CAPT 18

19.9K 638 23
                                    

Happy reading.✨


*****

"Nih," Syila menyerahkan helm berwarna pink yang tadi ia pakai. Entah dari mana Rifaldi mendapatkannya, atau memang sengaja beli khusus untuk Syila?

Rifaldi bergerak menuruni motor, lalu berdiri pas dihadapan Syila. Tangannya terulur untuk membenarkan beberapa anak rambut yang berantakan di wajah Syila. Jarak keduanya begitu dekat hingga Syila dapat merasakan aroma maskulin si ketua basket itu. Syila terpanah, tepat sasaran. Bahkan ia tidak sadar bahwa Rifaldi sudah selesai dengan kegiatannya.

Rifaldi membekap wajah Syila gemas, "gak usah gitu juga ngeliatinnya."

Syila mendengus, kalo begini make up tipisnya bisa rusak! Merasa bodoh karena sudah kepergok mengamati Rifaldi, Syila memutuskan untuk pergi tanpa sepatah kata. Ia tidak marah, namun hanya kesal.

"Loh, Syil.. mau kemana?!" Tanya Rifaldi sedikit berteriak masih pada tempatnya.

"Ke mars." Jawab Syila asal.

Rifaldi sudah mengejarnya. Menyamakan langkah dengan Syila sangatlah mudah. "Malu banget, sampe mau pindah planet?"

"Malu kenapa?!"

"Malu karena kepergok merhatiin pacarnya,"

"Ngarang!" Syila mempercepat langkahnya. Rifaldi lebih memilih berhenti dan mengamati perempuannya dari jauh. Ia terkekeh geli, perempuan itu masih saja galak padanya.

*****

"Ih, kak.. diem dulu!" Syila sedang membersihkan seragam Rifaldi yang kotor akibat tersiram satu gelas jus mangga. Sekarang tidak ada lagi wangi maskulin si ketua basket itu, yang ada wangi mangga yang begitu menyengat asam ke hidung.

"Makanya kalo punya mata itu digunain dengan sebaik mungkin, jangan jelalatan. Jalan lurus, tapi muka belok. Liat yang bening dikit langsung nengok. Untung jus yang tumpah, kalo air panas gimana?!" Tanya Syila jengah. Ia juga sedikit marah karena yang menabrak Rifaldi tadi adalah sosok kaumnya.

Rifaldi hanya berdiam sambil mengamati wajah masam pacarnya. Meskipun galak, Syila mempunyai jiwa simpati yang tinggi. "Udah," ucap Syila dengan nada yang masih ketus. Ia membereskan tissue kotor yang tadi ia gunakan lalu membuangnya ke tong sampah terdekat.

Syila mendengus seraya memutar bola matanya. Yang dilakukan Rifaldi daritadi hanya diam, tapi terus mengamati Syila seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Apakah Rifaldi tahu, Syila ini sekarang sebenarnya sedang menahan gejolak cemburu?

"Apa?!" Tanya Syila menantang.

Rifaldi mengangkat satu alisnya, "Jangan marah-marah terus, ah." Tangan Rifaldi terulur, menyentuh kening Syila yang berkerut. "Jangan dikerutin, jelek." Lanjutnya mengejek.

Syila semakin kesal. Bukan ini yang Syila mau. Syila juga ingin seperti pasangan lain yang jika pasangannya sedang marah dibujuk, dirayu, dan sebagainya. Namun diluar keinginannya, Rifaldi malah mengejeknya.

"Yaudah, jangan marah. Mau dibeliin apa?" Tanya Rifaldi lembut. Ekspresi dan gaya tubuhnya sudah berubah seperti sosok pacar idaman, Syila pun sampai muak melihatnya.

"Gausah!"

"Kenapa?"

"Gak papa!"

"Gak papa nya lo itu beda. Pasti ada apa-apanya."

"Terserah!"

Andres yang daritadi sibuk menyaksikan sinetron secara live, menggebrak meja sampai membuat Syila terperanjat. "Apa sih?!" Tanya Syila jengah. Memang diantara Rifaldi dan juga teman-temannya tidak ada yang waras. Muka mamang boleh tampan, tapi otak? Absurd semua.

Andres meringis, ia membentuk jari tangannya seperti huruf V. "Gak jadi."

Rifaldi tergelak. Apa-apaan Andres ini? Badan boleh besar, tapi dibentak perempuan saja sudah ciut. "Bangsat, lo Fal! Gara-gara lo gue jadi ngerasain gimana rasanya dimarahin nenek lampir."

"Apa lo bilang?"

"Eug— enggak, enggak bilang apa-apa!" Jawab Andres gugup, lalu ia bergumam tepat ditelinga Yudha. "Untung nenek lampir kupingnya bermasalah."

Kali ini Syila yang menggebrak meja, ia mendengarnya namun hanya malas untuk menanggapi lebih. "Kali-kali emang mulut lo butuh di sumpel!"

Mata Andres tiba-tiba berbinar, kata-kata Syila begitu ambigu. "Iya nih kurang disumpel," Andres diam sejenak. "Sama mulut."

Syila memasang wajah jijik. Sedangkan Rifaldi sudah bergerak meminting leher Andres. "Inget lo lagi berhadapan sama siapa sekarang?" Tanya Rifaldi masih bisa santai.

"Ampun, bang. Ampun!"

"Gue bukan abang lo."

Andres meronta-ronta, meminta dilepaskan. Ia melirik Yudha yang sepertinya tidak mempunyai minat meloloskannya dari ketua basket ini.

"Jangan dikasih lolos. Jadi kebiasaan mulutnya sering ceplas-ceplos." Ucap Yudha saat menatap Andres yang menatapnya dengan tatapan meminta tolong.

"Enaknya di apain ya?" Tanya Rifaldi seperti seorang psikopat yang ingin menghabisi mangsanya.

"Yaelah, Fal! Gue cuma becanda." Andres sudah terbatuk-batuk, meskipun Rifaldi hanya berniat bercanda namun pintingan dileher Andres tidak main-main.

Tidak lama Rifaldi melepaskan Andres, "gue juga becanda."

Andres meraup oksigen, ia mengatur nafasnya yang masih tersengal-sengal. "Gila lo!"

"Gue ke kelas." Pamit Syila. Ia berdiri, diikuti oleh Vivia. Rifaldi tidak mencegahnya. Ia masih mempunyai banyak cara agar perempuan itu luluh kembali padanya.

*****

"Makan ice cream, yuk?!"

Bola mata Syila membulat, lalu ia menoleh. "Enggak!"

Rifaldi mengerutkan keningnya, tidak biasanya Syila menolak jika diajak makan ice cream. "Kenapa?"

"Berhenti nanya kenapa kalo ujung-ujungnya gak bisa ngertiin." Syila berjalan lebih dulu dari Rifaldi.

Rifaldi merasa aneh, tidak biasanya Syila marah terlalu lama. "Tuh cewek kenapa sih?" Monolog Rifaldi. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Syil, gimana gue bisa ngerti kalo lo gak ngomong?"

Syila berpikir, ada benarnya juga. Syila tidak pernah bicara kalau ia cemburu dan merasa kesal. Ia hanya bisa marah, marah, dan marah. Seolah Rifaldi adalah cenayang yang bisa membaca pikirannya. Jadi disini siapa yang salah? Ah, tunggu. Perempuan tidak pernah salah!

"Pulang aja kak, gue capek."

"Oke."

*****

To be continued.❤

STAY SAFE BESTIEE!!!

See you next chapter..
Thank you.❤

KETUA BASKET VS BADGIRL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang