BAB 10 - KELUARGA UTUH

331 49 3
                                    

BAB 10

KELUARGA UTUH

Anggun mengembuskan napas setelah Brayn, Inggit dan Bara pergi dari rumah. Alea sedang main di depan rumah dengan ayahnya. Sementara dia masih duduk dengan pikiran melayang ke mana-mana.

Ada binar harapan dari mata Anggun. Impian itu hampir terwujud. Adanya keluarga utuh, sepertinya akan benar-benar terjadi ketika melihat reaksi Brayn yang masih bisa dikontrol. Bukankah Anggun takut akan terjadi bumerang ketika mereka dipersatukan? Sejauh ini, aman. Brayn bisa menerima kehadiran Gara dan Alea.

Saat mengandung Brayn 20 tahun lalu, Anggun memiliki harapan besar. Suatu saat, dia akan bahagia bersama keluarga kecilnya. Pindah ke Jerman dan menjadi warga sana. Keluarga pasti bangga, sebab Anggun berhasil berkeluarga dengan orang luar. Bukankah mendapatkan pasangan bule merupakan kebangaan tersendiri? Namun, semua itu hanya ekspektasi. Kebahagiaan yang didambakan baginya hanya imajinasi. Terutama setelah dia mendapatkan satu kenyataan pahit.

"Siapa ini?" tanya Anggun saat suaminya keluar dari toilet. Bodoh sekali lelaki itu bisa meninggalkan ponsel di atas kasur.

Lelaki berwajah putih dan bermata biru kontan melotot. "What's wrong?"

Anggun mengacungkan ponsel dan memperlihatkan foto seorang wanita dengan anaknya. Terlihat kebahagiaan di dalam gambar. Anggun mendapatkan foto tersebut dari pesan salah satu perempuan.

Tangan kiri mengelus perut yang semakin hari semakin besar. Air matanya bercucuran. Wajah Anggun yang cantik, dengan kulit kuning langsat yang khas, tak tampak lagi. Kehamilan membuatnya tidak bisa mengurus wajah seperti dulu. Dia persis ibu rumah tangga yang tak berdaya.

Anggun melemparkan ponsel ke arah lelaki itu sebelum suaminya menjelaskan. Wanita itu menangis dan berteriak, hingga mengumpat habis lelaki yang amat dia percaya. Melalui akad di depan penghulu, Anggun yakin lelaki itu adalah lelaki terbaik yang dia temui. Tapi kenyataannya, dia bagai duri dalam daging.

"Pergi kamu! Pergi!"

"Aku bisa jelaskan ...." Lelaki itu mendekat, "Dia ...."

"Mereka anak dan istrimu di sana kan?" Suara Anggun menggelegar, padahal dia sedang hamil. "Kamu telah menghianati saya. Kamu telah membuat saya kehilangan harapan. Kamu ...."

"I'm Sorry ...."

"Pergi kamu! Saya tidak mau lihat wajah kamu lagi!"

Beku, lelaki itu berusaha tenang.

"Pergi!" Urat leher Anggun mencuat keluar.

Lelaki itu melangkah mundur, ingin mengatakan sesuatu, tapi urung. Dia memilih memungut ponsel yang berantakkan, lantas menghilang dari kamar. Lengang, hanya tangisan Anggun yang memenuhi ruangan itu.

Sejak saat itu, lelaki itu tidak pulang. Anggun menghapus semua komunikasi. Nomor diblokir. Media sosial diputuskan. Bahkan saat Anggun melahirkan, dia melarang lelaki itu untuk masuk dan menengoknya. Dia benar-benar kecewa.

Sejak kabar terakhir mantan suaminya berembus, tak pernah ada kabar lagi hingga sekarang. Sempat beberapa kali lelaki itu datang saat Brayn berumur 3 dan 5 tahun. Bahkan lelaki itu pernah menggendong Brayn di usia pertumbuhan. Namun setelahnya, Anggun menghalangi akses pertemuan. Anggun mengubur semuanya. Dia merasa hidupnya benar-benar hancur karena telah menikah dengan lelaki beristri.

Sejak melahirkan Brayn, Anggun berubah seperti mayat hidup. Hari-harinya dihabiskan di ruangan kantor hingga malam. Melihat Brayn, menolehkan luka yang sangat besar. Berbincang dengan Brayn, menorehkan pahit yang tak pernah bisa dimusnahkan.

My Bra (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang