' MCY ; 16'

309 52 4
                                    

Setelah makan siang, aku berniat berangkat kerja. Tadi pagi Kak Alvian sempat menelfonku, katanya siang ini dia ada jadwal siaran yang mana membuat dia datang ke Carnation lebih sore. Seperti yang aku pernah bilang Kak Alvian itu pekerja keras, dengan bekerja sebagai Barista saja sepertinya gak cukup untuk memenuhi biaya hidupnya. Dia juga bekerja sebagai penyiar radio.

"Karin kamu mau langsung berangkat?" Aku mengangguk merespon pertanyaan Mama yang sedang duduk di sofa sebrang. Sedangkan aku duduk di sebelah Adrian. Iya, dia datang berkunjung siang ini. Katanya ada yang mau disampaikan sekalian juga mengantar aku kerja.

"Oh iya yan, katanya kamu mau ada yang diomongin? Ada apa emang," aku menanyakan perihal pesan itu karena aku takut keburu lupa nantinya.

Aku melirik mama yang sepertinya juga penasaran. "Ada apa?" Bertanyaan mama itupun langsung ditanggapi oleh Adrian, "jadi gini tante, minggu depan ada acara nikahan sepupu saya." Adrian mengeluatkan sebuah undangan berwarna hitam dengan ukiran tulisan silver dari dalam sakunya.

Undangan itu tidak seberapa besar. Kira-kira seukuran amplop putih untuk surat izin sekolah biasanya.
"Eh, terima kasih. Ini sekeluarga ya?" Tanya mama setelah membuka undangan itu dan membaca sekilas isinya. Disambut dengan senyuman oleh Adrian, "iya tante."

"Ya udah nanti tante kabarin Arsen dan Salsa, sekali lagi terima kasih." Aku yang dari tadi hanya menyimak memutuskan untuk bersuara. "Kalo gitu Karin pamit ya ma, keburu sore." Ijinku sambil bangkit dari sofa. Disusul dengan Adrian juga.
"Iya hati-hati ya kalian." Aku mencium punggung tangan mama juga kedua pipinya. "Duluan tante, Assalamualaikum." Setelah mendengar jawaban salam dari mama kami bergegas menuju mobil Adrian.

***

"Makasi yan udah nganter. Aku duluan ya." Tiba-tiba tangan Adrian mencekal lengan kiri ku. Aku spontan menoleh dan mengernyitkan dahiku. "Nanti kabarin." Sempat terdiam sesaat, akhirnya aku mengaggukan kepalaku paham apa maksud dia. Sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan gaya bicara Adrian yang minim kata itu. "Iya nanti kalau udah pulang aku kabarin."

Baru saja aku melepaskan sabuk pengaman dan hendak membuka pintu mobil, namun tangan Adrian menarik pelan lenganmu, lagi. "Minggu depan kamu berangkat sama aku." Belum sempat aku menjawab, dia menambahkan kalimatnya. "Ya udah kamu hati-hati," ucapnya sambil tersenyum tipis.

Deg

"E-eh eh iya. Bye Adrian." Aku buru-buru membuka pintu mobil dan tanpa sengaja menutupnya sedikit keras. Berjalan ke pintu kafe dengan langkah cepat. Sialan senyum apa itu, kenapa terlihat manis sekali di wajahnya. Ya tuhan ya tuhan, aku ga tahan baper sendiri kan jadinya. Hal itu membuatku tidak bisa menahan senyum cerah di bibirku. Ah, kenapa semakin hari aku semakin jatuh padanya. Apa dia merasakan hal yang sama?

***

"Eh rin liat deh." Amanda menyenggol lengaku berulang kali. Menggangu kegiatanku yang sedang memberi taburan keju diatas pasta. "Apa sih man?!" Tanyaku jengah.

"Lu tau ga tadi yang mesen tuh orange juice sama pasta siapa?" Amanda bertanya sambil tetap memandang kearah kasir. Atau lebih tepatnya ke arah meja-meja pelanggan?

"Mana gue tau, kan lu yang nerima pesanan." Amanda mencubit lenganku pelan tapi mampu membuatku meringis juga melemparkan delikan kearahnya. "Cogan anjir rin, mana waktu abis nyebutin pesanan dia kasih gue senyuman lembut dong. Aishh meleleh dedek bang." Aku yang gemas melihat Amanda senyum-senyum malu dengan tatapan menerawang, memutuskan untuk mendaratkan sendok dijidatnya.

"Tuk"

"Anjing." Amanda tampak kaget lalu menoleh kepadaku dan membalas dengan memberiku cubitan ganas khasnya. "Aduh sakit bego!" Protesku.

moccacinyouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang