•°•°•°•
Lamunan akan uang nan melimpah ruah membayangi benak. Aroma khas dari kertas sakti mandraguna memenuhi indra penciuman. Dengan kondisi perekonomian yang sedang dilanda krisis seperti ini, hanya berimajinasi tentang uang saja sudah membangkitkan hormon-hormon endorfin di kepala Fana.
"Tok. Tok. Tok," ujar wanita tersebut menirukan suara ketukan pintu. Matanya mendelik tak suka. Diposisikannya tangan di atas dada menyerupai orang bersedekap. "Sudah selesai mengkhayal, Nona? Perlu diingat saya tidak bermaksud membuat versi kedua dari Tuan Crabs."
"Kamu merusak lamunanku tahu! Dasar Lucinta Luna KW! Kalau ini di Indonesia, sudah kulaporkan ke polisi atas pasal perusakan kebahagiaan orang!" Fana mulai mengarang bebas. Tak peduli gaya bicaranya mulai tidak sopan untuk ukuran seorang klien.
"Lucinta Luna?" tanya si lawan bicara keheranan.
Fana membuka tutup mulutnya tak percaya. Pandangan miris terlontar, seolah wanita berambut pirang di depannya itu adalah manusia termalang di seluruh alam semesta. "Kamu tidak kenal Lucinta Luna? Makanya, sekali-sekali tonton, dong, Lambe Turah. Jangan kuper-kuper amat."
Sebelum mulutnya sempat menanyakan perihal 'kuper' dan 'Lambe Turah', wanita itu lebih memilih melupakannya. Bisa-bisa habis harga dirinya di hadapan cecunguk bernama Fana. Dirinya pun heran mengapa bisa tahan mendengar rentetan kalimat tak masuk akal ala Thana Fana Aphrodita.
"Berhubung hari ini mood saya tidak jelek-jelek amat, kamu dimaafkan." Wanita itu mengatur napas perlahan. Berusaha menetralkan emosi yang bisa meletup sewaktu-waktu. "Nama saya Elizabeth Athena. Silakan panggil sesukanya."
"Namaku sesuai aplikasi, Nek."
"Bisa ulangi sekali lagi?!"
Fana memutar bola mata jengah. Suaranya sudah secempreng itu dan masih tidak terdengar? Untung Fana sabar. "Namaku sesuai aplikasi, Nek," ulangnya seraya memberi penekanan berlebih pada kata 'Nek'.
"KURANG AJAR!" Athena menjerit histeris. Meja-meja cafe berhamburan. Untung saja dia memesan ruangan VIP yang kedap suara. Jika tidak mungkin dirinya sudah diseret paksa menuju Rumah Sakit Jiwa terdekat.
Kurang sabar apalagi Athena? Disangka transgender? Checked. Diberi sapaan aku-kamu? Checked. Dikata-katai dengan bahasa asing? Checked. (Untuk poin nomor tiga insting Athenalah yang mengatakan 'kuper' memiliki makna tidak mengenakkan).
Kini diragukan kemudaannya? Keterlaluan!
"Kan kamu yang bilang bebas panggil apa saja." Ekspresi sok polos terpampang jelas di wajah gadis bersurai sepunggung itu. "Tolong jangan berteriak dan melempar barang-barang lagi. Mataku sakit mendengarnya."
"Koreksi sedikit. Yang benar mata, bukan telinga," ralat Athena menggebu-gebu.
Fana mengibas-ngibaskan rambut panjangnya pongah. Tawa khas ala Anggun C. Sasmi mulai menggelegar. "Aku mendengar hanya pakai telinga? HAHAHAHAHA! Aku, tuh, punya sinestesia tahu. Pakai dua panca indra sekaligus."
Tatkala mendengar kata 'sinestesia' Athena pun bungkam. Dilanjutkannya kembali topik yang sempat terjeda, "Lakukan saja apa yang saya perintahkan, maka kamu akan mendapatkan imbalan setimpal."
Lamunan akan uang nan berlimpah ruah kembali membayangi benak Fana.•°•°•°•
Pandangan menelisik dilontarkan. Pria paruh baya itu berdecak penuh kekaguman. Senyum kepuasan tersungging di pipinya yang mulai dihiasi bekas-bekas sebagai bukti lamanya hidup.
"Dari mana kau mendapatkannya?" tanya pria bernama Xai Zhang Bingjie itu pada Athena.
Wanita pertengahan 30-an itu terdiam. Seringai lebar disunggingkannya. Seolah 'perang' senyuman adalah bahasa isyarat di antara mereka berdua.
"Halo, Tuan dan Nyonya! Senyam-senyumnya bisa ditunda sebentar dulu tidak? Saya ini bukan barang obralan, lho."
"Kurang polos, ya," gumam pria asing itu pelan. Meskipun begitu, suaranya masih bisa terdengar. Deathlager terseram seorang Fana menghadiahi kakek-kakek yang dianggapnya tak punya sopan santun. "Tidak masalah. Selama kau memiliki paras cantik saya terima dengan lapang dada."
Bulu kuduk Fana mulai meremang. Mengerikan. "Permisi, Pak Tua, perlu Anda ketahui saya ini bukan cewek murahan. Aplikasi Look At Me! memang mewajibkan untuk sopan pada pelanggan, tapi kami juga berhak menolak pesanan jika klien dirasa tidak memiliki etika."
"Saya Thana Fana Aphrodita undur diri. Jangan lupa bintang limanya."
Tanpa aba-aba Athena menahan tubuh mungil gadis di hadapannya. Seringai mematikan dihadiahkannya. Seolah dapat membunuh Fana seketika.
Athena melempar barang-barang serampangan. Wajah meringis Fana membenarkan prediksinya. Kelemahan gadis itu sudah dalam genggaman.
"Kamu takut, 'kan?" tanyanya retoris. Tentu saja Fana menggeleng. Mana ada petarung nekat membongkar kartu As di depan lawan? "Mengaku saja. Layani Tuan Xai dan kamu akan mendapat hadiah."
Sebelum meninggalkan 'korban' Athena berbisik perlahan. "Ini bukan keinginanku. Namun, saya bisa pastikan kamu akan pulang tanpa kehilangan sesuatu apapun," janjinya dengan suara yang sedikit melunak.
Di saat otak mengatakan tidak dan nurani justru menentang logika ... pilihan manakah yang akan kamu putuskan?•°•°•°•
WPWT 1
Romance 1
By. PrincessParody
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinestesia [END]
RomanceDi usia yang genap menginjak 21 tahun, pencapaian apa saja yang telah dilakukan? Lulus dari perguruan tinggi? Mendapatkan pekerjaan? Menghamili anak orang? Atau justru hanya bermalas-malasan ria? Thana Fana Aphrodita termasuk dalam kategori terakhir...