|Delapanbelas|

10 3 0
                                    

•°•°•°•

Sorak kegirangan membuncah di dalam dada. Ingin rasanya dia menyerukan isi hati sekuat tenaga. Namun, hal itu akan berpotensi menimbulkan tanda tanya dari orang-orang di sekitar. Kemungkinan terbesar yang bisa dipikirkan mereka adalah, orang gila baru kabur dari rumah sakit jiwa.

Jika itu sampai terjadi, mau ditaruh di mana wajah seorang Xai Fengying? Bisa-bisa imagenya sebagai pemuda cool dengan segudang gebetan retak begitu saja. Kenapa dia mampu mendapatkan mantan sebanyak itu dengan berbagai keanehannya? Tidak lain tidak bukan karena seluruh cewek yang dia incar kebetulan memiliki sifat budak cinta nan mengakar erat dalam tulang sum-sum hingga DNA.

"Feng, kamu sehat, 'kan?" Walaupun, tadi sempat meneriaki sang sepupu dengan sedikit hujatan, Athena tetap merasa kasihan. Riwayat jantung koroner hingga ragam macam penyakit lainnya telah turun-temurun diwariskan dalam keluarga Xai. Ya, meskipun dia kurang yakin hal tersebut bisa menurun juga kepada anak angkat.

"Tadi Kakak tidak sengaja memarahi kamu. Jangan mengambek, ya?" Jurus puppy eyes dilontarkannya. Binar-binar permohonan tercetak di matanya. Ya, meski sebenarnya lebih terkesan seperti anak anjing yang memaksakan kilauan-kilauan di matanya. "Please."

"Lha, siapa yang mengambek?"

"Ya kamu, lah, C-E-B-O-L."

Bukan. Itu bukanlah suara Elizabeth Athena. Dari nada penuh kejahilan, kemalasan, dan juga kesinisan yang bersatu-padu menjadi satu kesatuan, bisa ditebak itu adalah suara Thana Fana Aphrodita.

Ditambah lagi warna suaranya yang cukup khas. Sangat halus bagaikan bulu-bulu beterbangan. Namun, di sisi lain juga didominasi warna-warna sendu seperti coklat, biru gelap, abu-abu, dan juga merah. Meskipun tak menutup fakta ada sedikit percikan kuning dan jingga di dalamnya.

"Eh, Putri Tidur sudah bangun?" Fengying menyeringai lebar. Senyumannya begitu lebar hingga menampakkan celah-celah giginya. Sedikit miring, hingga menimbulkan kesan mesum di dalamnya. "Padahal Pangeran belum sempat memberikan ciuman cinta sejati, lho. Hehehe."

"Lebih baik aku tidur selamanya daripada harus dicium pangeran dari negeri antah berantah dan ber- fetish aneh pula."

"Aduh, sejak kapan Aurora bisa sinis-sinisan begini? Disney kurang riset, nih, kayaknya."

"Alah, kebanyakan bicara kamu." Fana menyodorkan sebuah tangan. Sedangkan lengan satunya lagi bersedekap di dada. Sekilas dia terlihat seperti seorang debt collector yang tengah menagih utang. "Mana?"

"Apanya?" Gurat keheranan tercetak di wajah Fengying. Dahinya terlipat pertanda heran. Seingatnya dia sudah tidak pernah bermasalah apapun dengan keuangan sejak insiden saldo rekening ludes sebanyak 390.417 yuan akibat bermain game online beberapa tahun silam.

"Komik, lah, Dodol! Waktu kita kerja kelompok kemarin, kan, kamu bilang biar kamu saja yang selesaikan 10 halaman terakhir." Fana mulai menunjukkan ilmu mengomel tingkat tabung elpiji 12 kg. Namanya saja orang Indonesia, serasa ada yang kurang kalau tidak pakai mengegas. "Benar tidak, Kak Athena?"

Meskipun suka menistakan gadis absurd itu, Athena tetaplah orang yang memegang prinsip kejujuran. Apa gunanya memiliki nama seperti dewi nan terkenal akan kebijaksanaannya jika masih suka memihak? Lebih baik dinamakan Aries saja sekalian.

"Tuh, 'kan. Mana? Buruan kasih. Aku mau ketemu seseorang dulu."

"Siapa?"

"Yang pastinya bukan kamu."

Fengying menyerah. Dia mengambil beberapa lembar kertas dari lemari kerjanya. Setelah memberikan kertas tersebut, secepat kilat Fana raib dari penglihatan.

•°•°•°•

Atmosfer taman terasa mencekam. Tatapan tajam seorang gadis menjadikan situasi kian canggung. Tak tahan, si pemuda memecah keheningan yang telah mengikat erat. "Kenapa?"

"Siapa cewek kemarin?" Pertanyaan to the point mengalir tanpa kenal canggung. Selama beberapa detik Yazhu menahan napas. Tergugu akan suasana yang sebenarnya dia tidak tahu apa.

"Cewek mana?"

"Jangan sok polos. Kemarin kamu menonton konser di Marmalady's Mall, 'kan? Ada siluet gadis di sebelahmu. Aku lihat, kok," ketus Fana. Ekspresinya benar-benar tak bisa ditebak. Marah, kesal, atau mungkin 'iri'? Entahlah. Yazhu juga pusing.

"Dia ... pacar baruku."

" GOTCHAAA!" Seketika air wajah Fana berubah drastis. Senyum jahil tersungging di pipinya. Perubahan ekspresi yang begitu cepat. "Harusnya kamu kasih tahu ke aku dulu. Kalau diberi tahu dulu, kan, aku bisa memberikan dim sum buatanku ke calon ipar."

Yazhu salah tingkah. Tadi dia berpikir Fana marah karena cemburu. Namun, dari yang terlihat, sepertinya ia salah besar.

"Ipar? Sejak kapan kita saudaraan?"

"Aduh, Li Yazhu Jing, berdosa, lho, kalau tidak mengakui adik sendiri."

"Idih, najis. Lagi pula kalau dia dikasih dim sum buatanmu, aku kurang yakin dia bisa bertahan hidup lebih dari satu hari," sinis Yazhu pedas.

"Ndeh, muncuang ang lai ," seloroh Fana menggunakan bahasa dari daerah asal ayahnya. Tawa mereka meledak. Membuat tatapan heran orang-orang teralih kepada keduanya.

Dalam hati Fana berdecak takjub, kagum akan kelihaian aktingnya yang patut dihadiahi Piala Oscar.




WPWT 1
Romance 1
By. PrincessParody

Sinestesia [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang