Hallo gengs. My Bra update senin dan kamis yess. Nah, nggak kerasa, udah senin aja. Selamat membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Vote dan komen juga :)
***
BAB 24
MERINDU
Tangan Inggit bergetar saat membaca pesan singkat dari Gara. Antara percaya dan tidak. Antara mimpi atau nyata. Mirip seperti dia yang sedang terjatuh dari motor, tapi ada seseorang yang menggendongnya untuk sementara. Iya, sementara. Setelah disadari, informasi kebahagiaan dari penerbitan hanya penenang sesaat.
Inggit mencari kontak bernama Herman sambil tertawa haru. Namun kemudian, tawa yang spontan keluar itu terhenti tatkala dia mengingat bahwa Brayn bukan lagi Brayn yang dulu. Jauuuuuh, dia pergi jauh, pikirnya. Dulu, nyaris separuh hidupnya diceritakan kepada Brayn. Sekarang, untuk sekadar menginformasikan naskahnya diterima penerbit saja tidak bisa.
Nomor Brayn tidak bisa dihubungi. Awal-awal, nomor itu diluar jangkawan. Lama-lama, nomor yang dituju ternyata salah. Ya ... kalau tidak ponselnya yang hilang, nomornya memang telah dibuang. Apakah secepat itu persahabatan bisa retak? Tanya Inggit dalam lamunan.Tangis yang selama seminggu berusaha ditahan, nyatanya tak mampu membuat dia benar-benar ikhlas. Bagaimana dia mau ikhlas, orang yang setiap hari merecoki hidupnya kini harus hilang! Seminggu, man. Seminggu!
Inggit baru sadar juga, buah penantian itu membuat wajahnya terlihat lebih kusam. Bahkan rambutnya acak-acakkan. Mata juga sembab, mirip kue apem. Apa Brayn sudah seperti candu bagi Inggit? Pada akhirnya, Inggit menggeleng, dia memilih membuka ponsel untuk mencari kontak Gara.
Makasih Kak informasinya. Sore ini, aku akan datang!
Sulit sebenarnya membalas pesan Gara. Inggit ingin mengajak Brayn untuk ikut merasakan kebahagiaan dalam obrolan proses kontrak penerbitan buku sore nanti. Dia ingin menunjukkan, bahwa cerita yang ditulis dan pernah dibaca Brayn beberapa lembar, kini akan jadi konsumsi publik, dan akan jadi kado terindah buat papanya. Di luar dugaan, Brayn telah menghilang.
Selama beberapa hari ke belakang, Inggit datang ke kampus sepagi mungkin. Dia berjaga di pintu kelas Brayn. Sudah seperti sekuriti saja dia ini, tapi sosok jangkung itu tak kunjung muncul. Sampai tujuh hari berlalu, Brayn tak datang ke kampus.
Ketika ditanyakan kepada teman-teman sekelasnya, beberapa orang menggeleng. Sementara yang lainnya hanya tahu bahwa Brayn tidak mengatakan apa-apa kepada mereka, mungkin Brayn sudah berbicara ke pihak kampus.
Mau tidak mau, Inggit menggunakan cara terakhir. Dia sempat menghubungi Joice setelah beberapa hari menahan diri. Demi Brayn, Inggit memaksakan diri. Parahnya, selama proses mencari tahu, dia dibuat kesal oleh Joice. Beberapa kali, cewek itu menolak panggilan telepon Inggit. Pesan singkat pun tidak dibalas. Bahkan saat Inggit sengaja datang ke Prodi Manajemen Bisnis, tepatnya kelas Joice, cewek itu seperti tidak tahu menahu.
"Seharusnya, kamu dong yang tahu Brayn di mana?" Joice malah balik bertanya saat dihadang Inggit di depan kelas.
Jelas, perkataan Joice membuatnya merasa semakin bersalah. Huh ... Inggit tak kuasa. Dia yang sedang berdiri di hadapan cermin, akhirnya menghentakkan badan di kasur. Menangis lagi. Wajahnya yang sudah beberapa hari tak dilapisi scincare atau pelindung kulit lainnya, lebih mirip gorengan yang penuh dengan minyak.
"Bra, aku nggak bisa hidup kalau kamu terus-terusan sembunyi ...."
***
Suara tangisan yang terpendam oleh bantal terdengar hingga keluar ruangan. Gara yang awalnya diam di depan pintu, perlahan menggerakkan knop pintu. Tindakkan itu menghasilkan suara keritan yang kontan membuat tangisan itu menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bra (TERBIT)
RomanceNOVEL INI TERBIT DI ELEX MEDIA. SEBAGIAN BAB DIHILANGKAN DEMI KEBUTUHAN PENERBITAN. ------- Brayn Kiel Suherman, youtuber ganteng dan berkarisma. Kepergian sang ayah sejak lahir membuatnya benci dengan kenyataan bahwa dia seorang blasteran. Apalagi...