BAB 14 : Penyesalan

104 8 0
                                    


~Happy Reading Guys~
Mohon maaf jika banyak typo, mohon koreksinya.

***

"kita nggak bisa memilih mau jatuh cinta sama siapa, jika terbalaskan itu bonusnya tetapi jika tidak bersyukur karna kamu pernah merasakan jatuh cinta walau itu menyakitkan"

***


Orion mengobati luka yang ada di telapak tangan Citra dengan pelan dan lembut. Matanya terus fokus membersihkan bekas darah yang sudah mengering di sekitaran tangannya. Orion sempat meringis ngilu ketika melihat kulit telapak tangan Citra yang sobek segaris dan cukup dalam menembus kulit telapak tangan gadis berparas cantik itu.

Tapi, reaksi Citra jauh berbeda dengan Orion saat benda cair berwarna bening itu menyapu permukaan kulit tangannya dan tak berefek apapun pada gadis itu. Walaupun ia sesekali meringis karna perih tapi tak membuat gadis itu merasakan kesakitan yang berlebihan, ia bahkan seperti sudah biasa mendapatkan luka ini.

"sakit nggak?" tanya Orion memastikan, setelah memberi alkohol untuk membersihkan permukaan kulit telapak tangan Citra. Dengan fokus dan pelan pemuda itu memberi obat merah pada telapak tangan Citra dengan hati-hati.

Citra menggeleng sebelum menjawab pertanyaan Orion, "nggak biasa aja," jawabnya santai memandang Orion yang masih fokus mengobati telapak tangannya.

"kenapa bisa luka gini?"

"nggak tau," ucapnya pura-pura tak tahu menahu.

"ini harusnya di jahit, Cit. Supaya bisa cepat sembuh dan kering, kalau kayak gini bakal lama sembuhnya, " kata Orion terlihat khawatir dan berusaha membujuk Citra agar mau di bawa ke rumah sakit.

Citra menghembuskan nafasnya pelan, ia tahu bahwa lelaki yang ada di hadapannya saat ini terlihat khawatir. " yang penting sembuh, Ri." ucapnya tetap bersikukuh.

"Ri,"

"hm? "

"kenapa bisa disini?" tanya Citra yang sedari tadi penasaran kenapa Orion bisa berada di rooftop ini padahal ia tak pernah memberi tahu pada siapapun tentang keberadaan tempat ini.

"gue ngikutin lo tadi," jawabnya sambil melilitkan perban di telapak tangan gadis itu.

Sudah ia duga, "kenapa?"

"nggak papa,"

Merasa belum puas dengan jawaban yang di lontarkan oleh Orion, Citra kemudian mengulang pertanyaannya kembali.

"kenapa, Ri"

Orion diam ia belum berminat untuk menjawab pertanyaan Citra, pemuda itu masih fokus melilitkan perban di telapak tangan Citra setelah di beri obat merah. Merasa pertanyaannya tak dijawab akhirnya Citra diam tak ingin bertanya lagi.

Selesai.

Setelah menempelkan perekat pada pada perban gadis itu Orion lantas memandang Citra yang sedari tadi memperhatikannya mengobati luka gadis itu. Kedua bola mata mereka bertemu.

Hening...

Sampai akhirnya suara Orion memecah keheningan diantara keduanya, "gue nggak tau kenapa, langsung reflek aja ngikuti lo," ucapnya dengan nada pelan dan biasa saja agar tak terlalu terlihat ke khawatirannya. "maafin Medi ya?"

"hm?"

"maafin ucapan Medi ya? yang nyakitin perasaan lo."

Citra tersenyum kecut, kemudian menggeleng. "gue yang harusnya minta maaf, Ri" katanya masih mamandang lawan bicaranya, "harusnya gue sadar, dia emang udah nolak gue dari awal. Tapi, guenya aja yang batu dan nggak tau diri masih ngejar dia yang bahkan nggak mungkin balik suka sama gue," katanya tersenyum kecut, merubah posisi duduk menghadap depan memandang halaman rooftop yang di penuhi beberapa pot bunga dan sesekali memandang langit malam yang di penuhi bintang.

CITRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang