20. Occurrence🍂

1K 143 5
                                    

"Hai sayang."

Sharon terkejut ketika Renjun tiba-tiba muncul ketika ia baru saja keluar kelas. "Ish, suka banget ngagetin!"

Renjun menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Hehe, maaf."

"Udah lama nunggunya?" tanya Sharon.

"Nggak kok, ayo pulang."

Sharon mengangguk kemudian mengikuti langkah Renjun menuju parkiran. Hari ini Renjun membawa mobil karena akan menjemput adik-adiknya lebih dulu di sekolah.

"Gue nitip Rania ya, soalnya Bi Ina lagi pulang kampung," ucap Renjun.

"Siap laksanakan bos!"

Renjun mengacak pelan rambut Sharon kemudian fokus kembali pada jalanan.

Tak lama kemudian, kedua remaja itu pun sampai di sekolah adiknya. Mereka menunggu di depan gerbang, sudah seperti sepasang suami istri yang sedang menunggu kepulangan anaknya.

Rania dan Shakila berlari kegirangan ketika melihat kedua kakaknya sudah menunggu di depan gerbang.

"Jangan lari-lari, Sayang. Nanti kalo jatuh gimana?" Renjun menasehati adiknya.

"Maaf, Kak," pelan Rania.

"Renjun galak," cibir Sharon.

Renjun terkekeh, "Yaudah, ayo pulang."

Mereka berempat pun masuk ke dalam mobil dan segera menuju kediaman Renjun.


"Kak Natasha, tadi masak ada cowok tau yang deketin Shakila, terus mereka di cie-ciein gitu deh." Rania mengadu pada Sharon.

"Ih, apaan sih Rania," ucap Shakila.

"Nahlo, siapa tuh? Ganteng nggak?" tanya Renjun.

"Jelek, Kak. Namanya Purnomo," balas Rania.

"Bah, savage haha," ucap Renjun.

"Shakila nggak boleh pacaran-pacaran dulu ya. Nanti giginya ompong loh," ucap Sharon.

"Iya, Kak. Shakila belum pacaran kok."

Tak lama kemudian, mereka pun sampai di tempat tujuan. Shakila dan Rania langsung saja berlari ke dalam rumah, sementara Renjun dan Sharon masih mengobrol diluar.




"Titip Rania ya," ucap Renjun.

"Iya, lo hati-hati di jalan."

Renjun mengangguk kemudian mengulurkan tangan kanannya pada Sharon.

"Apa?" tanya Sharon kebingungan.

"Nggak salim? Suami mau rapat nih," goda Renjun.

Sharon tertawa kemudian menarik Renjun ke dalam pelukannya. "Jangan lama-lama ya, Sayang."

"Iya, nanti habis rapat OSIS gue langsung pulang."

Sharon melepaskan pelukannya, "Awas isi kelayapan sama si Jeno."

"Nyari cewek baru boleh nggak?"

Sharon mengepalkan tangannya, "Boleh, kalo berani."

Renjun menyubit pipi gadisnya, "Nggak kok, cuma kamu satu-satunya."

Sharon tersenyum memperhatikan lelakinya yang masuk ke dalam mobil. Kemudian gadis itu melambaikan tangannya ketika mobil Renjun berlalu dari hadapannya.





"Cie Kak Natasha.."

Sharon sontak menoleh ketika mendengar suara Rania. "Sejak kapan kalian disana?"

"Sejak kakak berpelukan sama Kak Renjun," balas Shakila.

Sharon menepuk jidatnya kemudian menyembunyikan wajahnya karena malu.

"Cie ciee.." goda Rania.

"Apaan sih, udah udah ayo masuk," ucap Sharon dan menggiring kedua adiknya untuk masuk ke dalam rumah.

Sharon menyiapkan makan siang untuk adik-adiknya. Ia memasak sayur sup beserta perkedel jagung untuk menu makan siang hari ini.

"Kakak, mau dibantuin nggak?" tanya Shakila.

"Nggak usah, kalian main aja," balas Sharon.

"Okedeh." Shakila dan Rania pun keluar dari dapur dan bermain bersama.

Sementara Sharon masih sibuk berkutat dengan sayuran dan bumbu-bumbu dapur. Tak selang beberapa lama, Shakila pun kembali ke dapur sembari berteriak.

"KAKAK! KAKAK!"

"Kenapa sayang?" tanya Sharon.

"Rania.. Rania.."

Shaeon berjongkok di depan adiknya, "Pelan-pelan sayang, Rania kenapa?"

"Rania jatuh ke kolam renang!"

"Hah?" Sharon segera mematikan kompor dan berlari secepat mungkin menuju kolam renang diikuti oleh Shakila.




"RANIA!" Sharon menjerit ketika melihat tubuh Rania di dasar kolam.

Tanpa menunggu lama, ia masuk ke dalam kolam dan mengangkat tubuh gadis mungil itu ke permukaan. Beruntung kolam di rumah Renjun tidak terlalu dalam untuknya, sehingga ia tidak terlalu kesulitan untuk menyelamatkan Rania.

Sharon mengecek nadi Rania yang masih berdenyut, tapi gadis itu tidak bernafas. Ia pun segera melakukan pertolongan pertama pada Rania dengan memberikan nafas buatan.

Tak kunjung berhasil, Sharon hampir putus asa. Akhirnya ia segera melarikan Rania ke rumah sakit, berharap tidak akan terjadi sesuatu yang buruk pada adiknya itu.




...




Shakila menyentuh pundak Sharon, tubuh gadis kecil itu terlihat bergetar karena ketakutan. "Rania nggak apa-apa kan, Kak?"

Sharon mengangkat dagu, "Kita berdoa ya supaya Rania baik-baik aja."

Shakila mengangguk kemudian merengkuh tubuh kakaknya.

"Kenapa bisa gini?" lirih Sharon.

"Shakila udah bilangin supaya Rania jangan lari-larian di pinggir kolam, tapi dia nggak mau dengerin Shakila."

Sharon memejamkan mata sembari memijit pelipisnya.

"Maafin Shakila.." Gadis kecil itu mulai terisak di bahu Sharon.

"Udah sayang, jangan nangis."

"Shakila nggak bisa jagain Rania.. Shakila bukan temen yang baik."

"Enggak sayang. Kan Shakila juga udah bilangin Rania buat nggak lari-larian di pinggir kolam kan?"

Shakila mengangguk pelan.

"Udah ya jangan nangis lagi," bujuk Sharon.

"Tapi.. tapi.. Shakila takut.."

"Jangan takut, Rania pasti baik-baik aja."

Lagi-lagi Shakila hanya menganggukan kepalanya.

Sharon bisa saja menenangkan adiknya, tapi bagaimana dengan dirinya? Ia bahkan tak tau apa yang harus ia katakan pada Renjun nanti. Semoga saja Rania baik-baik saja.

Tak lama kemudian, dokter pun keluar dari dalam ruangan dan menghampiri Sharon.

"Gimana keadaan adik saya, Dok?" tanya Sharon.

"Maaf, tapi adik kamu sudah meninggal saat perjalanan ke rumah sakit."

Detik itu juga ponsel Sharon berdering dan menampakkan nama Renjun disana. Lalu apa yang harus ia katakan pada kekasihnya?

🍂🍂🍂











Tbc...

Terima kasih sudah membaca💙

IrreplaceableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang