang ada di kepalanya pun ikut terhempas keluar. Cukup menarik, karena perdebatan antara sepasang remaja sebayanya itu lah yang justru membuat isi kepalanya sejenak beralih.
Ia tak juga beranjak, meski ia mendengar keduanya telah mengakhiri perdebatan. Untuk sesaat hening, sampai ia dapat mendengar derap langkah kaki yang kian mendekat.
Nata tak bergerak. Ia bahkan secara terang-terangan balas menatap gadis yang kini bergeming dengan raut yang tampak sedikit terkejut ketika melihatnya. Bukan kenapa, Nata hanya terpaku, bahkan gadis itu masih tetap terlihat cantik dan menarik di bawah redupnya cahaya sepanjang lorong malam itu.
Cukup lama, sampai Ayla memutuskan untuk tetap melanjutkan langkah, mengabaikan Nata yang tak juga melepas tatapan terhadapnya. Ia bahkan rasanya sudah tak peduli jika saja Nata mendengar perdebatannya dengan Ezra beberapa waktu lalu.
"Di luar hujan." Nata berujar datar yang seketika membuat Ayla berhenti, mengalihkan pandangannya ke luar. Samar, sudut bibirnya tampak sedikit tertarik. Bagaimana mungkin ia tak menyadari hal tersebut?
Untuk sesaat keduanya tampak terdiam. Sejak tadi Ayla hanya bergeming menatap langit malam yang tampak kehilangan bintangnya, sedangkan Nata hanya sibuk memandangi gadis yang mungkin tak sadar bahwa ia sedang diamati oleh seseorang yang sesekali masih menyempatkan diri untuk menyesap rokoknya.
Tanpa sepatah katapun, gadis itu tetap melanjutkan langkahnya yang pasti, mengabaikan Nata yang bahkan tak sedikitpun mengalihkan pandangannya. Samar, lelaki itu tampak tersenyum. Tersenyum karena menyadari bahwa ini adalah kedua kalinya gadis itu mengabaikan kehadirannya meski keduanya sama-sama berdiri pada jarak yang dekat.
Bohong, jika ia mengatakan bahwa gadis itu sama sekali tak menarik.
Ponselnya tiba-tiba bergetar panjang, menandakan sebuah panggilan masuk. Tanpa pikir panjang ia pun menatap layar ponselnya yang menyala, sebelum akhirnya menerima panggilan tersebut.
"Kenapa, Mau?"
"Kenapa kamu bilang? Kamu kemana aja sih sampe nggak bisa angkat telfon aku?"
Nata terdiam. Bukan karena pertanyaan Maura, melainkan karena matanya yang kini tak sengaja menangkap kegiatan seorang gadis yang terlihat berjalan cepat menerobos hujan malam itu.
"Sorry, aku nggak pegang hp tadi," jawab Nata sekenanya yang bahkan fokusnya masih tertuju pada hal lain.
"Aku ... "
"Wait, I'll call you later."
Tanpa menunggu respon dari Maura, Nata segera memutus panggilan.
"Shit!"
Dengan segera, ia berlari menyusul seorang gadis yang terlihat sibuk menerobos hujan tanpa menyadari adanya bahaya yang mengintai di sekelilingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Before Fallen
RomanceAyla, tanpa sengaja harus terlibat dalam hubungan yang rumit dengan Nata, seorang siswa pindahan yang seringkali terjebak dalam situasi yang kian membuatnya penasaran. Tetapi siapa sangka jika rasa penasaran yang ia miliki justru berubah menjadi ras...