'MCY ; 01'

1.1K 103 19
                                    

Secangkir moccacino, sepiring kentang goreng plus saus sambal, dan setumpuk kertas yang disusun tidak beraturan. Itulah pemandangan yang terhampar jelas didepan mataku.

Duduk sendiri di cafe yang cukup ramai pengunjung, dan yang lebih ngeselin adalah banyak dari mereka datang kesini bersama pasangan. Kalo aku? Kok duduk sendiri? Ya jelaslah, pacar aja gak ada, mau ngopi sama siapa coba.

Ingin rasanya aku menertawakan diriku sendiri.

Hah, aku sedang memeriksa pengeluaran dan pendapatan cafe bulan ini. Ya, benar cafe ini milikku. Bukan bermaksud sombong tapi memang itu kenyataannya. Eh, jangan iri dulu. Ini cafe bukan punya aku seorang. Cafe ini milikku dan juga sahabat cerewetku. Siapa lagi klo bukan Stephani? Dia satu-satunya sahabat yang ku punya.

Harus ku akui, dia adalah orang yang paling lama berteman denganku. Yang lainnya? Hanya memanfaatkan dan setelah selesai mereka akan menghempasku begitu saja. Dasar manusia!

Modal untuk membuka cafe ini juga kita patungan. Kami memiliki tabungan yang cukup, juga dibantu orang tua Stephani dan bang Arsen yang berbaik hati meminjamkan sedikit uang mereka untuk modal kami. Siapa itu Bang Arsen? Tenang saja akan aku jelaskan nanti. Persiapkan diri kalian, karena aku saja harus olahraga jantung setiap bertemu dia.

Biasanya aku akan melakukan pekerjaan apapun yang berkaitan dengan cafe didalam office. Yang terletak di belakang kithcen cafe ini. Cuma karena Stephani dan Kak Alvian sedang mencoba resep baru. Mereka sibuk mondar-mandir dari kitchen ke office. Jadi di sinilah aku berada. Harus fokus ditengah kebisingan para remaja yang sedang dimabuk asmara.

Ah, sialan. Apa perlu aku membuat peraturan baru di cafe ini?

Dilarang datang bersama PASANGAN!

Karena merasa gagal fokus, dan sedikit pusing. Aku memutuskan untuk membereskan setumpuk kertas itu. Lalu bergegas pindah ke office. Niat awalnya sih pengin ambil tas, jaket, dan juga kunci motorku. Dan lanjutkan pekerjaanku dirumah.

"Eh, eh Karin! Sini dulu, cobain deh ini enak banget sumpah ga boong."

Stephani memblokir jalanku menuju pintu office. Di sampingnya juga berdiri Kak Alvian dengan wajah lempeng khasnya. Dia membawa sebuah piring. Aku tidak tahu apa yang ada diatas piring itu.

"Apaan Tep?" Aku memang biasa memanggil dia Setep.

"Cobain aja udah." Tanpa aba-aba Kak Alvian menyodorkan sendok tepat di depan mulutku. Jadi otomatis aku mangap dan melahap makanan berwarna coklat itu.

"Enak ga? Enak kan? Kan? Kan?"

"Hmmm, enak banget. Emang ini apaan sih?"

Stephanie lantas jingkrak-jingkrak dan bertos ria bersama Kak Alvian. Mereka tersenyum bangga.

"Ye norak lu, ginian aja masa ga tau namanya", ujar Stephanie sambil menoyor kepalaku.

"Lo kok nyolot sih, nanya doang apa salahnya?" Dan terjadilah perang toyor-menoyor antara aku dan Stephanie.

"Weits ada drama apaan nih, story dulu ah. Hp gue mana nih. Aduh mana sih, jangan berenti dulu woy baru mau gue video in nih." Aku mendengar ada suara heboh yang menjadi backsound perang kami saat ini. Tidak perlu menolehkan kepala. Aku sudah bisa menebak pemilik suara itu.

"Amandaaa." Nah, kali ini suaranya Kak Alvian. Pasti dia lagi menegur si cunguk Amanda biar ga heboh sendiri.

Setelah samar-samar mendengar gerutuan tidak jelas Amanda, kedua tangan Kak Alvian menggapai tangaku dan Stephanie. Menurunkan tangan kami berdua, cengkramannya agak kuat. Jadi rada sakit gitu, emang dasar Kak Vian ga bisa selow dikit nih cowok.

"Itu namanya Lava Cake, dan ga usah ributin hal ga penting lagi!"

Kak Alvian akhirnya melepaskan cengkramannya. Secara spontan mulutku terbuka hendak protes. Dan nahasnya Stephanie melakukan hal yang sama.

"Sakit kaakkk," seruku yang bersamaan dengan si Setep.

"Lu kok ikut-ikut protes!"

"Ya emang sakit bego!"

"Ya ga usah barengan juga dong," aku mulai sewot lagi. Sudah tercium aroma-aroma perang susulan.

Seett

Kak Alvian dengan gerakan cepat membekap mulut kami berdua. Pengin aku gigit aja nih tangan, tapi ga berani. Gimana dong?!

"Ssstt diem kalian. Balik kerja sana!" Titah mutlak kak Alvian, kemudian dia berlalu masuk kedalam office. Sebenernya di sini yang pemilik cafe siapa sih? Kok malah aku yang di suruh-suruh? Ya ga masalah, kita saling kerja sama disini. Tapi kak Alvian itu emang nyebelin!

"Mamposs hahaha" Amanda mulai bersuara lagi setelah Si cowok labil berjalan masuk ke office. Amanda emang paling muda diantara kita berempat. Waktu lamar kerja di sini aku sempat ragu-ragu, tapi karna dia yang memohon untuk diterima aku jadi ga tega.

"Plis, kak aku hidup sendiri di sini. Jadi anak rantau tuh ga enak kak, aku butuh pekerjaan buat menunjang hidup aku di kota orang."

Kira-kira begitulah permohonan Amanda saat itu. Karna aku berhati selembut sutra, jadi aku ga tega dan terima Amanda begitu aja. Tanpa uji coba kerja di bagian kitchen, kasir dan juga waiter. Pekerjaan di sini emang fleksibel, alias kerja apa aja yang mampu dikerjain. Asal ga diem aja udah, dan cafe tetap terhandle. Kalian sudah dapet gaji yang lumayan. Enak kan?

Aku bergegas ke office hendak melakukan niat awalku sebelum tragedi bersama Stephanie tadi.

"Mau pulang?" Tiba-tiba Kak Alvian bersuara tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Pasti lagi chatting sama pacarnya, cih.

"Iya kak, aku duluan ya agak pusing juga. Kerjaan aku bawa sekalian lanjutin di rumah"

"Taruh sini aja, biar kakak yang lanjutin." Dia mengalihkan pandangannya dari layar ponsel, dan memandangku yang sedang sibuk memasukkan map berisi setumpuk kertas tadi kedalam tas ransel merahku.

"Ga usah kak tinggal dikit kok, aku bawa pulang aja"

"Ya udah kamu hati-hati." Duh perhatian banget sih kan aku jadi luluh, padahal belum lima menit yang lalu aku dibuat kesal sama dia. Begitulah Alvian Sanjaya, pintar membolak-balik kan hati wanita, tapi percuma juga sih dia udah punya calon. Hiya penonton kecewaaa.

TBC

Jgn lupa vote n comment yah para Wattijen:)
Thx n c u

moccacinyouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang