BAB 17 - Kantor Penerbit Buku

319 45 3
                                    

Informasi tambahan man-teman. Kini My Bra update 2x seminggu yaitu Senin dan Kamis. Tunggu terus update-an aku yess

BAB 17

KANTOR PENERBIT BUKU

Inggit mengembuskan napas sesaat setelah menutup telepon. Sebenarnya, kalimat terakhir Brayn masih terdengar, namun dia buru-buru mengusap ikon merah berbentuk telepon. Sudah bisa ditebak, Brayn akan bertanya banyak hal. Inggit sangat tahu gelagat cowok itu.

Ke mana?

Jangan bilang ada urusan sama cowok!

Aku nyusul kamu ya?

Atau:

Kamu nggak boleh jalan sama orang lain selain aku.

Seketat itu seorang Brayn menjerat Inggit. Cewek itu bahagia. Tandanya, Brayn amat menyayanginya. Tapi di sisi lain, kadang Brayn bisa bikin Inggit naik darah. Terlebih saat cewek itu bersama dengan orang lain. Cowok terutama.

Detik ini, Inggit sedang menjadi penumpang cowok gempal dengan helm berwarna hijau. Kang Ojek Online bukan siapa-siapa. Ya kali, Brayn marah karena Inggit dibonceng tukang ojek. Cewek itu justru lebih cemas jika Brayn tahu tujuan Inggit pergi saat ini.

Penerbit Lentera Jiwa. Salah satu penerbit besar di Bandung (punya beberapa cabang di beberapa daerah). Hal yang paling mencengangkan, penerbitan itu merupakan tempat bekerja Gara. Makanya, Inggit tidak mau berbicara panjang lebar kepada Brayn.

Soal kekecewaannya tadi malam, Inggit hampir melupakannya. Sebatas hampir. Masih ada yang menjadi pertanyaan Inggit. Emang, semalam Brayn ke mana sih, sampai lupa janji dengan sahabatnya sendiri? Jarang-jarang ada yang bisa menghalangi Brayn untuk berduaan bersama Inggit. Kecuali karena kegiatan penting, atau bahkan orang yang ditemui Brayn memang spesial.

Jadi ....

Motor yang tiba-tiba berhenti membuat badan Inggit menubruk punggung Kang Ojek. Lamunannya buyar.

"Maaf Neng, tadi saya tidak lihat plang. Ternyata sudah sampai."

Tadinya, Inggit ingin merutuk, memaki tukang ojek, atau sekadar mencubit punggung gempalnya. Tapi tidak jadi. Toh sudah sampai ke tempat tujuan.

Inggit menyodorkan helm. "Lain kali jangan ngerem mendadak, Kang. Entar gimana kalau dua harta saya kena sama punggung Akang?"

"Harta apa, Neng? Emangnya bawa emas banyak? Atau berlian?" Di balik helm, wajah Kang Ojek terlihat bingung.

"Ah, sudah, sudah. Lupakan aja Kang." Inggit menahan tawa.

Sementara, ojek itu membiur dari hadapan Inggit.

Setelah membayar ojek, Inggit masuk ke parkiran depan gedung yang cukup luas. Dilihat-lihat, parkiran itu bisa menampung lebih dari 200 motor. Gedungnya juga mewah. Desain ala-ala kantor start up terlihat menonjol. Tandanya, Penerbit Lentera Jiwa memang salah satu penerbit yang bonafiditas.

Bibir Inggit melebar saat matanya menangkap sosok tegap yang melambaikan tangan di depan kantor. Seperti biasa, senyumnya selalu lebar, aura positifnya terpancar. Ehm, ada satu hal lagi sih yang bikin perhatian Inggit tersedot. Dewasa. Cowok itu terlihat dewasa ketika mengenakan kemeja kotak-kotak, dengan bagian tangan digulung. Kacamata juga. Di rumah, Gara tidak memakai kacamata. Sepertinya memang untuk kepentingan kerja.

"Akhirnya datang juga." Gara menjabat tangan Inggit. "Sendirian?"

"Ya ...." Inggit mengerutkan kening. "Kenapa?"

My Bra (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang