'MCY ; 09'

394 62 1
                                    

Malam ini hujan turun dengan derasnya.

Momen seperti ini enaknya makan mi kuah yang pedas, sambil nonton film di tengah malam yang berisik akan guyuran air hujan. Bisa juga menghabiskan waktu dengan bertelfon ria sama pacar ngobrol ga jelas tapi tetap aja ketawa-ketawa sampai subuh. Atau bisa juga baca novel sambil dengerin musik sebagai backsound.

Tidak satupun dari semua hal itu yang bisa aku lakukan. Aku hanya rebahan sambil memandang atap kamar. Padangan kosong, gak gerak sama sekali, pengin tidur tapi ga bisa. Bingung juga mau ngapain. Ini beneran malam yang berat. Pikiranku penuh semenjak mama bilang mau jodohin aku.

"Kamu sama Adrian gimana sekarang?"

"Gimana apanya ma?" Aku memalingkan pandangan dari handphone sebentar, lalu lanjut mengedit foto untuk feed di instagram Carnation.

"Ya kalian berdua gimana sekarang? Masa ga ada kemajuan." Dari nada bicaranya mama terdengar kesal. Jadi aku mematikan layar ponselku dan memasukannya ke dalam saku celana jeans. Lanjut nanti aja ngedit nya.

"Biasa aja ma, emang kenapa sih?" Mama sempat memandangku tajam, setelahnya ia memalingkan wajah ke kanan.

"Mama sama tante Nadine mau jodohin kamu dan Adrian."

"HAH?! Maksudnya? Mama apa-apaan sih." Aku kaget juga heran dengan mama. Kenapa tiba-tiba bilang gitu. Kalau ini cuma bercandaan saja. Jujur aku sedikit kesal, ga lucu sama sekali. Aku lagi ga minat punya hubungan serius sama cowok. Jadi agak males kalau ada yang bahas tentang pasangan.

"Iya, kalian kelihatan cocok."

"Mama lagi bercanda kan?"

"Mama serius Karin. Kamu ga mau? Lagian kamu juga ga punya cowok kan, apa salahnya dijodihin. Adrian juga udah setuju. Dia itu cowok baik-baik, mama bisa percaya kalau kamu sama dia."

"Kok main bilang setuju aja sih! Karin ga mau ma di jodohin gini. Karin lagi ga pengin punya hubungan sama siapapun." Nafasku mulai naik turun tidak beraturan.

"Mau sampai kapan kamu gini Karin? Setiap kali dideketin pasti menghindar. Kamu juga butuh pasangan Karin, ga selamanya mama ada di sisi kamu!"

"Tapi ga gini ma caranya. Kalau nanti hubungan Karin sama Adrian gagal gimana? Karin ga mau sakit hati terus-terusan karena cowok ma! Karin juga ga tau Adrian baik beneran atau engga. Kalau dia cuma baik di depan aja gimana? Karin juga kan yang susah."

Mama memandangku tidak percaya. Lalu menghembuskan nafas dan berkata, "Ga semua cowok itu munafik Karin. Mama cuma pengin yang terbaik buat kamu. Adrian anak baik mama percaya dia. Mama pengin kamu pikiran ini baik-baik." Setelahnya mama bangkit dari sofa.

Aku sebenernya udah ga tega liat mama dengan ekspresi putus asa dan terlihat ingin menagis gitu. Cuma aku juga ga mau di jodoh-jodohin.

"Karin gue mau ngomong." Aku terkesiap saat Salsa tiba-tiba menghampiri dan duduk di sebelahku. Ditemani Bang Arsen yang duduk di sofa sebrang. Ya, Salsa dan keluarga kecilnya lagi berkunjung ke rumah mama.

"Mama benar Karin, ga bisa lu ngehindar terus. Mau sampai kapan?" Awalnya aku heran kenapa Salsa berkunjung, padahal ga lagi weekand. Sekarang aku sadar, mungkin Salsa udah tau kalau aku mau dijodohin.

"Tapi gue ga mau Sal!"

"Rin, dengerin. Gue pernah diposisi lu. Gue ga percaya ada cowok baik-baik di dunia ini. Lu tau sendirikan gimana gue dulu. Ga pernah serius kalau punya hubungan. Gue suka mainin cowok. Karena gue merasa cowok sama aja bangsat semua!"

"Language, sayang!" Suara Bang Arsen mengintrupsi.

"Sorry." Salsa meoleh sekilas lalu lanjut ceramahin aku. "Tapi itu berubah waktu gue ketemu Arsen rin. Akhirnya gue percaya kalau ga semua cowok itu jahat kayak suami mama dulu. Gue juga pengin lu nemuin cowok baik yang bisa jagain lu rin. Dan kami semua percaya Adrian bukan cowok munafik. Mama ga selamanya ada di sisi kita. Lu mau sendirian seumur hidup?"

"Lu jangan bilang gitu dong!" Aku menatap kesal Salsa, dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Ya mangkannya lo kudu lebih terbuka rin! Kita emang punya cara sendiri buat benci sama makluk yang disebut cowok. Gue dulu suka mainin mereka. Dan lo suka ngejahuin mereka. Tapi pada akhirnya kita ga bisa hidup sendiri."

"Ya terus gue harus gimana dong Sal." Suaraku bergetar diakhir kalimat.

"Tenangin diri dulu, gak ada salahnya lu terima perjodohan ini." Salsa berdiri hendak kembali ke kamarnya.

"Kamu duluan aja." Bang Arsen tetap duduk tenang, memberi tatapan kepada Salsa. Lalu Salsa tersenyum kepadaku dan pergi ke kamarnya.

"Karin sini dulu." Bang Arsen menepuk tempat kosong disebelahnya sambil memberiku kode untuk duduk di sana.

"Apa lagi bang, mau nyeramahin gue juga?!" Ayolah, aku udah ga tahan. Mau nangis aja rasanya. Kalau Bang Arsen nasihatin aku juga. Aku bakal nangis di depan dia nanti.

"Karin, abang ini juga cowok. Abang tau mana yang beneran baik mana yang munafik. Abang ga mau maksain kehendak buat kamu terima dijodohin. Kamu udah kayak adik abang sendiri. Sekarangkamu jujur, apa yang lagi kamu rasain?"

Bang Arsen merangkulkan lengannya dibelakang punggungku sambil menatapku dalam. Kalau seperti ini posisinya. Aku ga bisa mengelak lagi.

"Ya aku ga siap aja bang." Aku berusaha melihat apa saja selain muka Bang Arsen.

"Abang disini Karina!" Kenapa bang Arsen peka benget sih. Akhirnya aku berani membalas tatapannya.

"A-aku takut bang. Takut nanti-" Aku ga bisa lanjutin ngomong. Air mataku pecah begitu saja. Jujur, sebenernya aku takut kalau harus hidup menderita seperti mama hanya karena cowok brengsek yang ga bertanggung jawab. Bang Arsen langsung memelukku dan aku menumpahkan semua air mata di pundaknya.

Aku ga bisa menghindar kalau Bang Arsen sudah dalam mode ke bapakan gini. Pasti secara ga sadar aku jujur begitu aja.

"Abang pengin kamu lebih terbuka Karin. Mama ga bisa jagain kamu selamanya. Abang juga sering sibuk sama keluarga abang sendiri. Kamu dan Salsa punya rasa takut yang sama masalah cowok. Salsa harus abang paksa sampai dia mau sama abang, dan abang bisa buktiin ke dia kalau abang bisa dipercaya. Mungkin kamu perlu dijodohin biar bisa percaya sama cowok dan buktiin sendiri masih ada cowok baik di dunia ini."

Aku cuma bisa menganggukan kepala beberapa kali. Dan menyembunyikan kepala di bahu Bang Arsen dengan masih sesenggukan.

"Tapi ingat, kalau sampai Adrian macam-macam sama kamu. Abang harus jadi orang pertama yang tahu itu. Jangan sungkan buat cerita. Abang bakal kasih dia pelajaran kalau sampai berani buat kamu kecewa. Oke?"

"Makasi bang makasi banget." Aku memeluk Bang Arsen lebih erat begitu juga dengan dia yang terus mengelu-elus punggungku bermaksud menenangkan. Dan itu berhasil.

"Kamu pikirin baik-baik ya, abang percaya sama pilihan kamu."



TBC
Thx buat yg udh baca:)
Jgn lupa vote n comment ya para Wattijen
C u!

moccacinyouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang