BAB 22 : Permintaan Maaf

101 7 0
                                    

~Happy Reading Guys~
Maaf kalau ada typo, mohon koreksinya.

***

Bagiku, bernyanyi ataupun mendengarkan lagu adalah alat untuk menyampaikan segala emosi yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.

***

Medi sedari tadi mondar-mandir di kamarnya. Pemuda itu duduk di ujung kasurnya, terus berdiri lagi. Begitu terus sampai kepalanya menjadi lebih pusing. Iya, Medi pusing dan merasa frustrasi sendiri.

Pemuda itu kemudian berjalan menuju balkon yang ada di kamarnya, ia berdiri di ujung balkon dengan tangan berpegangan pada pembatas pagar balkon. Matanya memperhatikan klub yang ada di depan rumahnya.

Sedari tadi Medi memikirkan semua perkataan yang ia dengar dari pembicaraan Raisya dan Orion siang tadi. Entahlah, sekarang ia tiba-tiba saja merasa takut, ada tumbuh rasa penyesalan, dan seperti tak menerima apa yang Citra lakukan pada Orion.

Bagaimana gadis itu dengan mudahnya berpaling darinya?

Katanya cinta, sayang, suka. Tapi kenapa ia memperbolehkan orang baru masuk kedalam hatinya? Apakah gadis itu sudah benar-benar melupakannya?  Secepat itu kah?

Medi mendecak, pemuda itu merasa tak terima saja Citra dengan mudahnya memberi lampu hijau pada Orion.

Medi masih mengingat dengan jelas, bagaimana Citra yang selalu mengejar dirinya tanpa malu. Bahkan, akibat dirinya lah gadis itu dua kali masuk rumah sakit saking cerobohnya karena jatuh cinta padanya. Ingatan Medi terus berputar mengingat Citra yang selalu saja muncul di hadapannya, berusaha sekuat tenaga agar dirinya memberi respon dari semua keterdiamannya.

Apalagi saat-saat dimana gadis itu menggerutui dirinya yang selalu saja melewati fakultas gadis itu ketika berangkat ke kampus. Citra selalu mengomel dengan wajah kesalnya, bibirnya yang mengerucut sebal tapi terlihat sangat lucu dan menggemaskan. Sebenarnya Medi sering melirik gadis itu diam-diam dan berusaha menahan senyumnya ketika Citra mengganggunya. Bahkan, saat gadis itu dengan pedenya berteriak 'calon pacar' di parkiran fakultasnya. Saat itu Citra tak tahu, kalau dirinya sedang tersenyum ketika mendengar kata itu.

Medi masih ingat juga bagaimana dirinya menempelkan plaster demam di dahi gadis itu. Wajah tidurnya yang damai dengan napas teratur membuatnya tanpa sadar melengkungkan bibirnya, tersenyum. Dan saat itu Citra begitu...  Cantik dibalik wajah pucatnya.

Tapi ingatannya langsung runyam ketika dengan jahat dan kejam mulutnya berkata dengan kasar tentang gadis itu. Medi sebenarnya tak ingin berkata seperti itu. Tapi entahlah, ia juga merasa bersalah saat itu. Hati dan logikanya tak berjalan dengan sinkron.

Medi selalu menyangkal tak menyukai Citra, ia juga tak pernah merasa menyukai Citra. Tapi saat gadis itu tak ada disekitarnya Medi baru merasakan ada yang hilang dan hampa.

Apalagi sekarang, ia mengingat dengan jelas perkataan Orion yang mengakatan Citra memberikan pemuda itu kesempatan, walaupun butuh waktu.

Apakah sekarang dirinya sedang, cemburu?

Tangan Medi mencengkram pagar balkonnya dengan kuat, benar. Sepertinya ia sudah jatuh cinta pada gadis itu entah sejak kapan.

Apakah masih ada kesempatan agar ia bisa memperbaiki semuanya?

Medi tau pasti Citra mungkin masih memiliki rasa padanya walaupun hanya sedikit. Move on tak semudah membalikkan telapak tangan, kan?

Medi diam terpaku dengan mata mengerjap-ngerjap. Pemuda itu mengingat sesuatu, surat. Iya, Medi teringat surat yang di tulis Citra untuk dirinya. Sepertinya ada alasan untuk ia bertemu lagi dengan Citra dan Medi juga harus minta maaf pada gadis itu.

CITRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang