14.Sebuah Panggilan

26 5 0
                                    

Selamat membaca !

Belajar pergi dari luka,namun ada saja penghalang mencegah ku untuk pergi.

×××

Jam menunjukan pukul 16.40 adel baru pulang dari sekolah,begitu masuk kedalam rumah adel tidak mendapati senyuman hangat dari bunda.

"Bunda...!".Tidak lupa adel menutup pintu utama,dengan tatapan masih melihat kanan kiri sudut rumah.

Namu yang datang bi ninah pengurus rumah tangga dirumah ini,"Non adel udah pulang, biar tas nya bibi simpen ke kamar".

"Duh bi aku bukan anak kecil", adel menolak cepat seraya melangkah menuju sofa," Bunda kemana?".Lanjut nya dengan membanting badan sendiri untuk rebahan.

"Tadi sempat izin sama bibi,katanya mau makan diluar sama ayah nona".Adel mengangguk mengerti.

"Kalau gitu non mau minum apa sebelum mandi?".

" Istirahat aja bi,adel mau langsung mandi ".

" Yaudah atuh kalau gitu lagi mah bibi kebelakang dulu".

Adel mengangguk sebagai jawaban.

Setelah pergi nya bi ninah adel mengeluarkan handphone dari tas,menekan ikon panggilan telepon pada bunda sekaligus meletakan nya diatas meja.

Beberapa detik panggilan terhubung."Apa sayang,udah pulang?"

"Udah,kata bi ninah bunda mau makan diluar?".

" Iya sayang,bunda lagi nunggu ayah nyelesain pekerjaan nya.Makan malem nya berdua dulu aja yah,sama zella".

"Kenapa engga ajak adel?".

" Kali kali sayang,udah lama bunda engga makan romantis sama ayah".

"Oh gitu, yaudah adel engga akan menghalangi acara kalian.Kalau gitu sampai ketemu nanti malem".

"Anak baik,bunda tutup telepon nya yah".

Panggilan tertutup,adel bangkit seraya memijit pelipis nya sebentar.Pertama kali dirinya di tinggal begini tanpa zella, bukan apa apa hanya saja tanpa zella sekarang rasa nya harus adel jadikan pelajaran bahwa dia akan lebih mandiri.

Lebih baik sekarang adel mandi,
memenangkan diri,dan tidak mau larut dalam kesedihan.Melangkah menuju arah tangga dimana kamar nya berada.

Satu jam kemudian tubuh adel sudah segar, mandi adalah langkah terbaik ketika tubuh merasa lelah. Berganti pakaian dengan sweater kebesaran berwarna cream,dengan celana tidur berwarna hitam.

Setelah selesai,adel mendekat ke arah meja belajar mencari keberadaan handphonenya.Dengan ingatan cepat adel menggerutu,dia meninggalkan handphone di meja bawah.

Dengan malas adel berniat mengambil benda pipi itu,namun baru saja menyentuh kenop nya pintu sudah terbuka terlebih dahulu

Zella berdiri disana,semburat wajah lesu bercampur lelah dan dihiasi muka datar tanpa senyum,memberikan ponsel pada pemiliknya."ponsel kamu?".

Adel mengangguk sambil menerima ponsel itu dengan seulas senyum.

"Ada yang nelepon kamu tadi,takut nya penting".Kata zella berlalu setelah nya.

Mata adel terbelalak kaget,melihat layar ponsel nya dipenuhi dengan sepuluh kali panggilan tidak terjawab tertera nama ka satria, emoticon love menghiasi namanya.

Adel merasa bersalah."Kak ini.. ".

"Tolong del,nama nya ganti.Risih soalnya".

Adel terdiam,dia belum sempat mengganti nama satria,lagi lagi adel menurut tidak hanya di ganti nama, gadis itu sekaligus menghapus nomor satria dari kontak ponsel.

Zella berhenti sejenak sebelum masuk kamar yang berhadapan dengan adel."Ada yang nunggu kamu dibawah".

"Kak?".

zella menoleh lagi."kenapa?".

"Maaf adel engga-

"Soal panggilan itu,engga pa pa del.Engga mengubah status satria adalah milik kakak,santai aja mungkin itu bentuk perhatian dia karena kamu cuman dianggap adik,jawab aja mungkin penting".

Menghela napas begitu panjang,kenapa ucapan zella semakin menyakit kan dari hari ke hari,adel sama sekali tidak bisa melawan,untuk sekedar membela harga dirinya pun adel tidak bisa.
Karena yang pasti, zella sudah berubah,soal cinta satria adel tidak perlu berharap lagi.

Sekarang adel memandang panggilan tanpa nama itu,sekilas perasaan ingin sekali memaki satria.Kenapa satria harus menelepon dirinya, bukan kah hubungan sekedar perhatian itu sudah berakhir?

×××

Update menuju ending nii.(so tahu!)

L A N G K A H  A D D E L L A  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang