Gengs, jadwal kita senin dan kamis lho ya. Ini udah update lagiii. Selamat membaca :)
***
BAB 21
Terpukul
Inggit terlihat menikmati bacaannya. Buktinya, dalam 2 jam sudah membaca sampai halaman 40 novel thriller psikology. Salah satu buku favoritnya, selain novel romance, dia juga suka hal-hal berbau mistik, misteri, atau pembunuhan. Setidaknya, buku itu telah membantunya untuk sedikit melupakan hal-hal yang berhubungan dengan Brayn.
Namun, ketenangannya kembali terganggu gara-gara ponsel yang berdering. Dia menengok ke benda elektronik yang tergeletak di atas kasur. Matanya terpejam sejenak. Ternyata bukan Brayn. Sebelumnya, bukankah Brayn menelepon hampir sepuluh kali? Untuk menghindar, Inggit sempat mematikan ponsel.
Cewek itu menyimpan buku di atas kasur. Dia yang awalnya sedang membaca sambil tengkurap, bangun dari pewe. Dia meraih ponsel dan mengusap simbol berwarna hijau. "Hallo, Kak."
"Nggit, maaf ganggu." Terdengar suara kaku dari seberang sana.
"Nggak apa-apa Kak." Inggit mengulas senyum. "Ada yang bisa aku bantu?"
Pertanyaan itu tak langsung dijawab. Hanya tarikkan napas yang cukup mengganggu di telinga Inggit.
"Kak, ada apa?" tanya Inggit penasaran.
"Brayn pergi dari rumah."
Inggit menggeleng. "Jangan becanda, Kak!"
"Aku serius!" tegas Gara. "Barusan bertengkar sama Mama."
Inggit mengingat telepon Brayn beberapa jam lalu. Apa alasan Brayn menelepon ada hubungannya dengan kepergian itu?
"Sudah coba dihubungi?" tanya Inggit lagi.
"Nggak diangkat. Beberapa kali ditolak."
Inggit menggigit bibir. "Aku akan coba hubungin Brayn. Siapa tahu dia mengangkat teleponku."
"Makasih Nggit." Nada bicaranya terdengar lega. "Maaf kalau selama ini Brayn selalu menyusahkan."
Inggit menggeleng. "Dia nggak pernah nyusahin aku Kak. Justru aku yang nggak pernah ngertiin dia."
"Kalau nanti ada info, kasih tahu ya ....."
Inggit mengangguk, kemudian menurunkan HP dari telinga.
"Braaaa, ngapain harus pergi sih!" Inggit bangun dari tempat tidur. Sekarang, dia bolak-balik di depan ranjang. Sesekali, matanya mengarah ke jendela yang masih terbuka.
Setelah telepon itu ditutup, Inggit diam sejenak. Matanya mengarah ke dinding. Ada beberapa foto antara dirinya dan Brayn. Ditempel menggunakan jepitan dan tali temali. Entah mengapa, setelah melihat foto itu, Inggit merasa kebersamaan itu mustahil terjadi lagi.
Air mata Inggit meluap. Ditahan pada awalnya, tapi kemudian hilang kendali. Apalagi rasa bersalah menyesaki dada. Dia tidak ada di saat Brayn butuh bantuan. Inggit yakin, Brayn yang tadi menelepon ingin menceritakan masalah.
"Bra ....." Inggit sigap mencari kontak dengan nama Herman. Dia menempelkan ponsel di telinga.
5 detik, 10 detik, 15 detik.
Nomor yang anda tuju, tidak menjawab!
Inggit melihat jam dinding, pukul 10. Jarang sekali Brayn ada di luar rumah di jam-jam itu. Kalau pun harus ada di luar, itu bersama Inggit. Bukan dengan siapa-siapa. Ah, masalah hidupnya pasti lebih besar. Ini kali pertama Brayn kabur dari rumah selama mereka saling kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bra (TERBIT)
RomanceNOVEL INI TERBIT DI ELEX MEDIA. SEBAGIAN BAB DIHILANGKAN DEMI KEBUTUHAN PENERBITAN. ------- Brayn Kiel Suherman, youtuber ganteng dan berkarisma. Kepergian sang ayah sejak lahir membuatnya benci dengan kenyataan bahwa dia seorang blasteran. Apalagi...