Seumur hidup, menjalani kehidupan seperti ini tidak pernah kubayangkan.
Mempunyai keluarga berantakan, menjadi sosok emosional dan tidak bisa mengontrol diri adalah hal yang paling kusesali.
Terkadang aku berpikir apa yang terjadi denganku enam tahun ini, semacam kutukan karena aku mudah sekali menyakiti fisik orang lain.
Perempuan kasar, urakan dan hobi berkelahi itu, sekarang tengah dihukum. Bertahun-tahun kehilangan fungsi kaki yang digunakan manusia pada umumnya untuk tumpuhan beban badan.
Jujur keterbatasanku ini terkadang membuatku malas berkawan.
Sebab, belum kenal saja mereka sudah menatapku dengan tatapan kasihan.
Tidak mudah bagiku bertahun-tahun memupuk rasa percaya diri. Dulu, aku selalu menganggap jika aku ini beda dan lemah. Tapi akhirnya, orang-orang di sekelilingku perlahan bisa membuatku merasa sedikit percaya diri dan tidak mau dianggap berbeda.
Mungkin jika bukan Gavin yang mengatakan aku merepotkan, aku tidak akan sesakit ini sekarang. Rasa percaya diri yang sudah tumbuh, benar-benar mampuh dia runtuhkan kurang dari satu menit.
Rasanya sakit sekali.
Berkali-kali aku memukul kakiku dengan rasa yang amat frustasi.
"Kamu yang bikin semua orang menjadi kerepotan! dengar nggak!"
Aku berkali-kali memukul kaki, meskipun hasilnya sama, tidak ada rasa apapun sekali pukulan ini kulakukan sekuat tenaga.
Aku benar-benar tak lagi peduli apa bila nanti menjadi pusat perhatian orang-orang.
Sekarang aku tengah duduk di salah satu bagian samping Apartemen. Lelah sekali rasanya, berjalan nanjak dari basement Apartemen sampai ke tempat ini.
Akal sehatku memang tak lagi jalan, padahal jika aku sadar sedari tadi, harusnya ada lift yang setidaknya mengubungkan lantai basement ke lantai satu.
Entah sudah berapa lama aku duduk termenung di sini, karena aku nggak tahu sekarang mesti kemana dan dengan cara apa untuk pulang.
Ponsel dan tasku berada di mobil Gavin, aku juga tidak membawa serupiahpun untuk ongkos pulang.
Aku membenamkan wajahku di balik kedua telapak tangan dengan isakan kian payah.
"Dis?"
Aku berusaha menahan napas saat terdengar suara seseorang yang memanggil namaku.
"Kamu Gendis, kan?"
Saat aku membuka telapak tanganku, lalu mengangkat wajah. Kutemukan Juni sedang berjongkok di depanku.
"Jun?" panggilku nyaris tidak percaya jika ada Juni di sini.
"Kamu kenapa?"
Aku tidak berani jawab apapun selain menggeleng lemah, "kamu kok di sini?"
"Unitku kan di sini, Dis," jawabnya sembari terus mencermatiku.
Aku tahu, Juni pasti sudah menyadari ada sesuatu yang tidak baik-baik saja denganku sekarang.Ahh, Iya. Mungkin karena tadi terlalu buru- buru, makanya aku sampai tak memperhatikan nama apartemen ini.
"Kamu mau ke mana Jun?"
"Ke kedai" jawabnya singkat,
Tapi meskipun begitu tatapannya tak pernah lepas dariku."Aku boleh ikut nebeng?"
Juni diam memandangku dengan kedua alis terangkat sebelum dia akhirnya mengangguk lalu berusaha membantuku berdiri.
"Aku bisa, Jun," ucapku untuk mencegah Juni yang hendak membantuku membukakan pintu penumpang depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPTY
Romance[REPUBLISH] Part sudah tidak lengkap Sequel Broken Home. sebelum baca ini, silahkan baca work Broken home dulu sampai selesai. Rank #1 Empty 02-02-20