"Cowo yang tadi itu, anaknya tante Nadine. Dia baru pulang dari rumah sakit. Abis praktek katanya." Mama berceloteh sambil menyodorkan segelas air putih kehadapanku.
"Oh tante Nadine istrinya om-om ganteng itu ma?"
"Hush, kamu ini." Mama menggeplak kepalaku pelan, yang sempat membuatku tersedak. Lalu lanjut memberi penjelasan.
"Iya, dia kesini disuruh tante Nadine. Katanya di rumahnya mau ada arisan keluarga. Jadi tante Nadine pengin pesan masakan ke mama."
"Tapi ma, mama kan udah ga terima pesanan gitu lagi. Mama itu sekarang harus istirahat. Biar yang kerja Karin aja."
"Aduh Karin pesanannya cuma satu menu kok. Lagian kan tante Nadine teman mama, ga enak kalau nolak."
"Kan bisa dibilangin baik-baik ma. Tante Nadine juga bakal ngertiin."
"Engga engga ga usah. Udah mama ga apa-apa. Kamu bantuin mama aja deh nanti kalau kamu ada waktu." Mama tetap keras kepala dengan keinginannya.
"Aku aduin ke Bang Arsen." Belum sempat aku meraih ponselku yang tergeletak di meja makan. Mama sudah lebih dulu merampas ponsel itu.
"Ih kamu mah, tukang ngadu. Ga perlu bilang ke Arsen juga." Mama tampak kesal.
"Biarin, biar mama diomelin. Pasti nanti dia juga ga setuju kalau mama mau terima pesanan masakan lagi." Ya, pasti bukan aku saja yang protes dan ga terima kalau mama mau repot-repot lagi menerima pesanan. Seperti halnya dulu saat mama masih banting tulang bekerja buat menghidupi keluarganya.
"Ya ampun Karin, kamu ga kasian apa? Arisan keluarga tante Nadine tuh 3 hari lagi. Kan kasian kalau mama nolak."
"Udahlah ma, paling juga bakal dipesenin ke restaurant terbaik sama Bang Arsen. Asal mama jangan kerja capek-capek aja."
"Mama ga bakal capek, kamu jangan ngadu ke Arsen atau Salsa ya." Mama berkata dengan wajah memelas andalannya. Oke, sekarang aku jadi ga tega sama mama.
"Iya udah iya."
"Menurut kamu, dokter yang tadi itu gimana?" Mama tiba-tiba memberiku pertanyaan. Yang membuatku mengurungkan niat untu membuka pintu kamar.
"Yang tadi papasan sama Karin, anaknya tante Nadine itu?"
"Iya, yang itu." Mama kenapa kelihatan antusias banget sih. Mencurigakan.
"Ya gantenglah ma. Tapi ga heran sih, orang ibu sama bapaknya cakep-cakep." Aku jadi kembali membayangkan wajah si om ganteng yang sedang terseyum hangat kepadaku. Saat berpamitan pulang setelah bertamu beberapa hari yang lalu. Bisa ya, udah tua tapi masih keliatan tampan gitu.
"Dia itu yang namanya Adrian. Iya ganteng udah gitu baik lagi. Mama jadi suka." Aku spontan melotot mendengar perkataan mama. Sejak kapan mama naksir berondong?
"Mama ga ada niat buat nikah lagi sama brondong kan ma?!"
"Hush, mulut kamu ya. Asal nyeplos aja. Maksud mama itu suka buat dijadiin menantu."
"Hah menantu? Kan udah ada Bang Arsen." Sepertinya mama sudah ngantuk. Ngomongnya udah mulai ngelantur ga jelas.
"Alah dasar cewe ga peka kamu, pantes aja jomblo terus. Ya buat kamu lah maksud mama. Dari pada sendiri terus. Bosen mama liatnya."
Lagi dan lagi, kenapa sih statusku harus di ungkit-ungkit terus. Maaf aja ya, aku ini jomblo terhormat.
Lalu mama meninggalkanku masuk ke kamarnya. Sekarang aku baru sadar akan satu hal. Yang entah kenapa sempat membuatku penasaran beberapa hari yang lalu.
Jadi, dokter tadi itu Adrian yang diceritain tante Nadine?
Ada satu kata yang langsung terbesit dipikiranku saat membayangkan wajahnya.
Menarik.
TBC
Thx buat yg udh baca
Jgn lupa vote n comment ya para Wattijen
C u!
KAMU SEDANG MEMBACA
moccacinyou
Teen FictionKatanya, semua manusia diciptakan berpasang-pasangan. Katanya, jodoh itu ga akan tertukar. Dan katanya lagi, jodoh akan datang dengan sendirinya. Tapi, apa aku harus percaya kalau pasanganku itu, akan datang secepat ini? Semuanya terjadi begitu saja...