Netra Ayla bergerak menatap sekitar. Gadis itu tampak sedikit bingung ketika Nata mulai memberhentikan mobilnya di sebuah lahan parkir yang cukup luas, tepatnya di depan sebuah rumah besar di salah satu kawasan perumahan elit kota Jakarta Selatan.
"Lo tunggu sini," ucap Nata tepat setelah ia berhasil memarkirkan mobil. Wajahnya kian memucat, membuat Ayla sedikit tak yakin jika lelaki itu benar baik-baik saja.
Gadis itu lantas mengedik samar sebelum kemudian memutuskan untuk memilih beberapa cemilan yang sebelumnya juga ia beli di minimarket untuk dijadikannya teman gabut.
Di sisi lain, Nata tampak beberapa kali menghela napas. Ia langkahkan kaki itu pasti seraya menampik rasa enggannya kembali. Setelah berhasil melewati pintu utama, ia tampak berhenti. Tempat yang dulu ia sebut rumah itu kian terasa asing. Untuk sesaat ia bahkan menahan napas, seperti tengah menahan sesak, sebelum akhirnya ia buang perlahan.
"Loh, Den." Tari cukup terkejut ketika mendapati putra majikannya yang tempo hari meninggalkan rumah itu secara tiba-tiba datang. "Aden kapan datengnya? Mau bibi buatkan minum?"
Menanggapi Tari, Nata pun menggeleng singkat. "Papa dimana, Bi?"
"Bapak ada," jawab Tari sedikit menggantung. "Lagi main biliar di belakang." Sedikit cemas, wanita paruh baya itu lantas sedikit mendekat. "Tapi sama perempuan, Den. Jadi kalo mau ketemu Bapak mending nanti aja."
Nata mendengkus. Tanpa perlu berpikir panjang, ia tentu akan mengabaikan saran Tari. Tiada ragu, ia biarkan kakinya melangkah menuju tempat yang sebelumnya telah disebutkan oleh asisten rumah tangganya itu.
Nata sontak mendecih dalam hati ketika mendapati pintu yang terbuka. Pria itu bahkan seperti sengaja hendak mempertontonkan padanya terkait dosa yang tengah ia lakukan.
"Oh!" Mendapati kedatangan Nata, pria yang baru saja menyodok bola warna putih hingga berhasil memasukkan bola kuning bernomor 4 itu lantas berseru lantang. "Anak papa udah dateng. Welcome home!" Lanjutnya sebelum kemudian tampak membisikkan sesuatu pada seorang wanita dalam balutan mini sexy dress di sampingnya. Keduanya bahkan saling melempar tatapan menggoda secara terang-terangan, hingga pria itu berakhir mencium pipi wanita tersebut singkat, membuat Nata seketika menatap keduanya jijik.
Wanita yang sepertinya telah putus urat malunya itu bahkan sempat terlihat mengerling padanya, sebelum kemudian pergi dan memberikan ruang untuk sepasang ayah dan anak itu berbicara.
"Papa pikir, kamu tidak akan datang," buka Danu, ayah Nata.
"Kita langsung aja ke intinya." Nata membalas malas. "Apa yang sebenernya mau Papa bicarain?"
Danu menghela napas. Ia lantas berjalan pelan menghampiri Nata seraya masih memegang stik biliar. "Tidak ada," ucap Danu santai. "Apa salah kalo Papa cuma pengen ketemu?" Danu menggaruk pelipisnya singkat. "Tapi melihat keberadaan kamu di sini, Papa yakin ada hal yang kamu sendiri ingin tanyakan ke Papa."
Nata sontak menghela napas. "Papa nyuruh orang buat ngikutin aku?"
Pria yang terlihat baru saja meletakkan stik penyodok bola biliar itu sesaat tampak mengernyit, menatap putranya bingung. "Apa kamu pikir Papa sekurang kerjaan itu?" balas Danu seraya berjalan keluar. "Meski ingin, tetap saja itu bukan gaya Papa."
Nata mendecih. "Bukannya dulu Papa juga sering nyuruh orang buat ngawasin Mama?"
Langkah Danu terhenti. Ia lantas berbalik seraya menatap putranya itu kecut. "Itu karena Mama kamu suka main api di belakang Papa."
"Could you just stop saying that?" Nata menatap pria itu dingin. Ia sungguh tidak nyaman mendengar pria itu terus menjelekkan ibunya meski telah tiada. "Aku tau Papa kecewa sama Mama, but please, she's died."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Before Fallen
RomanceAyla, tanpa sengaja harus terlibat dalam hubungan yang rumit dengan Nata, seorang siswa pindahan yang seringkali terjebak dalam situasi yang kian membuatnya penasaran. Tetapi siapa sangka jika rasa penasaran yang ia miliki justru berubah menjadi ras...