#1

572 44 0
                                    

Sore yang basah karena hujan. Bunga-bunga dan dedaunan di taman rumah megah nan mewah itu dihiasi butiran bening. Udara pun menjadi lembab dan sedikit dingin. Suara denting sendok yang beradu dengan cangkir ketika tangan memutarnya di dalam cangkir terdengar dari teras samping yang menghadap taman. Gadis itu selesai dengan cangkir terakhir. Ia tersenyum puas menatap tujuh buah cangkir berisi kopi panas telah tertata rapi di atas meja bundar.

"Sempurna!" ujar gadis berambut coklat bergelombang dengan panjang sepinggang itu. Kedua mata bulatnya yang berwarna coklat berkilat-kilat menatap sisa hujan yang menghiasi taman. Hidungnya yang tak terlalu mancung menghirup aroma khas setelah hujan pergi. Bibirnya yang tipis melengkung sempurna. Membentuk sebuah senyuman di wajah bulatnya.

Suara para gadis yang mendekati teras mengganggu kekhusyukannya yang sedang menikmati sisa hujan. Gadis itu membalikkan badan dan tersenyum. Menyambut keenam gadis cantik yang tiba di teras, lalu masing-masing duduk mengitari meja.

"Kopi coklat?" ujar gadis berambut burgundi ketika menatap cangkir di hadapannya. Namanya Peony, si sulung.

"Pilihan yang sempurna!" gadis berambut hitam lurus dengan panjang di bawah telinga itu tersenyum puas. Vinca si anak ketiga menghirup kepulan asap yang keluar dari cangkir di hadapannya.

"Ah! Ini tidak akan mengacaukan dietku, kan?" keluh Violet. Gadis berambut coklat lurus sebahu, si anak kedua.

"Kak Vio udah ideal lho! Mau diturunin berapa kilo lagi?" sahut Fresia. Anak kelima yang berambut pendek seperti anak laki-laki.

"Kak Vio pengen punya body kayak violin. Lebih ramping dari gitar." sahut Zinnia, si anak keempat. Kuncir ekor kudanya terlihat asal-asalan.

"Minum kopinya aja nggak papa, Kak. Lupakan cemilannya." Fuchsia si anak keenam ikut berkomentar. Rambut pirangnya membuatnya terlihat mencolok.

Lunaria tersenyum melihat tingkah keenam kakaknya. Ia duduk bergabung, sambil mengumpulkan rambut coklat bergelombangnya yang masih sedikit basah. Ia menggelung rambutnya asal-asalan. "Selamat menikmati kopinya!" serunya penuh semangat.

"Ah! Luna! Ini terlalu manis!" protes Violet usai menyesap kopinya.

"Kak Vio protes mulu ih!" Freesia keberatan melihat sikap Violet.

"Iya nih! Kasian Luna udah capek-capek nyiapin buat kita!" Fuchsia menimpali, lalu ia memasukkan sebuah biskuit ke dalam mulutnya.

Lunaria si bungsu kembali tersenyum melihat tingkah kakak-kakaknya.

"Luna! Kalau rambutmu masih basah, jangan digelung gitu. Bisa rusak lho!" Vinca mengomentari rambut Lunaria.

"Tau nih anak! Udah sering diingetin masih bandel juga!" Violet melirik Lunaria.

"Tapi rambut Luna selalu baik-baik aja." Zinnia ikut bersuara disela mengunyah biskuit di dalam mulutnya.

"Terima kasih untuk kopi coklatnya, Luna." Peony tersenyum tulus usai menyesap kopinya. "Ah... Ini membuatku merasa lebih baik. Kita semua mengalami hari yang sulit kemarin. Terima kasih untuk kerja keras kalian, adik-adikku tersayang."

"Sangat sulit! Klien paling menyebalkan sepanjang karirku!" Violet masih kesal. "Masukin kotak hitam aja! Kalau mau pakek jasa kita, langsung tolak! Pelit banget jadi orang. Dana seupil minta hasil mewah!"

Enam gadis lainnya tersenyum menatap Violet.

"Aku setuju sih kalau di blacklist." Vinca mendukung Violet.

"Bener juga. Daripada ntar kita terima, kita yang stres." Zinnia setuju.

"Kayaknya nggak bakalan pakek jasa kita lagi deh beliaunya. Masa nggak malu mau pakek jasa kita lagi?" Fuchsia ikut urun komentar.

Marrying a LizardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang