CAPT 0.7

46.9K 1.2K 45
                                    

Happy reading.✨


*****

Keesokan paginya, Rifaldi benar menjemput Syila. Baru jam enam pagi tapi Rifaldi sudah stay didepan rumah Syila sambil berpangku tangan diatas tangki bensin motor kesayangannya.

Ia tidak berniat untuk memencet bel, karena setahunya Syila sering ditinggal sendiri. Jadi percuma saja ia memencet bel toh tidak akan ada yang membukakannya.

Tapi dugaannya salah. Saat pintu utama terbuka dan mendapati pria paruh baya yang masih terlihat muda dan juga keren, menatap Rifaldi bingung.

Pandu berjalan menuruni tangga, lalu membuka gerbang rumahnya. "Loh, temennya Syila?" Rifaldi menuruni motornya, lalu berdiri sopan kepalanya sedikit menunduk. "Kenapa gak mencet bel? Syila juga nih gak ada ngomong kalo bakal dijemput sama temennya."

"Maaf om, dikira saya tadi gak ada orang selain Syila. Jadi saya niat buat nunggu diluar aja. Gak enak soalnya, takut jadi fitnah."

"Aduh, padahalkan bisa nunggu diteras." Pandu menoleh kebelakang, lalu menunjuk kursi panjang yang terjejer didepan rumah. "Tuh, disitu."

Rifaldi menggaruk kengkuknya. "Hm, Syila nya ada om?"

"Ada kok ada. Ayo masuk dulu, ini masih terlalu pagi. Biasanya Syila itu berangkat nya mepet banget sama bel masuk. Katanya biar pas nyampe langsung belajar gak usah nunggu-nunggu dulu. Aneh emang." Pandu terkekeh, Mereka berdua pun berjalan memasuki rumah.

"Oh gitu ya om?" Rifaldi memperhatikan dalam rumah mewah yang Syila tempati. "Saya terlalu semangat soalnya mau berangkat bareng Syila." Pandu menoleh kearah Rifaldi seraya geleng-geleng kepala, sedangkan Rifaldi hanya memasang cengiran kudanya.

Mereka berdua pun sudah sampai didepan meja makan. "Oh iya. Kita belum kenalan." Pandu menggeser bangku lalu mendudukinya. "Saya Pandu ayahnya Syila."

"Saya Rifaldi, om.-"

"Pacarnya Syila?" Tanya Pandu, menggoda. "Silahkan duduk nak Rifaldi." Lagi-lagi Rifaldi menggaruk kengkuknya, lalu menggeser bangku dan duduk.

"Sudah berapa lama kalian pacaran?" Tanya Pandu seraya mengoleskan selai pada roti tawar.

"Hm, baru-baru ini om."

"Jaga Syila baik-baik ya. Dia anaknya agak keras. Salah saya juga sih kurang ngasih perhatian ke dia. Tapi aslinya dia baik kok. Paling-paling kalo ngamuk gigit." Pandu mengerling.

Rifaldi bergidik ngeri, entah gigit apa yang Pandu maksud. Tetapi Rifaldi cukup merinding mendengarnya.

Lebay? MEMANG!

"Gigit?" Beo Rifaldi.

Pandu mengangguk mantap. "Agak agresif anaknya."

Lagi-lagi Rifaldi bergidik ngeri, lantas Pandu pun terkekeh.

"Siapa yang ayah bilang agresif?!"

Dua lelaki itu pun terpelonjat, lalu menoleh kearah sumber suara.

"Eh, Syila. Sini sarapan dulu sayang." Ucap Pandu dengan lembut.

"Siapa yang ayah bilang agresif?!" Syila mengulang pertanyaannya.

"Kucing- iya, iya kucing." Rifaldi beralibi.

Syila mengerutkan keningnya. Menatap dua orang lelaki dihadapan bergantian, lalu menghela nafas.

"Gausah carmuk lo didepan ayah gue!" Ucap Syila ketus pada Rifaldi, sambil menduduki bangku kosong disamping ayahnya.

"Syila." Syila memutar bola matanya. Ayahnya selalu menjadi sumber kelemahan baginya setelah almarhumah ibunya.

KETUA BASKET VS BADGIRL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang