"Let's break up!"
Setelah sekitar dua puluh menit duduk berhadapan dan saling diam, pada akhirnya lelaki itu memecah keheningan. Maura tak menyahut. Air mukanya masih tampak tenang, berbeda dengan Nata yang justru tampak sedikit gusar lantaran menunggu jawaban.
Gadis itu lantas meraih secangkir coklat hangat di depannya. Dengan gerakan anggun, ia menyeruputnya sedikit. Sejujurnya, ia sama sekali tak kaget dengan permintaan Nata yang bisa dibilang tidak tiba-tiba. Karena ia sendiri pun menyadari perubahan sikap kekasihnya yang begitu kentara.
Ah, ini benar-benar masih pagi. Ia bahkan masih memakai baju tidur. Tidak bisakah lelaki itu sedikit berbasa-basi?
Lagipula keduanya memiliki lebih dari cukup waktu untuk melakukan banyak hal menyenangkan di dalam apartemen mewah miliknya. Hanya ada mereka berdua di sana. Bukankah ini saat yang tepat untuk saling melepas rindu dengan melakukan hal-hal yang belum sempat mereka lakukan selama tak bertemu?
"Harus banget ya kamu dateng sepagi ini cuman buat mutusin aku?" tanyanya terdengar santai. "Gimana kalo aku nggak mau?" tanyanya lagi seraya balas menatap Nata yang kemudian terdengar membuang napasnya singkat.
"I love someone else," aku Nata langsung pada intinya. Sebut saja itu hanya dalih. Karena ia sendiri pun tak yakin dengan perasaannya pada Ayla. Ia hanya sungguh merasa tak ada lagi yang bisa ia lanjutkan dari hubungannya bersama Maura.
Maura pun tertawa kecil, lebih ke arah menertawakan pengakuan konyol lelaki di hadapannya. "Cuman gara-gara itu?"
Nata lantas mengernyit.
"Why do you love her?" tanya Maura tanpa ekspresi. Tak dipungkiri, sebenarnya ia pun sedikit kesal. "Is she pretty? Or even sexier than me?"
Untuk sesaat Nata terdiam. Sesungguhnya ia pun tak mengetahui jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh gadis di depannya.
"I have no reason."
"Okay," tukas Maura kemudian. "Itu artinya kamu juga nggak ada alasan buat lebih milih dia daripada aku," tambah Maura yakin. "Aku tau, kamu mungkin cuma penasaran, bosen, dan lagi butuh selingan."
"Fuck!" umpatnya pelan.
"Aku tau kamu cuman ngarang," ucap Maura seraya menyandarkan punggungnya pada kursi. "Karena aku tau nggak akan segampang itu buat kamu bisa suka sama cewek."
"Mau-"
"Kamu mulai ngerasa hambar?"
Nata terdiam. Sepertinya gadis itu memang jauh lebih mengetahui apa yang tengah ia rasakan daripada dirinya sendiri.
"That's normal," ucap Maura santai. "Terlebih karena kamu nggak pernah ada niatan buat do something more sama aku selama kita pacaran." Kali ini Maura memasang wajah sebal. "Even you never kiss me."
Nata pun menarik napas dalam dan membuangnya pelan. "Is that really what you want?"
"Oh, please, Nat! Don't be so naive! Everyone wants it, especially as a couple like us!"
"That's why you're always kissing with him."
Seketika Maura terdiam. Maura tentu tahu siapa yang tengah Nata maksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Before Fallen
RomanceAyla, tanpa sengaja harus terlibat dalam hubungan yang rumit dengan Nata, seorang siswa pindahan yang seringkali terjebak dalam situasi yang kian membuatnya penasaran. Tetapi siapa sangka jika rasa penasaran yang ia miliki justru berubah menjadi ras...