24. Assimilate🍂

1.2K 151 25
                                    

Perlahan Renjun membuka mata, hal pertama yang dirasakannya adalah rasa sesak yang ada di dadanya. Ini rumah sakit karena ia dapat mendengar jelas ritme jantungnya yang berdetak melalui sebuah mesin yang ada di sebelahnya. Setiap tarikan nafas pun terasa lebih ringan berkat masker oksigen yang terpasang di wajahnya. Ia meneliti sekeliling dan melihat Jeno yang duduk di sebelah ranjangnya.

"Akhirnya lo sadar juga," ucap Jeno.

Renjun tak menanggapi ucapan Jeno, lelaki itu malah memejamkan matanya karena merasa tubuhnya masih terasa lemas.

"Yaudah, istirahat aja lagi," ucap Jeno.

Renjun mengangguk kemudian terlelap kembali.





Kurang lebih 5 jam Renjun tertidur lagi setelah sadar tadi. Ia terbangun dan Jeno masih setia duduk di sebelah ranjangnya, tapi bedanya kali ini lelaki itu malah tertidur.

Renjun melirik ke arah jendela, sepertinya hari sudah malam karena di luar sudah gelap. Ia mengedarkan pandangannya sekeliling, tidak ada jam disini sehingga ia tak tau ini jam berapa. Ia ingin bertanya pada Jeno, tapi tidak enak membangunkannya, lelaki itu pasti lelah menjaganya seharian.

Renjun hendak bangkit, tapi tubuhnya masih terlalu lemah sehingga ia kembali menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Ia menatap langit-langit rumah sakit, tiba-tiba saja ia teringat pada Sharon, bagaimana keadaan gadis itu saat ini? Semoga baik-baik saja.

Karena bosan, Renjun pun menutup matanya, berharap untuk bisa terlelap kembali. Tapi entah kenapa hanya wajah Sharon yang terbayang ketika ia menutup mata. Ia hanya berharap pagi cepat datang agar ia bisa bertemu dengan gadis itu.

Benar saja, Renjun tidak bisa tidur bahkan sampai Jeno terbangun dari alam mimpinya.





"Udah bangun dari tadi?" tanya Jeno sembari merenggangkan otot-ototnya.

Renjun mengangguk.

"Sebentar ya, gue cuci muka dulu," ucap Jeno.

Renjun memperhatikan punggung Jeno yang menghilang di balik pintu kamar mandi, kemudian ia mencoba untuk bangkit, tapi lagi-lagi tubuhnya masih terlalu lemah untuk itu. Akhirnya ia memutuskan untuk melepas masker oksigennya saja karena nafasnya pun sudah teratur.

Tak lama kemudian Jeno pun keluar dari kamar mandi dengan wajah yang masih basah. Renjun hanya memperhatikan sahabatnya itu yang sedang mengeringkan wajah dengan tissue yang ada di atas nakas. Pandangannya tertuju pada boneka Teddy yang berada di sebelah tissue tersebut, ia jadi semakin rindu dengan Sharon.

"Gimana? Udah mendingan?" tanya Jeno.

Renjun mengangguk, "Udah berapa hari gue disini?"

Jeno mengambil ponselnya untuk melihat tanggal, "Em.. 5 hari sampe sekarang."

"Hah? Kok bisa selama itu?"

"Lo-nya nggak sadar-sadar habis operasi."

"Operasi?"

Jeno mengangguk, "Lo dapet jantung baru."

Renjun nampak terkejut, "Siapa pendonornya?"

"Nanti kalo lo udah sembuh, gue ajak ketemu deh."

Renjun mengangguk kemudian meraba dada kirinya. Ternyata ini bukanlah jantungnya, melainkan milik orang lain.

"Oh iya, lo tau Sharon dimana?" tanya Renjun.

"Dia udah pulang beberapa hari yang lalu."

"Syukur deh," ucap Renjun. "Gue kangen banget sama dia."

IrreplaceableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang