Lunaria terus menatap seikat bunga edelweis pemberian Tuan Misterius. Pesta telah usai sejak dua jam yang lalu. Ia pun telah kembali pulang dan berdiam diri di kamarnya. Namun, pikirannya masih dipenuhi dengan segala sesuatu tentang Tuan Misterius.
Bunga edelweis bukan bunga sembarangan. Terlebih bagi Lunaria yang paham tentang bunga-bunga dan maknanya. Bisa jadi Tuan Misterius hanya iseng memberi bunga itu padanya. Bunga yang menurut Tuan Misterius dibeli langsung saat ia pergi ke Gunung Bromo. Tapi Lunaria yang paham akan makna bunga dibuat terganggu dengan kenang-kenangan yang diberikan Tuan Misterius itu.
Cinta sejati itu membutuhkan pengorbanan, perjuangan, dan kesungguhan. Itulah yang Lunaria ketahui tentang filosofi bunga edelweis. Karena untuk mendapatkan bunga itu tidaklah mudah. Butuh keberanian untuk mendaki gunung demi mendapatkan bunga edelweis yang abadi.
Lunaria membalik tubuhnya yang tengkurap di atas ranjang. Ia menghela napas, menatap langit-langit kamarnya. "Bunga itu hanya oleh-oleh dari Gunung Bromo. Itu aja. Nggak lebih!" Lunaria menganggukkan kepala dengan yakin.
***
Rutinitas para gadis tak berubah. Hanya topik obrolan mereka saja yang berubah. Jika sebelumnya setiap kali berkumpul mereka hanya membahas tentang perkejaan, sejak kencan pertama resmi digelar, acara kumpul bersama tak pernah luput membicarakan para pria yang telah melamar mereka dan kini sedang dalam proses saling mendekatkan diri sebelum nantinya akan menikah.
Enam gadis yang memiliki pasangan manusia sempat merasa tak enak pada si bungsu yang akan menikah dengan seekor biawak. Namun, setelah Lunaria mengatakan hal itu tak apa baginya, keenam saudarinya pun merasa lebih ringan untuk menceritakan pasangan masing-masing.
Lunaria hanya gadis biasa. Ada kalanya ia merasa muak dengan obrolan tentang calon suami. Namun, tak jarang ia larut dalam kisah yang dituturkan keenam saudarinya. Ada kalanya ia merasa iri pada keenam saudarinya. Ada kalanya ia merasa bersyukur karena calon suaminya seekor biawak yang tak banyak tingkah dan calon ibu mertuanya adalah wanita yang baik hati. Walau ia tak bisa chatting dengan calon suaminya seperti yang keenam saudarinya yang sering lalukan ketika tak bisa saling bertemu. Lunaria bisa ngobrol lewat telepon dengan calon ibu mertuanya yang baik hati. Hal itu sangat menghiburnya.
Jika keenam saudarinya sudah berulang kali bertemu dan pergi bersama dengan calon suami masing-masing, Lunaria belum bertemu lagi dengan calon suaminya sejak kencan pertama mereka. Karena menginjak bulan kedua, Lunaria pun berinisiatif untuk bertemu lagi dengan calon suaminya. Ia menelpon Widuri untuk mengutarakan niatnya. Widuri menyambut gembira ajakan bertemu Lunaria. Wanita itu mengatakan Angsana akan menjemputnya ke florist dan seperti ide Lunaria, mereka akan melakukan kencan kedua di kebun milik Lunaria.
Lunaria Garden sudah dibuka untuk umum, tapi karena hari ini Lunaria akan datang bersama calon suaminya, kebun itu pun ditutup untuk umum. Sesuai permintaan Kemang dengan alasan demi keamanan putri dan calon menantunya.
Angsana yang dibawa pengasuhnya menjemput Lunaria ke florist. Hari itu si Pangeran Biawak menaiki mobil yang masuk dalam jajaran mobil mewah. Mobil berwarna hitam itu terparkir tepat di depan florist.
Asisten pribadi Lunaria yang menemani gadis itu di depan florist dibuat ternganga. "Pangeran Biawak benar-benar kaya raya," Ia berbisik. "Pantas aja ia juga menjanjikan akan membangun satu jembatan indah untuk melengkapi istana para putri. Memenuhi permintaan Tuan Kemang."
Istilah 'Pangeran Biawak' menjadi populer karena Lunaria menggunakan istilah itu untuk menyebut calon suaminya dalam diary online yang ia pos dalam blog pribadinya.
"Aku tahu ini nggak akan nyaman, tapi bertahanlah Nona!" Asisten pribadi Lunaria menyemangati.
Lunaria menghela napas. "Andai Ibu Widuri ikut," keluhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying a Lizard
Romance"Tapi, Belle harus hidup dengan monster buruk rupa yang ternyata seorang pangeran tampan yang kena kutuk. Itu serem, kan? Kalau kita nyamain Luna sama Belle, gimana kalau ntar dia harus ngalamin nasib miris kayak Belle?" Percayalah! Walau hidup di z...