BAB 19 : Surat?

93 9 2
                                    


~Happy Reading Guys~
Mohon maaf jika ada typo, mohon koreksinya.

***

"Sebenarnya, aku hanya ingin mengelak semua perkataan orang yang belum tentu benar tentang diriku. Tapi karena ribet jadi yasudahlah pasrahkan saja. "

***

Setelah berkonsultasi dan menceritakan semua keluhannya dengan Ibu Tania sekarang Citra masih berdiam diri di tempat duduknya seperti semula.

Tania menyuruh gadis itu berdiam diri terlebih dahulu untuk menetralkan emosinya yang keluar terlalu banyak tadi. Tak dapat di pungkirin wajah dan mata sembab gadis itu masih kentara sehabis menangis. Citra berada di ruangan Tania sendirian, wanita itu pergi sebentar karena ada panggilan mendadak.

Citra memainkan ponselnya, gadis itu menerima pesan whatsapp dari Orion yang mengatakan pemuda itu sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit tempat Citra berada.

"ayok, Citra. Lo akan baik-baik aja," gumam gadis itu menguatkan dirinya sendiri.

Ia menghela napas, berusaha menetralkan suaranya. "semangat, lo harus jadi Citra yang gak boleh dengerin apa kata orang."

"pakai topeng lagi, ayok dan jangan sampai Orion liat lo yang berantakan begini." monolognya sambil memejamkan mata menepuk-nepuk kedua pipinya pelan, berharap bekas tangisannya tak terlalu terlihat. Ia takut Orion akan bertanya macam-macam pada dirinya.

Ceklek

Pintu terbuka, terlihat Tania masuk kembali. Tapi yang membuat Citra sedikit bingung ada seorang pemuda yang mengekori Tania. Betapa terkejutnya lagi Citra melihat pemuda yang beberapa hari ini berusaha ia hindari dan tak ingin bertatap muka langsung dengan pemuda itu.

"ngapain dia disini?" batin Citra.

"Medi, ini Citra anak yang saya ceritain waktu itu," ucap tania. Medi memandang Citra dengan wajah sedikit terkejut tapi pemuda itu berusaha memasang wajah datarnya seperti biasa.

"Citra, perkenalkan ini Medi anak dari salah satu pasien Ibu," kata Tania memperkenalkan Medi.

Citra berdiri dari duduknya, ia mulai gugup tapi gadis itu berusaha menetralkannya dengan menampakkan senyum manisnya.

"Ibu, Citra pamit dulu sudah di tunggu teman," alasannya ingin segera pergi dari ruangan itu.

Tania sempat kaget melihat Citra seperti terburu-buru. Tapi ia tak ingin banyak tanya kenapa Citra tiba-tiba ingin segera pergi, dapat Tania lihat gadis itu sekarang sedang menahan gugup dan gelisah. "iya, hati-hati sayang, nanti Ibu sama Pak Tio ke apart kamu buat anterin obatnya." ujar Tania sambil menyalami Citra dan memeluk gadis itu.

Citra melepaskan pelukannya, ia mengangguk kemudian buru-buru ia pergi. "Citra pamit, Bu," katanya pamit kemudian membuka pintu dan pergi. Bahkan, Citra tak memperdulikan Medi yang memandangnya dengan tatapan tak terbaca.

Gadis itu, benar-benar tak menganggapnya ada.

Citra terus berjalan menuju lobby dengan terburu-buru ia ingin menunggu Orion disana saja, Citra tak ingin bertatap muka dengan Medi untuk saat ini. Cukup, terakhir kali ia bertemu pemuda itu di kafetaria fakultas fisip ketika Citra mendatangi Orion dan itupun terpaksa ia harus kesana.

Untuk beberapa hari kedepan Citra mau mengobati dirinya terlebih dahulu tanpa mau bertemu dengan Medi.

***

"jadi Citra anak asuh yang Ibu cerita, kan?" tanya Medi setelah kepergian Citra. Pemuda itu sekarang duduk di kursi yang di tempati Citra tadi dan Tania duduk di hadapannya.

CITRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang