Aku sedang duduk di ruang tamu menunggu jemputan Adrian. Malam ini aku mengenakan drees v neck berwarna hitam dengan motif bunga-bunga yang panjangnya selutut. Kupadukan dengan slingbag senada juga jaket jeans abu muda. Rambutku kubiarkan tergerai begitu saja. Untuk alas kaki, karena aku tidak begitu suka sepatu sandal, sedangkan kalau pakai sandal kesannya terlalu santai. Akhirnya aku memutuskan memakai sepatu berwarna putih.
Sambil memainkan ponsel, aku berusaha menahan gugup. Ini pertama kalinya aku akan bertemu teman-teman Adrian. Sebelumnya kalau Adrian mengajak aku selalu beralasan. Bahkan pernah karena kehabisan alasan sampai aku ngaku ke dia kalau aku sebenarnya malu.
Hal yang membuatku lebih gugup lagi adalah, apa aku akan bertemu dengan Kamila lagi setelah sekian lama? Itu juga salah satu alasanku tidak pernah mau diajak Adrian main bersama temannya. Aku menghindari pertengkaran kembali dengan Kamila.
Hidup itu ribet jadi aku tidak mau membuatnya makin ribet dengan bertemu nenek lampir.
Namun, aku belum mengaku masalah itu ke Adrian. Menurutku dia tidak perlu tahu sih, untuk saat ini. Toh, saat aku bilang aku menolak diajak karena malu itu memang fakta. Jadi biar Adrian tahunya begitu saja.
Suara ketukan terdengar dari pintu ruang tamu. Segera aku membukanya dan menyambut kehadiran Adrian.
Dia sempat terdiam beberapa saat memperhatikan penampilanku. Aduh, apa aku terlalu berlebihan, ya? Atau malah kelihatan gembel?
"Kenapa, Yan? Aneh, ya? Atau aku ganti ba-"
"No! Kenapa mikir gitu, you look great, Cantik!"
Jawaban Adrian membuat pipiku panas seketika. Dalam upaya menutupi kesaltingan, aku segera membuka lebar pintu mempersilahkan Adrian masuk dan buru-buru memanggil Mama untuk berpamitan.
"Mama, Adriannya udah datang."
Mama pun mengikuti langkah kakiku kembali ke ruang tamu. "Eh, Adrian, aduh kamu makin hari makin cakep aja." Karena perkataan Mama aku jadi memperhatikan penampilan Adrian malam ini.
Dia menggunakan kemeja navy lengan pendek dipadulan celana jeans selutut juga sepatu putih. Tak lupa jam tangan menghiasi pergelangan tangan kirinya. Astaga! Dia terlihat lebih muda dan yang pasti ganteng keterlaluan, Ya Allah. Fix! Aku makin nggak PD berada di sampinnya.
"Ah, mama bisa aja," ujar Adrian dengan senyuman kecil. "Oh iya, Ma. Kita langsung berangtat ya, maaf nggak bisa mampir, udah ditungguin soalnya," lanjut Adrian berpamitan.
"Santai aja, kamu bisa main ke sini kapan aja kamu mau. Ya udah, hati-hati yaa. Mama titip Karin, jangan pulang malam-malam, jangan aneh-aneh, okay? Inget batasan," celoteh Mama diakhiri senyuman tapi berbanding dengan sorot matanya yang tersirat peringatan.
"Pasti, Ma. Yuk, Rin!"
Dalam perjalanan menuju salah satu Mall tempat teman-teman Adrian berkumpul, aku diam saja. Semakin dekat dengan tujuan, semakin gugup juga aku. Saat lampu merah, Adrian mengulurkan tangannya dan menggenggam tanganku. Sepertinya dia sadar aku sedang gugup parah sekarang.
"Tenang aja, aku cuma bawa kamu nongkrong sama teman-temanku, bukan mau sidang skripsi. Jangan grogi gitu."
"Ish! Masih bercanda, aku gugup beneran tau! Udah deh, Yan, kapan-kapan aja, ya. Janji deh lain waktu bakal mau, tapi jangan sekarang," ujarku yang lebih terdengar seperti rengekan.
"Kita udah sampai, lho."
Pernyataan Adrian membuatku mengalihkan pandangan yang sedari tadi menengok ke arah Adrian berubah memandang ke depan.What? Ternyata mobil Adrian sudah menganti memasuki area parkiran Mall.
Setelah mobil terparkir dengan benar, kami bergegas memasuki Mall. Adrian menggandegku dengan tangan kirinya sedangkan satu tangannya lagi menggenggam handphone. "Mereka udah nungguin di Sushi Tei katanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
moccacinyou
Dla nastolatkówKatanya, semua manusia diciptakan berpasang-pasangan. Katanya, jodoh itu ga akan tertukar. Dan katanya lagi, jodoh akan datang dengan sendirinya. Tapi, apa aku harus percaya kalau pasanganku itu, akan datang secepat ini? Semuanya terjadi begitu saja...