|Tigabelas|

15 4 0
                                    

•°•°•°•

Layaknya seorang stalker yang tengah mengidap sakit jiwa bisa juga disebut kepo akut, gadis itu mengotak-atik handphone yang terletak di atas meja. Siapa suruh menyimpan benda privasi di sembarang tempat, kan, ya? Yang namanya orang penasaran sudah pasti jiwa-jiwa keponya memberontak.

Seperti biasa ponsel cerdas tersebut dikunci oleh keamanan yang disebut-disebut tingkat tinggi bernama sandi. Beberapa menit Fana habiskan hanya untuk memikirkan bagaimana cara membuka HP itu. Lalu dengan sangat asal-asalan, dia memasukkan sebuah susunan-susunan huruf.

Terbuka.

Namanya juga laki-laki. Sandinya terlalu simpel. Hanya mengandung empat unsur huruf-huruf alfabet pertama. Apalagi jika bukan ABCD?

"Wow, Ais Batu Campur Durian terkenal sampai sini rupanya." Fana meracau tak jelas. Ingatannya terlempar tatkala dirinya menonton animasi Upin & Ipin beberapa tahun silam. Dia masih ingat betul bagaimana dengan polosnya ia mengomentari terompah bisa masuk ke kartun buatan negeri tetangga itu. Baru setelah diberitahu oleh Ayahnya bahwa salah seorang animator adalah anak bangsa, Fana bisa mengerti dan berhenti melabeli Malaysia, melewati Upin & Ipin, sebagai penjiplak kebudayaan asli Indonesia.

"Tidak sia-sia usaha kerasmu meracik ABCD hingga sepopuler ini, wahai Uncle Muthu," lanjutnya sembari berlagak ala pujangga yang baru terlahir dini hari tadi.

Keasyikannya tak berlangsung beberapa lama. Sang empunya HP, alias Xai Fengying, kembali setelah melakukan ritual harian. Belum sempat Fana meletakkan benda keramat itu, Fengying sudah terlebih dahulu memergoki aksi bejatnya.

Bagaikan maling yang hendak dihujani air selokan, Fana menatap rekan kelompoknya dengan tatapan mengiba. "Ka ... kamu su ... dah selesai bu ... buang a ... ir?"

"Sudah, kok." Cowok itu terkekeh kegelian. Mati-matian dia berusaha menahan tawa yang nyaris meledak. Ekspresi Fana benar-benar membuatnya ingin merekam tindakan gadis itu, lalu mem-viral-kannya agar diundang ke berbagai acara talkshow papan atas. "Aduh, Baby, kalau mau memainkan HP-ku tinggal bilang saja, kok. Nanti Kakanda Fengying yang tampan ini akan membukakan spesial untuk Adinda seorang."

"Password-nya memang gampang, ding. Eh, kamu tidak perlu khawatir. Meski kata sandiku mudah, akan tetapi cintaku padamu serumit mendaki pegunung Himalaya," selorohnya sembari memberikan kerlingan yang Fana tangkap sebagai kegombalan.

Lama-lama berada dalam situasi seperti ini, kok, rasanya menyebalkan, ya? Fana berusaha memutar otak mencari topik bahasan untuk menghindari kemesuman pemuda di depannya. Tak lama kemudian makhluk imajiner dalam kepalanya melemparkan sekotak penuh bohlam lampu yang bersinar. Gadis itu menerima pemberian tersebut dengan lapang dada, jika tidak ingin disebut terlalu girang.

"Katanya kamu cuma doyan cewek kurus?" Gadis berusia 21 tahun itu mengingat kembali galeri seorang Fengying. Kebanyakan hanya berisi kumpulan wanita yang menyerupai tengkorak berjalan. Namun, saat dia melihat lebih jauh lagi ada seorang perempuan dengan tubuh sedikit sintal. Perlu digarisbawahi itu jelas bukan Xai Jia Li. Daripada 'sedikit' dia lebih cocok disebut 'terlalu sintal'. Kurang ajar memang, tapi Fana sudag kepalang kesal dengan tiga orang yang membuat hidupnya dililit masalah.

"Zhuni, ya? Feng bilang dia suka warna suaranya. Sedikit abstrak didominasi hijau tosca ." Suara itu ... Fana seperti pernah mendengar sekaligus melihat. Ketika dia membalik badan, sesosok wanita dengan tubuh menawan tertangkap kedua bola matanya. "Kenapa? Kaget? Memangnya cuma kamu orang di bumi ini yang punya sinestesia?"

Fana hendak menjawab, sebelum sebuah hujatan menyakiti gendang telinganya. "Kalau pengidap sinestesia yang sinting kayaknya memang cuma kamu, deh."

"Dasar Nenek-Nenek Tua Bangka! Memangnya kamu pikir warna suaramu bagus apa?! Mirip muntahan Gary saja bangga," balas Fana tak kalah sadis.

Mereka memang sedang berada di apartemen kepunyaan Fengying. Xai Zhang Bingjie dan Xai Jia Li? Mereka sedang sibuk mengurusi bisnis sehingga tidak akan pulang dalam waktu dekat. Atas hal itu, Fana sedikit bersyukur.

"Kamu tidak pernah diajar sopan santun, ya?! Eh, tapi kayaknya percuma. Otakmu terlalu minimalis untuk dimasukkan hal-hal berat semacam tata krama."

Fengying menarik napas sedalam mungkin. Beberapa barang melayang ke udara. Membuat atensi dua makhluk hidup di depannya teralih kepadanya.

"Ekhem, sudah selesai bertengkarnya?" Kedua manusia berjenis kelamin wanita itu mengangguk kaku. Seperti anak-anak yang diceramahi ibunya akibat terus-terusan bertengkar, mereka memandang sinis satu sama lain. Seolah mengisyaratkan bahwa gencatan sengaja tak akan berlangsung lama. "Teriakan kalian membuat telinga dan mataku sakit. Bisa berhenti?"

Lagi-lagi Athena dan Fana mengangguk. Mata mereka berkaca-kaca. Seolah siap menangis kapan saja.

"Duh, tidak usah sedih. Aku cuma tidak ingin kakak kesayanganku bertengkar dengan calon adik iparnya di masa depan." Air muka Fana langsung berubah 180°. Dia menatap tajam Fengying. Seolah dengan memandanginya seperti itu bisa membuat si cowok berhenti berbicara. "Jangan galak-galak, dong, Baby. Kamu jadi semakin cantik."

"Oh iya, Kak Athena itu sepupu jauhku. Meskipun, namanya 'jauh', tapi kita ini macam perangko, kok. Menempel terus."

"Kok diam semua, sih? Ya sudah, deh, Beb , kita lanjut saja tugasnya. Katanya kamu mau cepat-cepat balik ke rumah neneknya ... siapa, tuh, namanya? Aku lupa. Soalnya tidak penting-penting amat buat diingat."

"Namanya Yazhu," ralat Fana sedikit tak suka. "Tidak jadi. Katanya habis libur nanti Oma yang datang ke sini."

"Iya? Bagus, dong. Besok kita bisa menonton konser sama-sama. Pokoknya kamu harus mau. Kak Athena juga ikut."

Dengan senang hati Athena mengangguk. Sedangkan Fana? Sibuk manyun memikirkan nasibnya yang makin rumit sejak Mami memberi tugas untuk mencari uang sendiri.

~oOo~

WPWT 1
Romance 1
By. PrincessParody

Sinestesia [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang