#18

160 19 0
                                    

Seruni memeluk erat Lunaria. Keduanya sama-sama menangis. Seruni tak ingin anak bungsunya meninggalkannya. Keenam gadis telah diboyong ke istana masing-masing oleh suami mereka. Hari ini giliran Lunaria.

Angsana yang berada dalam gendongan pria pengasuhnya menunggu di depan mobil mewah yang terparkir di depan rumah Kemang. Keduanya menyaksikan adegan perpisahan Lunaria dan kedua orang tuanya yang penuh haru.

Kemang memeluk Seruni dan Lunaria yang masih berpelukan. Ia pun tak ingin Lunaria pergi. Namun, ia tak bisa menarik ucapannya. Ia tak bisa melanggar aturan yang telah ia buat. Kemang memperat pelukannya, lalu mengecup puncak kepala Lunaria. Dengan berat hati Kemang dan Seruni melepas pelukannya pada Lunaria. Lunaria mencium tangan kedua orang tuanya, lalu berjalan dan memasuki mobil. Pria Pengasuh membungkukkan badan pada Kemang dan Seruni. Lalu, ia menyusul masuk ke dalam mobil.

Lunaria terus menatap keluar jendela mobil. Ia melambaikan tangan pada kedua orang tuanya ketika mobil mulai melaju. Ia tak bisa menghentikan air matanya. Ia pun tak sanggup untuk merubah posisi kepalanya. Ia terus menoleh ke sisi kiri, menatap keluar jendela dan terus menangis.

Sangat hening di dalam mobil. Pak Sopir yang biasanya bersikap humoris dan memutar lagu India saat perjalanan pun diam di balik kemudi. Sesekali ia melihat Lunaria dari kaca spion. Ia berharap gadis itu baik-baik saja dan kembali ceria seperti ketika mereka bertemu pertama kali saat kencan kedua digelar.

Lunaria berusaha menghentikan air matanya yang terus mengalir. Tisu dalam genggamannya pun telah basah, tapi ia masih terus menggunakannya. Lunaria terkejut karena ada yang menyentuh lengannya. Ia menoleh ke arah kanan dan menemukan Pria Pengasuh mengulurkan sekotak tisu.

Dengan mata basah, Lunaria tertegun menatap Pria Pengasuh yang masih mengulurkan tisu. Hati Lunaria sakit dibuatnya. Ia kembali teringat pada Tuan Misterius. Tanpa ia sadari air matanya pun menetes semakin deras. Setelah terisak selama beberapa detik, Lunaria menerima tisu itu dan mengucap terima kasih. Ia kembali mengalihkan pandangan ke arah kiri. Menatap keluar jendela mobil.

***

Ketika memasuki rumah itu, Lunaria mencium bau cat yang masih tersisa. Segala sesuatu yang berada di dalam rumah itu berbau 'baru'. Sebenarnya Lunaria sudah dibuat terpesona dengan hasil kerja suaminya sejak tiba di jembatan. Ketika sampai di depan rumah, rasa kagumnya bertambah. Bangunan rumah itu sangat mirip dengan konsep rumah impiannya. Ada taman di depan dan samping rumah. Saat memasuki rumah, rasa kagum Lunaria bertambah lagi. Angsana benar-benar paham pada konsep rumah yang ia inginkan.

"Astaga. Kenapa matamu sembap begini? Sudah-sudah, jangan sedih. Ada ibu di sini." Widuri menyambut kedatangan Lunaria.

Lunaria tersenyum dan segera mencium tangan ibu mertuanya.

"Akhirnya kamu tiba juga. Ibu nggak akan kesepian lagi." Widuri tersenyum lebar.

Lunaria membalas senyum dan mengangguk.

"Ayo! Kita ke kamarmu!" Widuri melingkarkan tangannya ke lengan kanan Lunaria dan menuntun gadis itu berjalan menuju kamarnya.

Pria Pengasuh yang menggendong Pangeran Biawak mengikuti di belakang Widuri dan Lunaria.

"Ini dia!" Widuri membuka pintu.

Lunaria terkesima melihat kamar bernuansa peach itu. Ada sebuah ranjang besar dengan bed cover dengan warna jingga. Di samping kanan dan kiri ranjang ada nakas. Di atas setiap nakas terdapat lampu tidur. Ada jendela kecil di atas tiap nakas.

Di sebelah kanan ranjang terdapat dua jendela kaca berukuran sedang. Di tengah-tengah jendela terdapat pintu dari kaca yang menghubungkan kamar dengan teras. Indahnya taman samping bisa dinikmati dari teras. Di bawah jendela sebelah kiri terdapat sebuah kursi. Indahnya taman pun bisa dinikmati sembari duduk di atas kursi itu. Senyum terkembang di wajah Lunaria. Ia menyukai kamar itu.

Marrying a LizardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang