Garis waktu

94 7 6
                                    

Pada sebuah garis waktu yang melangkah maju, ku tuliskan nama mu untuk mengiringi langkah ku
Pada sebuah garis waktu yang melangkah maju,ku tetapkan dirimu untuk menjadi pelabuhan terakhir ku.
Pada sebuah garis waktu yang melangkah maju, biarkan ku tulis dirimu di lembaran buku ku, biar dapat abadi bersama kumpulan sajak-sajak ku

oOo

"Saya terima nikahnya Raina Andriana, binti Andrianto Aditama dengan mas kawin tersebut, di bayar tunai" Suara ijab qobul yang di lontarkan Hanif dengan lantang langsung di sambut dengan sapuan tangan oleh Tia-- ibunda Hanif, wanita cantik yang mengenakan kebaya itu tersenyum. Bahagia,dan terharu hatinya tidak henti-hentinya mengucap syukur karena sang putra telah meminang seorang gadis yang di cintai putranya, gadis cantik yang selalu ramah dan bersikap menggemaskan itu telah menjadi mantunya sekarang.

Raina datang kepelaminan setelah ijab qobul selesai di lantunkan Hanif,Raina berjalan di dampingi ibunya dan sahabatnya, serta kerabatnya berada di belakang meniringi langkahnya.

Pujian serta ucapan selamat itu terus Raina dengar sepanjang ruang rias sampai tempat ijab qobulnya, gadis itu terlihat berkali lipat lebih cantik dengan riasan wajah yang tidak berlebihan. Raina mengenakan gaun putih yang panjang menjuntai indah serta mahkota kecil yang menghiasi tatanan rambutnya.

"Cantik, seperti biasanya" puji Tia ketika Raina sampai hadapan Hanif dan keluarganya. Raina tersenyum mendengar pujian Ibunda Hanif.Gadis itu kemudian duduk di samping Hanif, pria itu tengah mengenakan setelan tuxedo hitam dengan di balut kemeja putih di dalamnya, Hanif tersenyum begitu melihat Raina, matanya menyiratkan semuanya pada gadis itu, sampai Hanif tidak tau lagi bagaimana akan memuji Raina. rasanya Hanif sudah sering memuji Raina. "Pakaikan di jari Raina,Hanif!" Perintah Tia menunjuk kotak cincin bludru berbentuk hati di meja. Hanif menurutinya dan memasangkan ke jari manis Raina, Raina tersenyum begitu Hanif selesai memakaikannya. Dalam hati Raina memuji penampilan Hanif, terlihat lebih charming dari biasanya

Perempuan itu mencium tangan Hanif, perasaan bahagia membuncah di hatinya, tidak ada definisi bahagia yang dapat menggambarkan perasaan seorang wanita ketika menikah dengan pria yang di idamkan. Raina pun, Hanif menarik kepala Raina, mencium kening gadis itu lama, mengusap lembut kepala Raina. Pria itu juga merasakan hal serupa dengan Raina perasaan mengharu biru, ketika Raina bersimpuh dan mencium tangannya, serta ketika dirinya mengecup kening Raina di hadapan ratusan tamu undangan yang datang. "Cantik banget," puji Hanif di sambut senyuman tulus Raina.

"Selamat menempuh hidup baru anak mama," ujar Rita pada kedua pengantin itu.

"Selamat sayang" ujar Tia mengusap kepala Hanif, pria itu langsung berhambur memeluk Tia, "Terima kasih ma" ujarnya, Hanif tidak tau akan berkata apa lagi selain itu. Rasanya terlalu banyak dirinya menyusahkan Tia, dari Hanif kecil sampai sebesar ini, bahkan untuk hal kecil pun Hanif masih melibatkan Tia dalam hidupnya,

"Terima kasih, sudah melahirkan Hanif ma," ujar pria itu terdengar serak, matanya memerah tapi tidak megeluarkan air mata setetes pun,entah mengapa bayangan almarhum ayahnya menghampirinya, bayangan seorang ayah yang tersenyum bahagia karena anak lelakinya telah mempersunting wanita pujaannya, bayangan seorang ayah yang memeluk putranya bangga seperti saat Hanif berhasil membawa pulang mendali,tapi Hanif tak bisa merasakan pelukan hangat seorang ayah lagi. Lelaki itu tak mau menangis sekarang, tuhan lebih sayang ayahnya, mungkin tidak sekarang ayahnya melihat dirinya dengan istrinya-Raina, tapi di kemudian hari, di kehidupan yang akan datang Hanif yakin papanya akan tersenyum bangga melihat wanita pilihannya.

She Is Raina [HANIF SJAHBANDI LOVE STORY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang