'MCY ; 15'

323 56 4
                                    

"Jangan lupa balik lagi ya!"
Cowok kuliahan yang tinggi badannya hampir mencapai pintu depan cafe itu menoleh dan mengacungkan jempol tangan kanannya "wah iya dong, jelas. Jangan kangen ya gue balik dulu, bye Karin!" Dilanjutkan dengan lambaian tangan yang kubalas dengan hal yang sama.

Ah, rasanya hatiku lebih ringan. Dia adalah salah satu pelanggan setia yang hampir setiap hari datang ke kafe ini. Sehingga kami berempat-aku, Setep, Manda, dan kak Vian- sudah akrab dengan keberadaannya. Mengobrol santai dengan pelanggan adalah cara yang ampuh untuk mengalihkan pikiran pada hal-hal negatif. Memikirkan akan adanya orang ketiga dalam hubungan contohnya.

Aku duduk di kursi dekat coffe maker. Sedikit meluruskan kakiku yang capek karena dari tadi berdiri di belakang meja kasir. Baru saja ingin bersantai, ada bunyi notifikasi dari handphoneku. Saat aku lihat ternyata berasal dari second accountku di IG. Ya, kalian tau lah apa kegunaan memiliki dua akun dalam satu aplikasi. Tentu saja untuk stalking.

@kforkamilaaa has just post a new instagram story.

Aku segera meng klik notifikasi itu saat menyadari pemilik akunnya. Itu merupakan akun Instagram dokter Kamila.
Moodku seketika berubah menjadi suram kembali. Story instagram itu adalah sebuah video singkat dirinya sedang meletakkan kepalanya dimeja dengan rambut yang sedikit menutupi wajah, lalu berganti menjadi kamera belakang menunjukkan cowok yang sedang menunduk fokus menulis sesuatu. Dengan sekali lihat saja aku yakin siapa cowok itu. Adrian.

Yang lebih menguras emosi lagi adalah. Video itu dihiasi tulisan,  "lembur lagi:( tp ttp semangat dong @adrianw 💕"

Tidak lupa dia menyematkan emoticon love diakir tulisannya. Aku tegaskan lagi, emoticon love.

Dengan kesal aku memencet tombol home juga mematikan ponselku setelahnya. Tiba-tiba kalimat menyakitkan dokter Kamila pada saat itu melintas diingataku. Sialan, bagaimana aku bisa tenang jika seperti ini. Masalahnya tidak sekali dua kali si Kamila posting story dengan muka Adrian di dalamnya.
Aku tahu akhir-akhir ini jadwal Adrian sangat padat. Bahkan dia sering sekali mengambil 3 shift sekaligus. Dimana dia praktek di shift siang, lanjut jaga IGD pada shift malam, dan keesokan paginya dia praktik di poli umum lagi. Hal itu juga yang membuat hatiku semakin perih, karena aku sadar waktu dia untuk bertemu denganku lebih sedikit dari pada dengan Kamila yang jelas saja hampir setiap hari bertemu denganya karena mereka satu tempat kerja.

"Mau ga rontok gimana, lu mainin mulu sih elah." Suara cempreng Stephani beserta lengan kiriku yang dia tarik membuyarkan fokusku yang sedang memainkan bulu mataku. Tidak tahu mengapa aku suka saja memaikan bulu mataku seoalah-olah sedang memakaikan maskara dengan jari telunjukku.

"Iya iya, bawel." Lalu aku memeluk Stephani dari samping. Aku sangat mellow sekali hari ini.

"Apaan main peluk, ada maunya ya lo?!" Tuduh Stephani sambil menarik rambutku pelan. Aku semakin mengeratkan pelukanku untuk membuatnya lebih kesal. Aku suka melihat Setep yang lagi ngomel, membuat moodku seketika membaik.

"Heh lesbi kerja sono, anterin pesanan ke meja nomer 3!" Amanda memberi perintah atau lebih terdengar seperti ejekan kepada kami. Dasar bocil!

"Lu aja sono yang anterin, gue capek!" Stephani mulai meladeni.

"Gue masih mau bantu Kak Vian ish males banget si lu?!"

"Cih modus, awas aja lu bocil!" Amanda membalas omelan Stephani dengan memeletkan lidahnya dilanjut dengan dia yang ngacir ke office.

***

Jam dinding di kamarku sudah menunjukan pukul satu dini hari. Aku masih terjaga memainkan ponselku. Beberapa menit yang lalu aku bertukar pesan dengan Adrian. Walau moodku sedikit buruk akibat story Kamila, namun bibirku tetap saja menyungginkan senyum tipis saat chatting dengan Adrian. Membuatku terlihat seperti abg labil yang sedang kasmaran.

Hari ini Adrian tidak ada shift malam. Meski begitu tetap saja malam ini kami tidak bisa bertemu, karena aku yang lebih sibuk di kafe apalagi saat malam hari. Juga kondisi Adrian yang aku yakini sangat lelah, dia juga butuh istirahat. Memiliki pasangan dokter ternyata tidak semulus yang aku bayangkan. Jadwal kerja yang tidak usah diragukan lagi, sangat padat. Juga tanggung jawab kepada para pasien yang mustahil ditinggalkan begitu saja hanya karena alasan pribadi. Dengan bertukar pesan saja aku sudah bersyukur. Setidaknya kami masih bisa saling tahu kabar masing-masing.

Saat aku asik menggulir layar ponselku melihat tweet receh, ada panggilan masuk dari Adrian yang membuatku terdiam sejenak. Ada apa dia telfon aku dini hari begini? Sadar dari pikiranku sendiri aku segera menggeser tombol hijau.

"Halo, ada apa yan?"

"Kamu dimana?"

"Ya di rumahlah, mau dimana lagi ini udah malam. Kenapa sih?"

"Bisa keluar sebentar?"

"Hah?! Maksud ka-"

"Aku tunggu didepan rumah"

Tut tut

Panggilan pun terputus sepihak. Sebentar, maksud dia apa sih? Keluar, dia nunggu di depan rumah?! Karena penasaran aku bergegas keluar kamar dan mengendap endap ke pintu depan. Membuka kunci dengan berlahan kemudian menutupnya juga dengan cara yang sama.

Pekarangan rumahku yang kecil juga pagar rumah yang pendek membuatku mudah melihat keluar sana. Benar saja, didepan pagar rumah sudah terparkir mobil hitam milik Adrian. Dan juga dia yang bersandar dipintu mobil sambil memandangiku.

"Kamu ngapain kesini?! Ini udah jam berapa Adrian, kalo mama tahu gimana?!" Aku mengomeli Adrian masih dengan pagar yang menjadi penghalang kami.

Adrian menunjuk pagar dengan dagunya, "buka dulu pagarnya rin."

Akupun menurutinya begitu saja. Setelah membukakan pagar, belum sempat aku melancarkan omelanku lagi. Adrian sudah melangkahkan kakinya mendekatiku. Sehingga hampir tidak ada jarak dianatara kami. Aku yang cukup terkejut hanya bisa berkedip beberapa kali, rasanya suaraku tercekat ditenggorokan. "Yan kamu ngap-"

Tanpa aba-aba Adrian menyandarkan kepalanya dipundakku. Sontak membuatku menahan napas. Apa maksudnya ini?!

"A-adrian kamu kenapa sih?"

"Biarin gini dulu rin," jawabnya dengan dahi yang masih setia menempel di pundak kananku.

"Tapi yan-"

"Tolong Karina, gini dulu. Sebentar aja."

Dengan itu angin dingin di malam hari ini menjadi saksi bisu. Bahwa Adrian memelukku untuk pertama kalinya.

TBC

Adakah yang masih mau mampir ke cerita ini? :v

Thx buat yg udh baca
Jgn lupa vomment ya para Wattijen
C u!

moccacinyouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang