Angsana dan Lunaria sama-sama berbaring, saling menghadap, menatap satu sama lain. Beberapa menit berjalan, keduanya tetap saling menatap dalam diam. Kedua mata Lunaria sembap karena sisa tangisannya. Angsana tersenyum, mengulurkan tangan, mengelus pipi Lunaria.
"Kenapa kamu selalu membuatku menangis?" suara Lunaria serak.
"Kamu aja yang cengeng."
Lunaria tersenyum. "Terima kasih. Karena memilihku."
"Kamu nggak nyesel?"
"Kadang aku berpikir, aku udah gila karena pilihanku. Tapi sekarang aku tahu, pilihanku nggak salah."
"Walau aku buruk rupa? Saat hari terang, kamu nggak akan melihatku yang seperti ini."
"Aku udah terbiasa hanya melihat mata sipit itu. Nggak papa jika harus melihatmu seperti itu sampai malam tiba. Tapi tolong jangan tutupi tahi lalat di bawah mata kanan itu. Aku sempat berpikir bahwa Pria Pengasuh bukanlah Tuan Misterius karena nggak adanya tahi lalat itu."
"Ha?" Angsana terkejut mendengarnya. "Tuan Misterius?"
"Mm. Karena kamu datang dengan seluruh tubuh hampir tertutup. Bahkan nggak membukanya saat di dalam ruangan. Kami sepakat menyebutmu sebagai Tuan Misterius."
"Oh! Lalu, karena itu kamu tertarik padaku?" Angsana menggoda.
Lunaria tersenyum. "Entahlah. Rasanya aneh juga tertarik pada seseorang yang aku nggak bisa lihat wajahnya."
"Mungkin karena ada ikatan benang merah di jari kelingking kita. Jadi, tersambung begitu aja."
Lunaria tersenyum.
Angsana membalas senyum. "Terima kasih untuk semuanya. Aku berpikir kamu akan marah dan meninggalkanku."
"Aku marah. Kamu mempermainkan perasaanku dan keluargaku. Tapi aku nngak mau orang tuaku tahu tentang kemarahanku. Aku harus menyelesaikan ini sendiri, karena ini pilihanku."
"Jika aku melamarmu dan berkata jujur tentangku, apa kamu akan menerimaku seperti ini? Aku rasa nggak. Aku mohon maafkan aku." Angsana mendekati Lunaria dan kembali memeluknya.
Suasana kembali hening. Lunaria bisa merasakan detak jantung Angsana yang memeluknya. Angsana pun merasakan hal yang sama. Napas Lunaria yang terasa hangat di dadanya, membuat detak jantungnya berdetak semakin kencang.
"Apa nggak ada cara untuk membuatmu kembali normal?" Lunaria memecah kebisuan. "Seperti dalam dongeng. Beast kembali menjadi pangeran tampan setelah Belle mencintainya dengan tulus. Tunggu! Kamu ini gabungan Cinderella dan Beauty and The Beast ya?"
"Cinderella kembali jadi buruk rupa pada pukul dua belas malam. Jadi, aku kebalikannya? Hm, masuk akal. Ah! Cara untuk kembali normal, mungkin dengan sebuah ciuman yang tulus dari seorang putri."
Lunaria memukul pelan dada Angsana. "Apa itu trik untuk mendapatkan ciuman pertamaku?"
"Suami meminta ciuman pertama istrinya adalah hal yang wajar, kan?"
"Yang menikah denganku adalah biawak. Jadi, dia yang harus aku cium agar berubah wujud menjadi pangeran tampan, kan? Seperti dongeng Putri dan Pangeran Kodok."
"Kamu benar-benar ingin menciumnya?"
Lunaria segera menggelengkan kepala. Angsana tiba-tiba mencium bibir Lunaria. Sebuah ciuman kilat yang membuat Lunaria terkejut hingga membeku dalam pelukan Angsana. Angsana tersenyum melihat Lunaria yang membeku dalam pelukannya. Wajah gadis itu bersemu merah. Angsana tersenyum nakal.
"Ciuman kilat sepertinya nggak manjur untuk membuatku kembali normal." Angsana merubah posisi tubuhnya. Ia mengangkat tubuhnya menjadi lebih tinggi dari Lunaria yang masih terbaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying a Lizard
Romance"Tapi, Belle harus hidup dengan monster buruk rupa yang ternyata seorang pangeran tampan yang kena kutuk. Itu serem, kan? Kalau kita nyamain Luna sama Belle, gimana kalau ntar dia harus ngalamin nasib miris kayak Belle?" Percayalah! Walau hidup di z...