Part 19 : The Party Breaker

5.1K 420 5
                                    

"Jika kehadiran hanya menjadi perintang, maka untuk apa datang?"

Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari ke arah kerumunan. Aku tak dapat mendekati Rezvan yang berdiri di pusat keramaian, terhalang belasan kepala yang berjingkat ingin tahu. Dari sela tubuh yang berdesakan, aku dapat melihat kerah jas Rezvan ditarik oleh seorang pria berbadan besar yang pernah kulihat.

"Kalau kamu datang cuma mau hancurin pernikahan anak saya, lebih baik baik nggak usah datang!" bentaknya kasar. Telinga dan wajahnya merah, matanya melotot. Aku menutup mulut, khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi pada Rezvan.

"Saya datang karena kalian yang minta. Kalau tidak, saya tak akan sudi datang ke tempat dua pengkhianat ini," ucap Rezvan datar.

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Rezvan. Cowok itu tak membalas, hanya mengepalkan jari dengan keras hingga pembuluh vena di punggung tangannya menyembul. Matanya menatap tajam, alisnya bertaut. Tubuhku gemetar menyaksikannya. Belum pernah ia menampakkan wajah seperti itu di depanku, walau selama ini kuyakin dia seperti membenciku.

Dua pria yang tadi menghampiri aku dan Rezvan, menarik Pak Dar yang masih berteriak-teriak. Mereka, bersama beberapa orang lain, berhasil membebaskan pria itu dari kerumunan. Setelah dia pergi, baru aku mendengar tangisan yang sebelumnya luput dari pendengaran.

"Maafin aku, Mas Evan! Maaf, aku salah!"

Mataku akhirnya dapat menangkap sosok wanita dengan gaun pengantin berwarna kelabu bersimpuh di kaki Rezvan. Dia meraung, menangis dan berteriak. Dari sudut ini, aku dapat melihat wajah yang sebelumnya bak Princess Aurora kini berubah seperti Joker. Maskaranya luntur, membuat noda kehitaman di pipi dan hidung. Warna merah tersapu di sudut bibirnya hingga melebar ke kiri dan kanan serta dagu, sepertinya berasal dari lipstik yang diseka asal.

"Istighfar, Nduk ...." Suara yang lain menjadi latar belakang tangisan menyedihkan itu. Beberapa orang mencoba menarik perempuan itu agar menjauh, tapi dia menepis semua tangan yang menyentuhnya.

Seorang cowok bertuxedo yang baru saja dihempas perempuan itu kini beranjak. Dia menangkupkan kedua tangan di depan dada, seraya berdiri di depan Rezvan. Bulir keringat memenuhi dahi dan wajahnya yang kini terpasang dengan raut memelas.

"Mas Evan ... Adit minta maaf. Cintya juga. Ini kecelakaan, Mas. Tolong Mas Evan ngomong maafin Cintya, biar dia nggak merasa bersalah terus," ratapnya.

Sepintas wajah sang mempelai pria itu membuatku teringat dengan Bu Sus. Oh, iya! Kemana wanita itu?

Mataku beredar, memindai rupa yang tampak familiar. Di antara kerumunan, terlihat Bu Sus menangis tersedu, dipeluk wanita yang tadi menghampiri kami. Tangannya mengusap kepala Bu Sus yang riasannya sudah tercoreng ke sana kemari.

"Saya maafkan!" ucap Rezvan tegas. "Puas, kan? Sekarang biarkan saya pergi!"

Tanpa melihat ke arah gadis yang terus tersedu sambil memeluk kakinya erat, Rezvan melangkah dengan berat. Tangisan sang pengantin semakin terdengar menyayat. Semua berusaha merangkulnya, berlomba mengucapkan kalimat menenangkan. Ia hanya terduduk di karpet merah, mengacak-acak riasan di kepala dan melemparnya asal.

Rezvan berhasil membebaskan diri dari semua orang yang tampak ingin menggorok lehernya. Aku pun tercekat saat dia menggenggam tanganku, kemudian menarik paksa dari kerumunan. Kini, pandangan penuh tanda tanya terarah padaku, seperti panah yang dilesakkan dari setiap pasang mata. Dengan langkah terseok, aku berusaha mempersempit jarak yang tercipta agar tidak terjatuh.

Kami berjalan dalam diam. Genggaman tangan Rezvan masih memeluk jemariku erat. Aku tak berani protes atau sekadar membuka rahang untuk mendesah. Hanya bunyi jangkrik di antara semak belukar yang memekik nyaring di telinga kami. Suara keributan terdengar samar jauh dari belakang, seolah mengiringi kepergian kami, sang penghancur pesta pernikahan.

One Stop Loving [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang