Nadin mengamati lelaki di samping Ayla dengan seksama. Netranya tampak bergerak pelan dari ujung kaki hingga ujung kepala, seolah tengah menilai.
"Oh?" Nadin membuka mulutnya kecil, menyadari sesuatu. "Temen Mas Raka yang waktu itu, ya?"
Sedang lelaki yang dimaksud hanya menatap Nadin tanpa ekspresi. Sejujurnya ia pun tak ingat pada perempuan yang sepertinya teman kerja Ayla itu. Tapi mendengar kalimatnya barusan, sepertinya mereka memang pernah berinteraksi ketika Nata datang ke tempat tersebut setelah menerima ajakan Dwiki. Lebih tepatnya setelah menerima foto yang dikirimkan oleh Dwiki waktu itu.
Nata tentu tak lupa hari itu. Hari dimana ia terpaksa kembali dan menemukan Ayla yang masih berada di kafe seorang diri. Hari dimana pria tak jelas yang tak lain adalah paman Ayla itu datang untuk menguntit gadis yang saat ini tengah ia sukai tersebut.
"Kenapa kamu nggak bilang sejak awal sih Ay, kalo mas ganteng ini calon suami kamu?"
Ayla refleks terbatuk. Bagaimana bisa Nadin kembali mengulang kalimatnya untuk kedua kali? Padahal Ayla sudah sempat bernapas lega karena Nadin membicarakan hal lain tadinya.
"Mbak Na-"
"Calon suami?" Kali ini, Nata menyahut, seolah meminta penjelasan. Ia pun refleks menatap Ayla yang saat ini tampak samar menelan saliva, lalu melipat bibir.
Ayla pun lantas melempar tatapannya ke arah Nadin. Bisa-bisanya perempuan itu membawa lelucon garing seperti itu ke luar? Bahkan tak tanggung-tanggung. Nadin langsung menggunakannya tepat di hadapan seorang Nata.
Sedang Nadin yang ditatap itu hanya lantas membalas dengan cengiran kecil.
"Oh, itu, Mas. Jadi tadi-"
"Udah beres belum sih yang di dalem?" tanya Ayla, memotong kalimat Nadin, sekaligus berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan. Yang benar saja! Apa Nadin bermaksud untuk menceritakannya?
Nadin jelas mengerti arti tatapan Ayla yang kini tampak memasang raut sebal, tetapi juga meminta tolong, pada paras cantiknya yang kini tampak memerah menahan malu.
Tentu saja. Ayla sudah cukup malu hanya untuk celetukan asal Nadin. Rasanya ia tidak perlu untuk menambah malu lagi hanya dengan kalimat penjelasan Nadin selanjutnya. Ia bahkan tak tau apa yang akan Nadin katakan pada Nata. Jadi, akan lebih baik jika Ayla membungkam Nadin saja dengan segera membawanya kembali masuk ke dalam.
Ayla bahkan sudah mulai mendorong Nadin agar segera masuk dan diikuti olehnya di belakang. Rasanya Ayla sudah tak mampu lagi untuk menoleh dan berbicara dengan Nata yang mungkin masih tampak bingung berdiri di belakangnya. Ia sungguh terlalu malu saat ini meski hanya untuk sekedar balas menatapnya.
"Loh, Ay. Mbak Nadin kan juga pengen kenalan sama calon suam-"
Dengan segera Ayla membekap mulut Nadin yang ia rasa tak akan mau berhenti begitu saja. Ia bahkan tampak lebih kuat mendorong Nadin agar perempuan itu segera berjalan dan pergi bersamanya, meninggalkan Nata yang lantas hanya mengamati sikap Ayla yang sedikit mencurigakan, tetapi juga menggemaskan dalam waktu yang bersamaan.
Tanpa sadar, Nata tersenyum.
Oh, tidak.
Ia bahkan terkekeh pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Before Fallen
RomanceAyla, tanpa sengaja harus terlibat dalam hubungan yang rumit dengan Nata, seorang siswa pindahan yang seringkali terjebak dalam situasi yang kian membuatnya penasaran. Tetapi siapa sangka jika rasa penasaran yang ia miliki justru berubah menjadi ras...