Delapan

10.5K 988 55
                                    

Jeon~




Aku buat ini di bank, lagi antri bayar SPP kuliah huhuuuu, semangat dong aku karena kalian koment di part sebelumnya tadi.

Gak semuanya sih aku buat di bank, sebagian aja

Terima kasih atas komentarnya di part sebelumnya 💜💚























"Maaf, tolong maafkan Koo, Koo sungguh minta maaf hikss sakit, tuan ini sakit maafkan Koo, Koo janji takkan ulang lagi tuan ampun" gadis kecil bermata bulat yang kini mata indahnya begitu terlihat menyakitkan, berurai air mata seiring cambukan yang melukai kulit putihnya.

Sedang didepannya, lelaki dewasa berwajah khas Eropa sedang tersenyum miring sembari terus mencambuk tiga anak kecil, termasuk gadis kecil bernama Koo yang tadi memohon ampun.

Usia mereka masih belum genap lima tahun, tapi luka yang mereka alami, kekerasan yang mereka terima begitu keras, bahkan tak yakin orang dewasa bisa menahan sakitnya

Perihal sepele, tiga anak kecil yang sedang disiksa tak bisa menghasilkan uang sesuai permintaan si pria dewasa yang sedang bermain dengan cambuk dan beberapa orang dewasa lainnya yang sedang duduk di ruangan itu sambil merokok.

Sebenarnya tak hanya Koo dan dua orang lain anak kecil yang ada disana, di sudut kanan ada beberapa anak yang bahkan sudah menangis melihat teman mereka disiksa, tapi mereka tak bisa berbuat apapun, tak bisa membantu apapun sebab mereka hanya anak kecil yang tak bisa apa-apa.

Perlakuan seperti ini tak sekali dua kali terjadi, cukup sering bahkan hampir setiap hari saat anak-anak itu tak bisa mendapatkan uang sesuai yang ditentukan.

Koo sendiri cukup sering mengalami hal seperti ini, setidaknya sebulan sekali ia pasti di cambuk karena uangnya kurang dari yang diinginkan.

"Albert, bantu temanmu bersihkan lukanya, aku tak mau terima alasan apapun besok tak boleh ada yang mengeluh sakit, bagaimanapun keadaannya kalian harus tetap turun semua" tegas lelaki yang tadi mencambuk tiga anak itu

Sedang Albert, yang tak lain juga adalah salah satu dari anak-anak disana hanya mengangguk, bersama yang lain mereka membantu Koo dan dua teman mereka yang sudah sulit berjalan sebab banyak luka cambukan di kaki mereka











"Koo, maafkan Al, Al tak bisa membantu Koo setiap Koo disakiti" ucap bocah bernama Albert itu sambil menangis mengobati luka di badan Koo yang benar-benar melukai hatinya.

Albert adalah anak lelaki yang dibawa kemari bersama dengan Koo, membuat mereka sudah seperti saudara meskipun baru bertemu satu setengah tahun belakangan

Koo menggelengkan kepalanya "Al jangan menangis, Koo tak apa kok sungguh, dibandingkan Koo, Al lebih sering dipukuli karena selalu memberikan uang agar Koo tak disakiti tuan Sean dan yang lain"

"Koo, mau tidak besok kita kabur saja, Al tak mau Koo disakiti terus begini, kita pergi saja ya" ucap bocah lelaki Lima tahun itu pada Koo yang langsung dibalas gelengan kuat oleh gadis kecil itu

"Koo tak mau, Koo tak mau kita seperti Anna dan Xiu, Koo tak mau Al terluka lebih banyak seperti Xiu, tak apa seperti ini asal Koo dan Al tak dipisahkan, Koo baik-baik saja"

Albert menangis dan memeluk Koo, rasanya sakit sekali melihat teman kesayangannya begitu terluka seperti sekarang dan ia tak bisa membantu apapun

"Kalau Koo tak mau sekarang, Al akan tetap berjanji akan membantu Koo keluar dari sini apapun yang terjadi" ucap Albert yang hanya diangguki oleh Koo




















"Sialan, kejadian itu lagi" Jungkook mengusap keringat di pelipisnya saat mimpi buruk untuk yang kesekian kalinya seolah tak bosan mampir hampir setiap hari.

Tak sepenuhnya mimpi buruk sebenarnya, menurut Jungkook sendiri, ketimbang dikatakan mimpi buruk, itu terlihat sebagai potongan masa lalu. Bagian dari luka menganga dalam hatinya yang selalu ia tutup rapat-rapat.

Jungkook membuka laci nakas, meraih botol kecil yang ada disana, mengeluarkan satu butir obat dan menelannya kemudian meminum air yang ada diatas nakas.

"Kapan semuanya akan berakhir? Kenapa selalu muncul disaat seperti ini?" Gumam Jungkook sambil memeluk lututnya dan menyembunyikan wajahnya

Jungkook menghembuskan nafas panjang, sadar betul kenapa mimpi itu datang lagi setelah hampir beberapa bulan tak dialaminya, ia yakin, mendengar cerita Taehyung tentang adiknya yang sudah meninggal tadi pasti sedikit banyak memicu lukanya terbuka lagi.

"Al, aku masih berharap kita bertemu, aku benar-benar ingin tahu bagaimana keadaanmu sekarang, semoga kau baik-baik saja setelah kejadian itu" gumam Jungkook lagi kemudian turun dari ranjangnya.

Masih pukul tiga pagi omong-omong, tapi Jungkook sudah tak berniat untuk melanjutkan tidurnya, bukan karena tak ingin, Jungkook hanya takut memori kelamnya akan muncul semakin banyak kalau ia tidur lagi.






"Loh, eonni belum tidur?" Tanya Eunha saat baru keluar dari kamarnya, melihat Jungkook yang sedang duduk sambil menonton

"Eoh, aku terbangun tadi, lalu tak bisa tidur lagi, kau sendiri kenapa belum tidur?" Tanya Jungkook

Eunha tertawa pelan kemudian mengangkat gelas ditangannya "aku haus, dan ternyata gelasku kosong" jawabnya sambil berjalan ke arah dapur

"Eonni yakin tak tidur lagi?" Tanya Eunha saat baru kembali dari dapur

"Hmm, kau tidurlah, bukannya besok kau ada kuliah pagi"

Eunha mengangguk "baiklah aku ke kamarku dulu eonni, tidurlah kalau eonni bisa, jangan terlalu sering begadang" ucap Eunha yang diangguki oleh Jungkook

"Tentu, terimakasih"


















Eunha menghembuskan nafas panjang, di ambang pintu, gadis itu tak langsung masuk ke kamarnya, ia berdiri sembari menatap ke arah Jungkook yang sedang duduk di sofa depan televisi, memang benar Jungkook seperti sedang menonton televisi, tapi Eunha sadar tatapan mata Jungkook ke arah depan bukan untuk menonton, mata Jungkook hanya memandang depan dengan tatapan kosong.

Bukan sekali dua kali Eunha mendapati Jungkook seperti ini, semenjak mereka tinggal bersama, Jungkook sering kali terbangun di lewat tengah malam, dan dari sudut pandang yang Eunha tangkap, setiap kali wanita yang sudah dianggapnya kakak itu terbangun begitu, Jungkook akan duduk di depan televisi, tempat yang sama seperti saat ini, menatap lurus dengan pandangannya yang kosong.

Eunha pernah menyanyikan apa yang terjadi, namun jawaban Jungkook selalu sama.

"Tak apa, aku hanya mimpi buruk dan kantukku sudah hilang" selalu begitu.

Awalnya Eunha percaya, namun saat itu terjadi lebih dari lima kali dalam sebulan, Eunha mulai sadar, ada sesuatu yang Jungkook tutupi, Eunha pernah bertanya lagi, jujur ia bukan penasaran, tapi khawatir.

Jungkook sudah sangat baik padanya, pada orang lain, banyak membantu dan memberikan kebahagiaan, jadi Eunha ingin sedikit saja membantu Jungkook melewati masalahnya, namun semua yang Eunha dapatkan masih sama, jawaban Jungkook yang selalu mengatakan dirinya baik-baik saja. Membuat Eunha sadar, Jungkook ingin menyimpan semuanya sendiri.

"Eonni, kau orang baik, semoga hidupmu kedepan selalu diberikan kebaikan" lirih Eunha kemudian memasuki kamarnya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

TBC

Gimana part ini??

Ehehhee, pertanyaan yang kayaknya gak pernah ilang dari semua work aku ya..

Jawab donggggg

JEON [V.K] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang