BAB 29 - SEMBUH DEMI AKU

317 42 0
                                    


Seperti biasa, cerita My Bra update setiap Senin dan Kamis. Jangan lupa lho ya. Hehehe. Selamat membaca semuanya.

***

BAB 29

SEMBUH DEMI AKU

"Bra, kamu kenapa?"

Mata Brayn terbuka perlahan. "Joice?"

"Kamu sakit?" Joice mengusap dahi Brayn. "Ke dokter ya?"

"Nggak usah. Nanti juga pulih." Brayn memaksakan diri untuk senyum. "Kamu ngapain di sini?"

Joice tidak menjawab pertanyaan Brayn. Dia memilih berdiri, kemudian mencari sesuatu di meja. Dia menemukan mangkuk kecil yang tersusun berantakkan dengan beberapa alat makan. Dengan gerakkan cepat, cewek itu mengucurkan air dari galon ke dalam mangkuk. Dia kemudian mengambil saputangan dari tas, mencelupkan benda tersebut, dan memerasnya.

"Kalau beneran sakit, aku bisa antar kamu ke dokter." Air wajah Joice berubah merah.

"Kamu pikir, aku pura-pura sakit?" Brayn tertawa pelan.

"Bukan ...." Joice menyimpan mangkuk di meja sisi ranjang. Setelah saputangan itu diperas, dia menempelkannya di dahi Brayn. "Emang kamu kenapa sih, kok bisa kaya gini?"

"Biasa-lah. Namanya juga manusia."

"Huh ...."

Embusan napas Joice menguap menyentuh wajah Brayn. Cowok itu mendadak memejamkan mata. Sensasi napas cewek itu membuat dirinya sedikit lebih tenang. Entah kenapa, wangi mint yang merasuk melalui hidung, membuat badan Brayn semakin sejuk.

"Hari ini aku pindah ke rumah Mama." Joice tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya.

"Oya?" Brayn bangun dari tempat tidur. Sapu tangan masih menempel di kening. "Bagus dong?"

"Kelihatannya memang bagus." Joice mendengus. "Tapi sulit bagi aku, Bra." Joice melipat tangan di dada. "Lagian, aku kesel sama Papa. Putri nggak jadi pergi, dan aku pergi sendiri."

"Harusnya kamu seneng dong, Putri masih di rumah ...." Brayn berucap datar.

"Kok kamu bela dia?"

"Kamu nggak perlu khawatir lagi sama Papamu. Ada yang ngawasin dia."

"Tapi seharusnya aku yang sama Papa!"

"Kenapa harus kamu yang sama Papa?" Brayn mengelus wajah Joice yang merah. Senyumnya menguar begitu Joice tersipu. "Papamu milih kamu untuk pergi. Tandanya, dia percaya kalau kamu bisa meng-handle masalah dengan Mamamu yang sudah tertunda lama. Kalau dipikir-pikir, justru Papamu sedang memberikan kamu kesempatan untuk memperbaiki semuanya."

Joice malah beku saat tangan Brayn menyentuh kulitnya.

"Mengenai Putri, Papamu justru belum percaya kalau dia bisa setegar kamu. Pantas Papamu menahannya di rumah. Aku yakin, suatu hari Papamu akan melepaskan Putri jika sudah dipercaya untuk pergi."

Air mata Joice merangsek keluar, mengaliri pipi. Ucapan Brayn bisa sedikit menenangkan. Joice sama sekali tidak berpikir sampai sejauh itu soal tujuan papa. Bagaimana mungkin, Brayn lebih mengerti ketimbang dirinya? Spontan, Joice merengkuh Brayn.

"Aku lagi sakit lho ini. Nular, mau?" Brayn tak berkutik.

"Nggak peduli. Aku lagi butuh pelukan." Joice merengeng seperti anak kecil.

Dengan dorongan tulus, Brayn membalas rengkuhan itu. Badannya yang lemas, merasa lebih segar saat melihat Joice seperti sekarang. Brayn merasa dirinya mirip seperti motivator ulung, padahal dirinya juga sedang butuh dorongan.

My Bra (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang