'MCY ; 42'

187 16 0
                                    

Tidak terasa kalender sudah mencapai tanggal 30 Desember, yang mana besok adalah malam tahun baru. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Carnation akan lebih sibuk dan buka hingga dini hari. Kami akan menyediakan hiburan berupa live music juga dekorasi ala-ala tahun baruan, tidak lupa countdown bersama saat pergantian tahun nanti.

Carnation juga menawarkan banyak discount dan special menu.
Ditengah kesibukan ini, aku dan Stephani menyempatkan makan malam bersama untuk melepas penat sejenak. Kebetulan Stephani sedang mencari kado untuk Faisal yang sebentar lagi berulang tahun.

"Lu suntuk gak sih, Rin? Rasanya gimana ya... gue rada gedek sama rutinitas gue sehari-hari. Bangun pagi-kerja-pulang malam kecapekan tidur, besoknya gitu lagi."

"Sama sih, Tep, tapi ya mau gimana lagi. Mana repot kita mau nikahan lagi, gue makin stress."

"Kalo dipikir-pikir, kok bisa ya... kita nikahannya deketan gitu."

"Udah takdir."

"Pasrah amat jawaban lo anjir hahaha."

Sambil terkekeh aku membuka topik baru, "by the way, kan katanya orang mau married adaaa ajaa ujiannya, lo ngerasain ga sih, Tep?"

"Lo kek gatau aja," jawab Stephani dengan memutar bola mata, malas. "Lu kan tau gue struggle-nya gimana anjer. Ngurusin wedding party wajarlah ya ribet, namanya juga acara gede. Tapi gangguan dari hal-hal yang ga lo duga tuh adaaa aja emang, Rin. Dari yang tiba-tiba gue sering cek-cok sama Faisal, ditambah Faisal yang masih sibuk karena baru pindah kerjaan di Indo kan. Terus mantan gue yang kek tai, lo tau sendiri kan kasus si anjing satu itu."

"Oiyaa lo pernah kena senggol lagi sama babi hahahha."

"Ya makannya. Tapi, Rin, kalo menurut gue nih, mau seberat apapun kalo hati lo yakin ya trobos aja. Mau masala A sampe Z juga gua jabanin, karena gua sama Faisal udah yakin buat ke jenjang yang lebih serius. Banyak orang yang udah nasehatin kan, kek ngasih peringatan gitu kudu kuat-kuat kalo banyak masalah, jadi di awal gua sama Faisal udah sepakat, mau berantem segimanapun harus diselesaiin bersama."

"Bagus pinter kalian," sahutku menggangukan kepala.

"Lo lagi ada masalah? Keknya terakhir gua tau lo masih adem-adem aja, apa lagi waktu bobo cantik di sofa ruang te-"

"Stop anjrit! Ga usah bahas itu lagi, please. Gue malunya masih berasan sampai sekarang."

Bobo cantik yang dimaksud Stephani adalah saat aku sakit bulanan sekitar dua minggu yang lalu. Ya benar, aku terlelap dipundak Adrian dan ternyata kami berujung tidur meringkuk di sofa. Itu berdasarkan info dari Stephani, sih. Karena tidurlu saat itu sangat pulas bahkan tidak terasa kalau Adrian juga ikut tertidur dan memelukku dari belakang agar tidak jatuh dari sofa. Aish.. sudah lupakan, intinya begitu.

"Jadi.. ada kendala apa nih bunda?"

Aku menggerutkan alis untuk sesaat. "Lah gua belum cerita ke lu, Tep? Si Kamila ada chat gua minta ketemu katanya mau ada yang  diomongin."

"SUMPAH LO, SI MAK LAMPIR ITU?"
Suara Stephani cukup lantang sampai-sampai menarik perhatian beberapa pelanggan resto ini. Melihatt kearah kami dengan pandangan heran juga kepo.

"Ssttt... anjir mulut lo! Iyaa, Teepp, karena gua lagi sibuk akhir-akhir ini jadi gua minta ketemunya abis taun baruan aja."

"Baguuus lo yaaaa, gada crita apa-apa ke gue. Terus lo kalau udah ketemu dia mau ngapain? Emang dia mau ngomong apaan? Gue ikut dong, gemes banget pengen jambak dia lagi."

"Gue juga gatau, Tep, dia mau ngobrolin apaan. Perasaan gue sama dia gada urusan samsek."

"Terus ngapain lo turutin begoo!"

"Dari pada berisik spam dm ke IG gue, udahlah gue tutup kuping aja ntar serah dia bacot apa, penting cepet selesai."

"Gue ikutt gue ikutt!!"

"Jangan deh, Tep, gue sendiri aja. Kalo urgent gua pasti kabarin lo lansung."

"Gak asik lo ah, okay dehh. Lo kasih tau Adrian kan?"

"Engga nanti aja deh kalo udah beres."

"Riin, please, ga usah gila-gilaan deh. Ga bisa gitu dong, lo harus terbuka sama Adrian, apapun yang nyangkut kalian berdua harus dibahas bareng. Ga bisa lo tanganin semuanya sendiri."

"Aduuh gua takut ganggu sebenernya, tapi ya udah deh gue pikirin lagi. Sekarang mau fokus sama acara besok, nih."

"Ga perlu mikir lagi itu mah. Awas aja lo sampe gak ngasih tau Adrian, bukan si mak lampir yang gue jambak tapi lo," ujar Stephani dengan telunjuk yang mengacung tepat di deoan wajahku.

"Buat besok hadepin ajalah gue udah capek ya anjir awas aja kalo besok ada yang aneh-aneh, gue tabokin," lanjutnya dengan raut pasrah.

"Hahah pasrah amat jawaban lo," ujarku mengikuti perkataannya beberaoa menit yang lalu. "Eh iya, sekarang udah jam berapa?"

Stephani melihat sekilas arloji ditangan kirinya, lalu mendongak kembali menatapku. "Jam sepuluh nih, Rin. Balik yuk gue mau tidur cepat malam ini."

"Lah udah jam segitu aja. Yodah ayo-ayo."

Kami bergegas meninggalkan kawasan Mall itu, menuju apartment Stephani terlebih dahulu karena hari ini dia tidak membawa mobilnya.

Kemudian aku menyusuri jalanan kota di malam hari dengan motor matic andalanku. Sesampainya di rumah, aku sempatkan menghubungi Adrian. Meminta maaf karena harus menolak ajakan new year date darinya.

Ah iya, aku tidak sempat membahas Kamila. Ya sudah nanti saja dekat hari-H, aku kasih tau dia.

Aku terlelap dengan handphone di samping bantalku, yang menampilkan durasi sudah berapa lama sambungan telfonku besama Adrian berjalan. Yah, itu suatu kebodohan juga sih, karena keesokkan paginya ponselku mati total kehabisan daya.


TBC

Cuma 800an words:((
Thanks buat yg stay baca sampai chapter ini. Thanks jg buat support-nya, vote, komen, read, semuaaa. Semoga memuaskan yaa!!

brgkali ada yg mau nraktir sy hehe
https://trakteer.id/runa_may/tip

C u!

moccacinyouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang