BAB 27 - Komentar Inggit

246 44 0
                                    

Udah hari kamis aja gengs. Selamat membaca ya. jangan lupa komen dan vote.

***


BAB 27

KOMENTAR INGGIT

Aroma kopi sasetan menyeruak di kamar kos Brayn. Seorang anak kos kurang afdal jika belum mengkonsumsi kopi yang harganya 2 ribu rupiah di warung. Harga segelas kopi di kafé, bisa dibelikan sekitar 20 bungkus kopi kemasan yang dijual di warung-warung.

Cowok itu mengucek isi gelas dengan kemasan kopi yang dilipat, lalu melempar lipatan kemasan itu ke tong sampah. Setelahnya, dia menyeruput kopi perlahan-lahan. Nikmat, desahnya. Apalagi yang mau dia dustakan? Angin malam membuat mood terasa lebih baik untuk sekadar menikmati aroma kopi mainstream itu.

Sambil bersantai ria, Brayn melihat kembali video kedua bersama Joice. Video itu mendapatkan 880 Ribu views , 50 ribu komen, 100 ribu like dan 10 ribu orang yang dislike selama 14 hari. Video review film dengan penonton terbanyak hanya 96 Ribu views, itu juga saat dia memaki habis film horor yang banyak celah untuk dicela. Sekarang, hal-hal berbau challenge bisa menaikkan popularitasnya?

Benar kata Joice. Ini akan menguntungkan kedua belah pihak. Meskipun, Brayn sadar bahwa prinsipnya mulai melebur. Niat awal yang hanya akan membuat video tentang film digeserkan. Tapi, apa mau dikata? Brayn masih ingat kata-kata Inggit yang dia dapat dari novel Perahu Kertas. Katanya begini: untuk menjadi diri sendiri, kita memang harus menjadi orang lain terlebih dahulu.

Asu lu. Lihat tete cewek akhirnya kelepek-kelepek juga!

Komentar akun anonim itu membuat lamunannya buyar. Brayn memang selalu berusaha membaca komentar netizen. Dia pikir, siapa tahu ada inspirasi dan masukan yang bisa diambil? Brayn menggeleng, akun anonim memang bebas berkomentar apa saja. Mungkin karena merasa nggak bakal ketahuan.

Akhirnya, tokoh antagonis di Youtube bisa dapet cewek juga. Melting akutu. Jadi cemburu!

Komentar lainnya membuat Brayn menutup mulut. Dia menahan agar suaranya tidak keluar dan menganggu pengguna kos lain. Komentar itu benar-benar lucu. Hanya karena Brayn suka berkata pedas terhadap suatu film, dia disebut tokoh antagonis? Oh, oh ....

Komentar ketiga:

Yang like saya doakan ....

Skip! Pasti tuh orang mendoakan orang lain naik haji! Pikir Brayn.

Kalau kamu nggak mau hubungan lagi sama aku, nggak apa-apa, nggak masalah. Asal kamu pulang. Mamamu belum sembuh sejak kamu pergi. Alea murung, nggak mau keluar kamar!

Nama si pengomentar membuat air wajah Brayn berubah total. Dia memilih menyambar gelas di meja, lalu menyeruput airnya sampai habis. Dia tidak sadar juga kalau ampasnya ikut ketelan. Lebih sesak membaca komentar daripada tenggorokan kesat karena ampas kopi.

Rindu itu menjalar lagi. Selama beberapa hari belakangan, ada satu hal yang dia tahan. Kerinduan. Rindu segalanya! Mama (meskipun nyebelin dan membuat Brayn masih marah sampai sekarang). Alea, anak yang seharusnya tidak dia khwatirkan, tapi malah jadi fokusnya juga. Terakhir, tentu saja Inggit, karena dia akan selalu menjadi salah satu orang penting dalam hidup Brayn.

"Maafin aku Ngit. Pasti kamu kecewa lagi liat video ini," desah Brayn. "Nggak apa-apa, sekalian aja semuanya aku lakuin. Biar kamu makin sadar, kalau aku memang bukan orang baik. Aku nggak pantes terus-terusan ngerecokin hidup kamu."

Sambil memegang ponsel, Brayn merebahkan badan di kasur. Perasaannya jadi tidak keruan, padahal baru saja dia merasa sangat santai dengan kopi warung. Mengingat Inggit dan keluarga, Brayn merasa bahwa sebenarnya ruangan yang ditempati sekarang adalah neraka.

My Bra (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang