Empty 24

2K 397 103
                                    

I'm Oke - iKON

Tim Bintang siapin tissue...



Selamat membaca..💞

Semenjak mengetahui Bintang praktek di Bakti Nusa Hospital, aku menjadi was-was tiap melakukan terapi di rumah sakit. Takut-takut semesta ngajakin bercanda dan mempertemukanku lagi dengan Bintang. Apa lagi seperti hari ini, aku terapi sendirian. Mama dan Gavin sedang ada pekerjaan lain.

Dengan diantar Pak Mus, aku akhirnya memutuskan untuk sendiri menjalani terapi yang dijadwalkan pukul dua siang.

Keinginanku sembuh benar-benar tinggi, setidaknya aku berharap ada keajaiban yang bikin aku bisa jalan tiga bulan lagi.

Proses panjang terapi yang terkadang amat melelahkan sekarang menjadi lebih ringan.

Dokter Hans yang membantuku selama ini tersenyum kala menyampaikan perkembanganku.

"Coba sesekali untuk rambatan, terutama kalau pagi, Wi," ujar beliau memberikanku nasehat.

"Kayak bayi lagi ya, Dok," jawabku sembari tertawa.

Aku sempat berbicara banyak terutama tentang kemungkinanku sembuh lebih cepat. Dan, kata dokter tak ada yang tak mungkin jika Tuhan memang mempermudah jalanku untuk sembuh. Kuncinya adalah aku yang harus selalu semangat.

Sampai proses terapi selesai, aku akhirnya memutuskan langsung pulang. Tapi sayang, kelegaanku tak bertahan lama.

Saat melintasi kooridor rumah sakit, aku dikejutkan dengan seseorang yang memanggil namaku.

"Dis?"

Aku enggan mengangkat kepala saat mendengar suara itu, meski langkahku mau tak mau berhenti karena dia yang berdiri di hadapanku.

"Kamu habis terapi atau ada urusan lain?"

"Habis terapi" jawabku singkat.

"Sendiri?" tanyanya kemudian.

Aku ngangguk tanpa mau lihatin dia.

"Aku permisi, Bin," sambungku sembari mengayunkan tongkat untuk kembali berjalan menuju area luar rumah sakit.

Namun baru dua langkah berjalan, aku dibuat terhenti karena ucapan Bintang tiba-tiba, "Aku mau kita bicara sebentar saja."

Mendengar permintaan Bintang, aku menghembuskan napas pelan.
Apa lagi beberapa orang yang juga melintas di antara kami ikut menoleh.

"Aku nggak mau bikin Gavin salah paham lagi, Bin. Jadi baiknya kita nggak usah bicara apapun lagi," jawabku tanpa menoleh.

Tapi sepertinya, Bintang belum ingin menyerah, "kalau begitu ini yang terakhir," ujarnya pelan, tapi entah kenapa justru membuatku sakit, "aku janji, ini yang terakhir, Dis."

Aku memutar tongkatku, membuat badanku sepenuhnya menghadap pada Bintang dengan perasaan bimbang. Melihatnya seperti mengiba, dalam hati aku justru kian membuat pengandaian.

Seandainya aku tidak buru-buru menerima Gavin, apa mungkin perasaanku tak seresah sekarang?

"Sepuluh menit lagi aku ada persiapan operasi, jadi aku janji nggak lebih dari itu." Pinta Bintang karena mungkin melihatku diam.

Melihat dia sangat berharap, akhirnya aku mengangguk.

Bintang menunjuk salah satu kursi di halaman rumah sakit yang tak jauh dari tempat kami sekarang. Aku lebih dulu berjalan menuju kursi kayu itu, lalu disusul Bintang di belakangku.

EMPTY   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang