Empty 25

2.1K 382 59
                                    

Selamat membaca teman-teman...

     Kesungguhan Bintang untuk menjauhiku benar-benar kurasakan.
Beberapa kali secara tak sengaja kami bertemu di rumah sakit, dia selalu memalingkan muka dan memilih jalan lain agar kami tak berpapasan.

Suatu hari aku iseng membuka blokiran nomor Bintang. Kupikir dia masih akan tetap mengirimiku pesan seperti biasa.
Tapi nyatanya, tak satu pesanpun kuterima.

Yang paling terasa adalah seminggu yang lalu, saat itu aku baru memasuki kedai seperti biasa.

Awalnya, dari kejauhan aku melihat Bintang, Juni, dan Lucky sedang ngobrol di salah satu meja pengunjung. Tapi ketika aku dan Gavin menghampiri mereka, Bintang langsung pamit pulang.

Aku tak suka keadaan ini, tapi aku juga tak bisa berbuat banyak.

Kurasa, saling menjauh adalah jalan terbaik.

"Ditanyain malah bengong, nih, anak!"

Seruan Juni seraya menyentikan jarinya di depanku membuatku terjengit kaget.

"Apa?" tanyaku tak mengerti.

"Festival musik amal, Cempaka Gendis Pertiwi, Astagfirullah!" Seru Juni gemas. Tanpa sadar aku terkekeh lihat Juni yang mengelus dadanya.

"Gini orang yang mau nikah kebanyakan pikiran. Otak di kamar badan di jalanan,"
Aku berdecak sambil memukul bahu Juni.

"Nggak usah ikut lah, Dis. Lagian acara ini dua minggu dari hari pernikahanmu" ucap Lucky melarangku untuk ikut festival tahunan itu.

Aku mengangguk setuju, sebenarnya dalam hati, aku juga tidak yakin bakalan diijinin bepergian saat menjelang hari pernikahan nanti.

"Pakai pingit-pingitan nggak sih, Dis?"

Aku mengedikan bahu untuk menjawab pertanyaan Milla.
Sebenarnya yang kumau hanya pernikahan sederhana. Cukup dihadiri keluarga dan teman-teman dekat kami saja. Tapi sepertinya Papa ingin membuatkan pesta untuk kami.

Sedangkan acara festival musik amal ini memang rutin diadakan setiap tahun sekali.

Aku mulai ikut tahun kemarin. Biasanya kami akan mengelar road show ke beberapa kota bersama penyanyi Indie maupun band yang sudah terkenal.

Sumbangan yang kami dapat melalui tiket dan penjualan Marchendise sepenuhnya kami sumbangkan kepada orang-orang yang membutuhkan atau korban bencana alam.

"Kamu jadi pergi, Ky?"

Pertanyaan Syafa bikin aku noleh pada Lucky.

"Kemana, Ky?" tanyaku refleks.

"Nungguin Bintang, kita mau survei lokasi ke Bekasi." Jawabnya kemudian.

Lucky menarik pergelangan tangannya, kemudian kembali berucap, "Bintang telat, ada operasi dadakan katanya."

Tidak lama setelah kami berlima ngobrolin banyak hal, akhirnya Bintang datang. Mengenakan kemeja lengan pendek dan celana warna hitam.

"Langsung jalan, Ky?" tanya Bintang tanpa duduk lebih dulu. Terlihat sekali dia menghindariku.

"Yuk!" seru Lucky kemudian  mengambil jaket yang dia letakan pada sandaran kursi.

"Duduk dulu kali Pak dokter, minum-minum dulu." ucap Milla pada Bintang.

"Keburu malam, Mil. Bekasi kan macet banget"

Entah perasaanku atau apa, tapi kami benar-benar seperti orang asing.
Aku kehabisan cara basa-basi dan dia juga seperti enggan barang hanya melihatku saja.

EMPTY   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang