'MCY ; 23'

268 40 0
                                    

Tadi, masih pagi buta, aku sudah sibuk berkutat di dapur. Sempat bingung juga mau masak apa, karena Adrian cuma jawab terserah. Hadeh, mirip cewek kalau lagi diajak makan bareng, deh. Mama Nadine--aku nanti kena tegur lagi, kalau masih panggil Tante--juga sempat menghubungi aku pagi ini. Beliau bilang Adrian drop karena kelelahan, tekanan darahnya rendah, maag-nya sempat kambuh juga. Setelah berpikir singkat, aku memutuskan untuk memasakkan Adrian sup ayam dan jus jambu.

Katanya jambu biji bisa membantu naikin tekanan darah, engga tau juga sih tapi ya udahlah, aku tetap bikinin buat Adrian kali aja manjur beneran.

Dan sekarang aku sedang berdiri di depan pintu rumah Adrian. Setelah memencet bel sebanyak tiga kali, pintu pun terbuka, menampak kan wajah sumringah Mama Nadine. "Ya ampun Karin, lama banget mama ga ketemu kamu. Ayo masuk dulu, Nak."
Mama Nadine mempersilahkan aku untuk masuk ke dalam, bahkan saat aku belum mengucapkan salam. Pagi ini beliau terlihat sangat antusias, agak heran sih, pagi-pagi hini kenapa udah ceria aja.

"Assalamualaikum, Ma. Hehehe."

"Eh, iya Waalaikum salam. Duduk dulu yuk."

Aku digiring untuk duduk di sofa ruang tamu dengan Mama Nadine yang duduk di sampingku persis, benar-benar bahu kami saling nempel.

"Wah, bawa apa ini?"

"Oh ini, Ma, aku masakin buat Adrian. Barangkali Adrian pengen makanan rumahan." Jawabmu sambil melirik sekilas tas berisi kotak-kotak dan botol tupperware yang aku tenteng.

"Tuh kan, kamu ini menantu idaman banget deh. Adrian pasti langsung doyan makan ini mah, kalau kamu yang masakin. Pagi-pagi udah cantik gini, bawain masakan lagi. Aduuuh Mama ga tau mau seneng segimana lagi punya mantu kayak kamu."

Jujur sih, menurutku pribadi Mama Nadine terlalu berlebihan dalam mendeskripsikan aku. Aku ga sesempurna itu kok, apalagi disandingkan sama Adrian. Minder banget, cuy!

"Kamu udah sarapan belum? Mau minum apa? Bilang aja jangan sungkan."

"Udah tadi, Ma. Ga usah repot-repot."

"Alah, repot apanya?! Udah Mama suruh mbak bikinin kamu teh ya, mau?" Aku hanya tersenyum pasrah menanggapinya.

"Mbak! Mbak! Sini dulu bentar."

"Iya, Bu." Tidak lama setelah jawaban itu, muncul seorang gadis dengan celana hitam dan kaos lengan pendek berwarna kuning, rambutnya diikat rapi. Oh pantesan dipanggil mbak, ART-nya masih muda ternyata.

"Kenapa, Bu?"

"Tolong kamu buatin teh ya, sama ambilin cookies kacangnya Adrian sekalain. Kayaknya masih ada stok di lemari dapur."

"Eh iya, Bu. Omong-omong ini ponakan Ibu, ya? Kok ga pernah liat ya saya, jarang main kesini kayaknya."

"Ngawur aja kamu, Mar. Ini mantu ibu. Cantik, kan?" Ucap Mama Nadine sambil merangkul lengan kananku.

"Calon kali, Ma."

"Alah sama aja, kamu udah jadi anak Mama kok."

"Oalah, calonnya Mas Adrian ya?" Mbak-mbak itu ikut nyeletuk.

"Iya, yang waktu itu Ibu cerita. Udah kamu bikinin teh dulu, gih. Kasian Karinnya belum disuguhin apa-apa."

"Eh iya, Bu. Saya ke belakang dulu ya, Bu, Mbak."

Lalu ART tadi melenggang pergi setelah membungkuk kepada kami. Kalau boleh aku tebak, mungkin mbak yang dipanggil Mar oleh Mama Nadine itu, umurnya di bawahku. Sekitar delapan belas tahun lah. Soalnya wajah dia masih imut-imut, penampilannya juga mirip anak SMA.

moccacinyouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang