|Dua|

270 22 0
                                    

•°•°•°•

Denting sendok beradu bagaikan derap langkah kaki kuda dari perang Troya. Judulnya saja yang berkuliah di negeri tirai bambu China. Namun, pada kenyataannya Fana benar-benar seorang amatir dalam dunia persumpitan.

"Sekali-kali pakai sumpit, lah. Sudah jauh-jauh ke China malah tidak bisa merasakan kearifan lokal," sindir Yazhu pedas.

Lihat saja bagaimana usahanya memadukan sendok dan sumpit. Saat menggunakan sendok semuanya berjalan lancar, tapi saat tiba waktunya sumpit makanan justru berlompatan keluar. Tatkala menyaksikan bagaimana ikannya mengucapkan perpisahan, wajah Fana berubah kecut sekecut-kecutnya.

"Li Yazhu Jing, diam sebelum Bunda sebarkan video mengorok kamu ke si bule anemia!" Bunda, Noushafarina Xynerva, mendesis berbahaya. Lebih ke frustrasi akan nasib masakannya yang kini berhamburan. Wanita dengan nama panggilan Shafa itu tak menyadari perkataannya terlampau menusuk bak sebilah belati.

"Pakai sendok juga tidak apa-apa, kok, Fana. Jangan terlalu didengarkan kata-kata Yazhu. Dia saja baru belajar menggunakan sumpit pas tahu kamu mau kuliah di sini. Bunda juga heran waktu hamil ngidam apa, ya, sampai-sampai Yazhu kelebihan gengsi begini."

Fana terkekeh pelan. Seolah ingin menabur lebih banyak garam di atas penderitaan sang kawan, mulutnya berceletuk tanpa perintah. "Bun, Yazhu baru diputuskan Arabella, lho. Kayaknya, sih, sebentar lagi mau gantung diri, tuh."

"Dari awal juga sudah Bunda bilang kalau mau pacaran sama kamu saja. Bandel, sih."

Sembari merapikan bekas-bekas 'penjajahan' Fana, si obyek penistaan kembali meratapi nasibnya. Dipermalukan Fana? Sudah biasa. Lagi pula jika cewek absurd sepertinya diam sedetik saja bisa-bisa matahari akan terbit dari arah barat.

Namun, dinistakan oleh ibu sendiri entah mengapa terasa menyakitkan.

"Ayah, dulu waktu Bunda melahirkan aku tidak tertukar, 'kan?"

Sontak suara tawa menggelegar dari seluruh penghuni rumah. Mulai dari Shafa, Fana, hingga Li Chen Fai sekali pun tak kuasa menahan kegelian. Di sisi lain raut wajah Yazhu tetap datar, meskipun menyiratkan sorot-sorot kenelangsaan.

"Jangan-jangan iya lagi, Yah. Soalnya dari pertama kali lihat wajahnya Bunda curiga Yazhu ini anak tetangga. Sudah cebol, rada pesek pula," goda Shafa sambil menempelkan telunjuk di pelipis.

"Hahaha. Ada-ada saja kalian ini. Ya bukanlah. Kalau kamu bukan anak Ayah, sudah dari dulu Ayah depak." Chen mengalihkan atensi kepada Fana. "Fana, katanya kamu lagi cari kerjaan, ya? Ayah punya kenalan, nih. Dia bikin semacam aplikasi sewa pacar begitu. Mau coba?"

Fana mengangguk kelebihan semangat sampai-sampai kepalanya serasa ingin patah. Meski begitu niatnya tak luntur secuil pun. "Namanya apa, Yah?"

"Apa, ya? Em ... kalau tidak salah namanya ... ah iya, namanya Look At Me!"

Look At Me! Nama itu terngiang-ngiang di memori Fana selama beberapa purnama.

•°•°•°•

Jika bukan karena rumor tentang keangkeran ruangan Wang Hongli Ho, maka Fana tak akan bersedia menyapukan polesan make up di wajahnya. Apalagi di pagi-pagi buta seperti ini. Menurut gadis 21 tahun itu berdandan sama saja dengan membuang waktu yang bisa dihabiskan dengan bersantai. Sungguh tak masuk akal memang.

"Cermin, aku ini sudah cantik tanpa make up, bukan?" Fana tergelak sinting. Tangannya tampak sibuk memukul kaca tak keruan. Berharap benda optik itu dapat merespons perkataannya. "Tanpa dipoles pun orang-orang sering menyangkaku siswi SMP. Whyyyyyy, Cermin?!"

Merasa obyek yang diajak bicara tidak kunjung menjawab, Fana mulai putus asa. Dilangkahkannya kaki selangkah demi selangkah menuju salah satu calon potensial kantornya.

Bukan. Fana tidak mendadak menjadi rajin. Hanya saja jarak antara apartemen dan lokasi kantor pusat Look At Me! hanya berkisar 500 meter. Sungguh keborosan yang hakiki jika harus sampai menyewa taksi.

Saat alas sepatunya menyentuh permukaan lantai gedung sebuah suara terdengar. "Masuk!"

Benar-benar tak mengenal adab. Namun, seperti biasa Fana terlalu malas mengeluarkan energi untuk hal tak berguna semacam berdebat. Dengan patuh dia memasuki ruangan yang terkenal akan kesuramannya itu.

Sesosok yang Fana identifikasi sebagai Wang Hongli Ho menatapnya dari atas hingga bawah. Sesaat kemudian pria paruh baya itu mulai mengeluarkan suara. "Sudah download Look At Me! belum? Kamu sudah baca persyaratannya, 'kan?"

"Sudah, Pak."

"Ya sudah, kau diterima."

Tunggu sebentar. Terima? T-E-R-I-M-A? Apa semudah itu dunia pekerja zaman sekarang?

Jika perlu digarisbawahi sebenarnya Fana belum pernah melamar pekerjaan sama sekali.

"Benarkah?" seloroh Fana tak percaya.

"Ya iya. Kamu mau mengharapkan apa? Wawancara ala-ala drama Korea, lalu saya jatuh cinta padamu dalam satu pandangan begitu?" Hongli menarik napas sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya. "Bisnis kita ini versi sedikit lebih terhormat dari PSK. Kamu cantik pria tertarik."

"Tidak peduli secerdas atau sekaya apapun kamu, kalau jelek, ya, langsung saya usir," sambungnya.

Di satu sisi Fana merasa tersanjung, akan tetapi di sisi lain justru seperti penghinaan. Bahkan, dia kebingungan memilih air wajah sekarang ini.

"Nah, itu. Baru sebentar saja aplikasimu sudah berdering. Susah, ya, jadi orang cantik." Hongli membulatkan bibirnya takjub. Nada dalam software garapannya itu telah dibuat sekhas mungkin. Dengan satu kali dengar saja perbedaannya bisa terlihat.

"Terima kasih, Pak Wang. Saya permisi."

Fana menutup pintu ruangan Hongli. Dicarinya pelanggan pertama sesegera mungkin. Bermodalkan pesan singkat dari sang klien, Fana menyambangi tempat yang telah disepakati.

"Halo, apa benar ini dengan Nona Thana Fana Aphrodita?" tanya seorang 'wanita' yang Fana perkirakan berusia kepala tiga.

"Benar. Ini dengan Tuan Xai Zhang Bingjie?" sahut Fana balik bertanya. "Maaf, Tuan/Nyonya, perusahaan kami tidak menerima pelanggan dengan kelainan seksual."

Ekspresi ramah si 'wanita' mendadak pudar. Kini air mukanya dihiasi kekecutan yang melebihi jeruk shikuwasa khas Okinawa. "Kamu mau saya laporkan ke atasan, ya?"

"Silakan saja. Saya hanya mengikuti peraturan yang ada."

"Sabar, sabar," gerutu wanita asing itu pelan. "Saya punya misi untuk kamu. Tolong bantu dekatkan kembali hubungan Paman dan Bibi saya."
"Untungnya di saya apa?" tanya Fana materialistis.

Wanita itu memijat pelipisnya menahan emosi. Diaturnya napas sedemikian rupa agar tak terlihat memendam kemarahan. "Mau uang tidak?"

Tanpa tahu malu gadis dengan kecantikan bagai Dewi Aphrodite itu mengangguk penuh semangat.

~oOo~

Romance 1
WPWT
By. PrincessParody

Sinestesia [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang