'MCY ; 31'

272 24 0
                                    


Besok adalah jadwal kami pergi ke Bali, aku berangkat bareng Mama dan Stephani, sebenarnya aku juga mau sekalian booking hotel cuma Setep maksa buat nginep di rumahnya saja. Aku enggak enak karena acara lamaran akan diselengarakan di kediamannya jadi takut makin ngerepotin, cuma Mama dan Daddy nya sampai telfon aku biar aku sama Mama nginep di rumah mereka saja, emang sebaik itu mereka.

Dan saat ini aku sedang menahan tawa melihat wajah kusut Salsa. Baru saja dia meminta izin ke Bang Arsen untuk ikut ke Bali  tapi sayangnya pekerjaan Bang Arsen lagi hectic nggak bisa ditinggal. So, kalau Bang Arsen ga pergi, Salsa otomatis enggak juga.

"Udah lah, Sal. Ntar juga lu bakal liburan sendiri."

"Tapi gue penginnya bareng kalian," jawab Salsa sambil melotot ke aku.

"Idiiih ... santuy, Mak!"

"Mak, mak mata lo soek!"

Aku auto ngakak dengar omelan Salsa. Nggak lama Bang Arsen keluar dari kamar dan bergabung dengan kami di ruang TV. Oh iya, berhubung akhir pekan ini aku dan Mama ke Bali, alhasil Salsa dan Bang Arsen berkunjung ke rumah di hari Kamis begini. Mama jadi ribut sendiri di dapur nyiapin jamuan buat makan siang nanti. Kebiasaan Mama paling nggak bisa diem kalau ada tamu.

"Udah dong Yang, masa kamu masih ngambek sih?!" Aku memutar bola mata begitu menyadari drama menye-menye akan segera terjadi.

"Diem deh, aku lagi nonton. Jangan berisik!"

"Nonton apaan, orang kamu lagi swipe menu doang," jawab Bang Arsen sambil mengintip handphone Salsa, yang buat aku nggak kuat nahan tawa.

"Ihh Arsen, minggir sana geseran! Jangan deket deket aku."

Bang Arsen bukannya menjauh malah makin mendekat dan meluk Salsa. "Nggak mau."

"Sen ihh apaan sih!" Salsa menggeliat di pelukan Bang Arsen tapi tetap aja nggak mempan.

Haduh, aku harus cepat-cepat pergi dari sini. Aku sudah bosen, eh bukan bosen lebih tepatnya enek liat orang mesra-mesran gini. Bawaannya geli sendiri, kalian gitu juga nggak sih?

"Hadoooh, mulai bucin cheeeck," sindirku sambil mengeluarkan ponsel dari kantung celanaku. Lebih baik ghibah online bareng Stephani aja.

"Eh ada Karin? Dari kapan kamu di sana?"

Setelah mengerutkan dahi dan memberikan tatapan sinis ke Bang Arsen, aku nyaut, "Hahaha lucu!"

"Lah, ditanyain malah sewot."

"Udah dari tadi kali Karin di sono, nggak usah pura-pura nggak liat deh," jawab Salsa yang masih sinis, aku mengulum senyum mendengar itu.

"Lagi ngebucin, mana mungkin merhatiin sekitar. Udah ah! Mending ke dapur dari pada liat Bang Arsen."

"Karin, iri itu tanda tak mampu. Sabar aja ya, bentar lagi kamu bakal ngebucin juga kok." Astaghfirullah, punya ipar satu kenapa nyebeliinnya sampai ubun-ubun gini sih?!

"Nggak mampu apaan, abang kira aku fakir apa?"

"Lah kan emang iya? Fakir cinta." Setelah itu Bang Arsen ngakak dan sialnya Salsa yang lagi sewot juga ikutan ketawa.

"Bangke, awas lu Bang!"

"Awas apa coba, sini maju kamu!"

"Wah nantangin, aku nggak takut ya. Sini! Mau aku buat Bang Arsen pincang, biar flashback jaman puncak kebucinan abang dulu," jawabku sambil nahan tawa tapi ujung-ujungnya tetap aja ngakak karena Salsa ketawanya makin jadi.

"Hahaha ... aduh, Rin lu jahat banget dah hahaha ..."

"Oh gitu ya kamu, Rin. Liat aja nggak abang tambahin uang jajan buat ke Bali kamu yaa."

moccacinyouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang