Waktu Hujan Turun

7.1K 510 87
                                    

Aye ayeeeeee
.
.
.
.
.

Selamat membaca untuk readers tersayang, dari Jay 😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca untuk readers tersayang, dari Jay 😘.

🌸🌸🌸🌸🌸

Jay mematung berdiri kaku sembari meremas kedua tangannya dengan gelisah. Diedarkannya pandangan ke segala arah di ruangan ini.

Ruangan dengan satu kamar tidur, sebuah dapur yang menyatu dengan ruang makan dan ruang santai yang terdapat televisi. Sebuah ruangan di apartemen pada umumnya.

Apartemen milik Arya.

Cukup terkejut juga kalau pria itu memiliki apartemen di Jakarta. Menandakan dia sering berada di kota ini atau...

"Ganti baju kamu dengan ini, Jihan" Suara Arya memecah fokus gadis itu, dia menoleh dan mendapati tangan pria itu memberikan sebuah pakaian yang disinyalir miliknya.

"Ini layak pakai. Dan tentu saja bakal menutupi tubuh kamu dengan baik---kalau itu yang kamu khawatirkan"

Jay memutar bola mata, tidak mau berdebat lagi, malam kian larut dan hujan semakin lebat turun. Badannya terasa lelah setelah perdebatan tadi. Iya tadi, mereka sedikit berdebat karena dirinya tidak mau menginap di apartemen Arya, lebih memilih kekeuh menginap di hotel.

Tapi pada akhirnya Jay tidak bisa menolak karena senjata terakhir dari pria itu, dia menghubungi Ibu, mengadu. Oh please Arya mengadu untuk hal seperti ini? dan yaaa itu terjadi. Disaat seperti ini Jay sedikit merasa tersentil, apa yang dialaminya saat ini merupakan karma atas sikap nya dulu pada pria itu, memaksakan kehendak.

Jay meraih pakaian dari tangan Arya, "Yaa..oke" lalu berjalan menuju kamar mandi, yang letaknya sudah ditunjukkan oleh pria itu sebelumnya.

Setelah mengganti pakaian, Jay tidak langsung bergegas keluar dari kamar mandi. Dia berdiri sejenak sambil melihat refleksi dirinya di dalam cermin. Wajahnya bersemu merah kala melihat kaus pria itu kini melekat pada tubuhnya. Bahkan aroma khas Arya pun tercium hingga membuatnya gugup.

Jay menghembuskan napas berulang kali agar debaran jantungnya sedikit lebih tenang, merapikan rambut dengan menguncirnya asal, rambutnya sedang berantakan dan dia benci itu. Terlihat jelek.

Setelah beres membersihkan wajah dan merapikan diri, tidak lupa pakaian yang tadi dikenakan dimasukan ke dalam mesin cuci yang berada di samping pintu kamar mandi, sebelum akhirnya harus kembali menghadapi kecanggungan yang mendebarkan telah menanti.

"Duduk lah, Jihan. Aku sedang membuat minuman untuk kita" Jay sedikit terhenyak saat berjalan perlahan menuju ruang santai, tidak melihat Arya yang tengah berada di dapur, dan tiba-tiba dikagetkan dengan suaranya.

Gadis itu mengangguk dengan arah pandang kemana saja, menghindari tatapan Arya.

Dipikir-pikir, dulu dia tinggal satu atap dengan Arya. Saat masih tinggal di perkebunan dan saat menempuh studi di Inggris. Hanya saja kenangan dengan hal yang menyangkut apartemen--ruangan yang menurutnya seintim ini, membangkitkan kisah lama yang menyakitkan. Percayalah, sengatannya masih membekas walau bisa dikatakan rasa benci itu tidak ada. Sebesar itu kah hati Jay?

Fated For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang